Pada bulan ramadhan lalu berlomba masjid dan mushollah menyemarakkan dakwah baik ceramah langsung maupun secara online. Fenomena baik ini harus dirawat. Sayangnya pengelolah masjid dan mushollah tidak memperhatikan keyamanan jamaah.
kenyamanan jamaah baik yang berada di masjid maupun yang online jarang menjadi perhatian, pengelolah tempat ibadah terfokus pada kelayakan gedung dan penceramah. Mereka lupa kalau jamaah merasa nyaman kalau multimedia yang digunakan bisa dinikmati dengan baik. Suara bisa didengar enak dan visual yang tidak merusak mata.
Bagunan Bagus Akustik buruk
Bagunan masjid dan mushollah memang menjadi tempat yang mampu menjaga kenyamanan jamaah. Baik saat sholat maupun saat kajian ilmu. Karena aktifitas mendengar dalam masjid mencapai 80% dari kegiatan yang ada. Namun yang sering terjadi, artistik bangunan ternyata tidak mampu membuat khusuk orang yang beribadah. Speaker yang cempreng, suara eco yang mantul berlebihan hingga suara feedback dari sang imam sholat sehingga berdengung kencang dan merusak pendengaran kita.
Apabila kita membangun suatu ruangan yang digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan suara, misalnya masjid maupun ruang rapat/ konferensi, terdapat 2 perihal yang wajib dicermati, yang pertama bagaimana membuat ruangan terisolasi secara akustik dari area sekitarnya dan yang kedua bagaimana mengkondisikan ruangan supaya berkinerja cocok dengan fungsinya. Pertama biasa disebut sebagai insulasi ( membuat ruangan kedap suara ataupun soundproof), sebaliknya yang kedua merupakan pengendalian medan akustik ruangan.
Kedua perihal ini kerapkali tertukar balik apalagi tercampur- campur dalam penyebutannya, sehingga tidak sering orang menyebut mineral wool ataupun glasswool misalnya selaku bahan kedap suara, dimana sepatutnya merupakan bahan penyerap suara. Apabila statment mineral wool/ glaswool merupakan bahan kedap suara benar, dapat dibayangkan apa yang terjalin apabila bilik ruang cuma dibuat dari bahan mineral wool/ glasswool saja. Alih- alih mau membatasi suara tidak keluar ruangan, yang terjadi merupakan suara keluar ruangan dengan bebasnya.
Ir. R. Sugeng Joko Sarwono, Ph. D., ahli Teknik Fisika ITB, dalam kegiatan Pelatihan Kenaikan Mutu Akustik Masjid di Gedung CRCS kampus ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung, Selasa( 6/ 11/ 2018) silam. Menyoal lemahnya perhatian takmir masjid terkait akustik masjidnya.
Aspek penting pada akustik masjid, bagi Joko Sarwono, bisa dilihat dalam 3 perihal yakni, arah sumber suara, ruangan buat percakapan, serta ruangan buat ibadah. Arah sumber suara penting sebab untuk menambah kekhidmatan beribadah. Dikala wajah menghadap ke kiblat, suara pula harusnya berasal dari arah imam. Dengan demikian, pengaturan tata suara di dalam masjid sangat penting.
” Manusia itu pada umumnya multymodal perceptor, ia mempersepsi suatu itu bersumber pada kabar yang diterima mata, diterima kulit, hidung serta kuping secara berimbang. Jika terdapat salah satu yang terganggu, hingga umumnya persepsinya akan terganggu. Terkait dengan masjid, karena sifatnya digunakan untuk ibadah seharusnya dari mata sudah khusu, hidung khusu, kulit khusu, akan tetapi mendengar suara jadi tidak khusu, makanya tidak boleh menyepelekan ( tata suara) wajib diberi perhatian lebih,” ucapnya.
Visual asal tampil
Dunia videografi sudah masuk masjid kita, setiap ceramah seringkali dilakukan perekaman atau bahkan live disosial media, baik facebook maupun youtube bahkan instagram mulai dijamah takmir masjid. Fenomena baik ini perlu dipersiapkan dengan matang, jangan asal tayang. Seringkali kita melihat takmir masjid atau aktifis masjid yang melakukan siaran langsung dari handphonenya. dengan bantuan tripod ringkih live pengajian disiarkan.
Visual baik kegiatan masjid merupakan keharusan diera digital sekarang ini, takmir tisak boleh hanya ala kadar yang penting tayang youtube, kwalitas gambar dan suara dikesampingkan.
Mengesampingkan kwalitas suara dan gambar dalam berdakwah digital menunjukkan jati diri pengelolah masjid itu sendiri. Ketika sudah memberanikan diri untuk masuk dunia digital takmir masjid tidak boleh setengah-setengah. Anggaran alat dan koneksi internet sudah harus menjadi perioritas belanja anggaran.
Tidak adanya dana tidak boleh menjadi alasan untuk tidak membenahi kwalitas pelayanan di masjid. Bukankah banyak cara untuk mendapatkan dana guna pemenuhan pelayanan prima jamaah. Galang Donasi satu diantaranya yang isa dilakukan.
Memang tidak semua Masjid menomor duakan Audio visual, ada beberap masjid yang serius dengan kebutuhan audio visualnya. Mereka menganggarkan alat dan menyiapkan sumberdaya manusianya untuk menseriusi dakwah digital. Setiap kali kegiatan dakwah di Masjid selalu terlihat bagus visual dan suaranya, sehingga jamaah virtual menikmati dan mendapatkan manfaat.
Bahkan kini beberapa ustad yang sering melakukan rihlah dakwah membawa tim khusus untuk urusan multimedianya. Ustad ini yakin semakin bagus dakwah baik isi maupun konten visual, maka jangkauan dan efek dakwahnya akan semakin besar. Keseriusan dakwah multimedia ini banyak kita saksikan di channel-cahnnel sosial media ustad kelompok Salafi.
Selain alat yang mumpuni, takmir masjid juga harusmenyiapkan sumberdaya manusia yang mumpuni juga, dibanyak kasus, peralatan audio dan videonya sudah mumpuni, namun operatornya tidak memahami alat. Bahkan ada takmir masjid yang melarang operator untuk menyentuh alat tersebut karena sudah disetting oleh teknisi alatnya. Bukankah setiap ustad yang ceramah mempunyai tone suara dan ukuran tubuh yang berbeda, sehingga setiap ustad harus disesuaikan dengan setelahn yang berbeda pula.
Mengeluarkan anggaran besar untuk pembangunan masjid dengan arsitektur yang wah, namun mengesampingkan kenyamanan jamaah karena audio dan video yang ada malah merusak pendengaran dan penglihatan jamaah adalah kesia-siaan belakah. Bukankah kita membangun rumah Allah itu juga untuk manusia yang ada didalamnya.