Menu

Mode Gelap
UIN Bandung Berkomitmen Tingkatkan Kualitas Pembimbing Haji dan Umrah Gamelan Purbalaras, Menyusuri Harmoni Alat Musik Tradisional Sunda di Kota Bandung Kembali ke Buku: Pentingnya Literasi di Era Media Sosial Parenting: Upaya Mengelola Sikap Anak dan Remaja Ini Penjelasan Konsep Pendidikan Islami Menurut Kaprodi PAI UM Bandung

Muhammadiyah or id WIB

Sejarah Gerakan Perempuan Muhammadiyah dan Lahirnya ‘Aisyiyah


 Sejarah Gerakan Perempuan Muhammadiyah dan Lahirnya ‘Aisyiyah Perbesar

‘Aisyiyah didirikan pada 27 Rajab 1335 H/19 Mei 1917 dalam perhelatan akbar nan meriah bertepatan dengan momen Isra Mi’raj Nabi Muhammad. Embrio berdirinya ‘Aisyiyah telah dimulai sejak diadakannya perkumpulan Sapa Tresna di tahun 1914, yaitu perkumpulan gadis-gadis terdidik di sekitar Kauman. 

Kiai Haji Ahmad Dahlan sejak awal mendorong perempuan untuk menempuh pendidikan, baik di pendidikan formal umum maupun keagamaan. Berbeda dengan konstruksi sosial saat itu menyatakan bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan secara formal. Tapi sebaliknya, Dahlan mendorong anak gadis rekannya atau saudara teman-temannya untuk bersekolah. Para gadis inilah yang kemudian mengenyam pengkaderan ala Dahlan juga temannya, serta Siti Walidah atau Nyai Dahlan.

Awal Berdirinya ‘Aisyiyah 

Pendirian ‘Aisyiyah diawali dengan pertemuan yang digelar di rumah Kiai Dahlan pada 1917, yang dihadiri K.H. Dahlan, K.H. Fachrodin, K.H. Mochtar, Ki Bagus Hadikusumo, bersama enam gadis kader Dahlan, yaitu Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadingah, dan Siti Badilah. Pertemuan tersebut memutuskan berdirinya organisasi perempuan Muhammadiyah, dan disepakati nama ‘Aisyiyah yang diajukan K.H. Fachrodin.

Nama itu terinspirasi dari istri nabi Muhammad, yaitu ‘Aisyah yang dikenal cerdas dan mumpuni. Jika Muhammadiyah berarti pengikut nabi Muhammad, maka Aisyiyah bermakna pengikut ‘Aisyah. Keduanya merupakan pasangan serasi dalam berdakwah, seperti figur Muhammad dan ‘Aisyah, bahwa Aisyiyah akan berjuang berdampingan bersama Muhammadiyah. Harapannya, profil Aisyah juga menjadi profil orang-orang Aisyiyah.

Pesan Kiai Dahlan pada ‘Aisyiyah 

Dahlan pun pernah berpesan pada sahabat dan muridnya supaya berhati-hati dengan urusan ‘Aisyiyah. Jika bisa membimbing, insya Allah ‘Aisyiyah akan menjadi teman setia dalam perjuangan persyarikatan Muhammadiyah. 

Sembilan perempuan terpilih sebagai sang pemula kepemimpinan perdana ‘Aisyiyah. Siti Bariyah mendapatkan amanah sebagai Ketua pertama ‘Aisyiyah. Sementara delapan pengurus yang lain, yaitu: Siti Badilah sebagai Sekretaris; Siti Aminah sebagai Bendahara; Ny. H. Abdullah, Ny. Fatimah Wasaal, Siti Dalalah, Siti Wadingah, Siti Dawimah, Siti Busyro sebagai Pembantu.

Terpilihnya Siti Bariyah, salah satu kader terbaik Dahlan merupakan bukti kaderisasi yang berhasil dari Dahlan, istrinya, juga sahabat dan murid Dahlan. Kebanyakan menyangka bahwa Nyai Dahlan lah pemimpin pertama organisasi Aisyiyah. Istri Ahmad Dahlan itu lebih menjadi profil pembimbing Aisyiyah yang baru seumur jagung.

Landasan Teologis ‘Aisyiyah 

Salah satu ayat yang senantiasa digadang-gadang oleh pegiat ‘Aisyiyah, yaitu: “Kaum Islam laki-laki dan kaum Islam istri sebagian menolong sebagiannya, sama menyeru dengan kebaikan dan melarang daripada kejelekan.” Ayat tersebut menjadi landasan teologis yang mengisyaratkan bahwa kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar tidak memandang jenis kelamin. Di tengah anutan doktrin bahwa “perempuan itu swarga nunut neraka katut” dan perempuan tidak perlu bermasyarakat tapi cukup di rumah saja, ‘Aisyiyah justru menggiatkan diri berdakwah di ruang kemasyarakatan.

Islam Berkemajuan 

Islam yang berkemajuan sebagaimana terlihat dari penafsiran Muhammadiyah-‘Aisyiyah terhadap ayat Al-Qur’an yang tidak membedakan jenis kelamin dalam hal berdakwah, menjadi karakter gerakan Muhammadiyah-‘Aisyiyah.

Paham Islam berkemajuan dan pentingnya pendidikan dan bagi gerakan Muhammadiyah-‘Aisyiyah menghasilkan pembaruan-pembaruan jenis-jenis kegiatan yang dilakukan Muhammadiyah-‘Aisyiyah, seperti merintis berdirinya pendidikan untuk anak usia dini di Indonesia dengan nama Frobel School pada tahun 1919 yang saat ini bernama TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA), pendidikan keaksaraan, pendirian mushola perempuan pada 1922, kongres bayi atau baby show, dan jenis-jenis kegiatan inovatif lain.

Untuk menyebarkan ide-ide secara internal maupun eksternal tentang pembaharuan dan usaha peningkatan derajat kaum perempuan, ‘Aisyiyah menerbitkan majalah organisasi bernama Suara ‘Aisyiyah pada tahun 1926. Dalam sejarahnya, sebagai organisasi perempuan yang berdiri di masa awal pergerakan dan telah memiliki visi persatuan pergerakan perempuan, ‘Aisyiyah berperan aktif dalam penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia I dan memprakarsai berdirinya Kongres Wanita Indonesia (KOWANI).

Saat ini, ‘Aisyiyah telah berusia seabad. Itu berarti perjalanan gerak organisasi sekaligus peran keummatan dan kebangsaan ‘Aisyiyah sudah memasuki usia dua abad. Bukan usia yang pendek bagi keistiqomahan sebuah organisasi. Semangat pembaruan yang berpijak pada paham Islam berkemajuan itu akan tetap menjadi suluh bagi ‘Aisyiyah.

sumber : Web Suara ‘Aisyiyah 

klik sumber berita ini

Artikel ini telah dibaca 44 kali

badge-check

Penulis Berita

Baca Lainnya

Menjelang Pemilu 2024, Haedar Nashir Tegaskan Kembali Pandangan Muhammadiyah tentang Politik

30 September 2023 - 05:34 WIB

Healing Boleh, Tapi Jangan Meninggalkan Salat

29 September 2023 - 15:39 WIB

Mendekatkan Diri kepada Allah Melalui Wisata Halal

29 September 2023 - 13:23 WIB

Membuka Sekam 2023, Agung Danarto: Salat saja Tidak Cukup, juga Peduli Orang Miskin

27 September 2023 - 23:11 WIB

Pesan Haedar Nashir untuk IPM Periode 2023-2025: Rawat Kepribadian Tajdid untuk Bersaing di Era Antroposen 

27 September 2023 - 15:56 WIB

Bangunkan Kesadaran Lumbung Hidup, Haedar Nashir ajak Masyarakat Semangat Menanam

27 September 2023 - 12:35 WIB

Trending di Muhammadiyah or id