Peran perempuan sering kali dinomorduakan. Kurang dianggap penting dan belum diapresiasi secara layak. Sejarah mencatat kota Gresik menyimpan deretan tokoh perempuan. Sebutlah: Fatimah binti Maimun, Waliyah Zaenab Bawean, Nyai Ageng Pinatih, dan Masmundari yang menorehkan nama besarnya dalam sejarah dan peta kebudayaan.
Semesta kebudayaan di Gresik memilliki potensi sarat ketegangan. Benturan gagasan kerap kali menjadi persoalan egosentral. Ini bisa jadi disebabkan oleh minimnya peran perempuan dalam konsep dan aktivitas kebudayaan.
Padahal peran perempuan di wilayah estetika membuka ruangr-ruang yang jarang disentuh di ranah maskulin. Misalnya, tentang kepekaan, kelembutan, rasa, dan detail atau kompleksitas.
Kebudayaan sebagai sistem simbol, terdiri dari berbagai sistem tanda yang kemudian dijadikan konvensi sosial masyarakat. Beragam sistem simbol ini melahirkan ideologi yang bertarung dan memainkan kuasanya. Disinilah peran perempuan bekerja, menciptakan nilai-nilai baik.
Menjaga keseimbangan nilai ideologi yang tumbuh di kota Gresik dengan cara merespon ketimpangan. Diantaranya, akibat industrialisasi. Keterlibatan peran aktif perempuan menjadi alternatif memperamah area kebijakan publik dan wilayah seni budaya.
Salah satu komunitas yang memiliki respon terhadap peran-peran perempuan adalah Yayasan Gang Sebelah. Sebuah Yayasan Nirlaba yang bergerak di ranah Seni, Budaya dan Ekonomi Kreatif, berdomisili di kota Gresik. Dikomandani oleh banyak peran perempuan dan diperkuat oleh talent lelaki yang menjadi penguat pergerakannya.
Di wilayah estetika, Yayasan Gang Sebelah membangun komunitas GresikMovie, Sanggar Teater Intra, dan Perpustakaan Rubamerah, sebagai wadah proses kreatif dan presentasi karya yang dipersembahkan untuk Gresik.
Melalui Kedai Kopi Gresiknesia, Yayasan Gang Sebelah membuka ruang-ruang alternatif bagi diskusi, ekshibisi karya, ruang baca, fasilitas pengaryaan, dan ekonomi kreatif.
Meniatkan Gresiknesia sebagai area lalu lintas pikiran, ide-ide, maupun pusaran energi kreatif, memfungsikan diri sebagai rumah singgah bagi para pelaku kebudayaan dari kota lain yang berkunjung ke Gresik.
Maka, ketika tiga perempuan: Hidayatun Nikmah, Ayuningtyas M.R., dan Dewi Nastiti mencetuskan gagasan untuk mendokumentasikan karya Masmundari sang Maestro perempuan di bidang senirupa dalam museum visual berbasis website, Yayasan Gang Sebelah merespons dan mendukungnya.
Tim yang dikomandani tiga perempuan ini kemudian mampu membuka kunci-kunci informasi dari berbagai pihak, dan dengan potensi “puan”-nya menghadirkan karya yang estetik.
Museum sebagai penyedia data yang menyimpan kekayaan narasi-narasi realitas masyarakat Gresik, tentu dibutuhkan keterlibatan banyak pihak. Pihak yang memiliki kesadaran tinggi kepada visi, misi, dan strategi kebudayaan.
Museum Masmundari merupakan representasi dari kepedulian Yayasan Gang Sebelah terhadap aset kebudayaan Gresik yang diciptakan oleh perempuan. Bisa diakses di internet : “Museum Digital Masmundari”.
Tidak hanya itu, kembali perempuan-perempuan ini ditambah personil Qoonita Rizka menggawangi projek film dokumenter dan Audio book Maestro seni tradisi Mocopat Gresik, mbak Mat Kauli. Satu-satunya penembang mocopat gagrak Gresik yang berusia 92 tahun.
Kerja-kerja dokumentasi film karya terutama Audio Book berisi suara tembang dan naskah manuskrip mbah Mat Kauli ini diharapkan mampu memperpanjang usia tembang atau puisi Jawa ini sampai pada generasi berkelanjutan. Dan ditangan perempuan, produksi semacam ini memiliki sisi lain yang lebih inklusif.
Potret Kota Gresik yang sarat industrialisasi dan kurang ramah terhadap kegiatan kebudayaan, perlahan dikikis dengan upaya dan peran perempuan dalam kerja-kerja panjang demi mewujudkan gagasan tentang kota yang diimpikan bersama. Sebab, kota manusia adalah kota yang memberi rasa nyaman, menawarkan kondisi, dan tatanan yang lebih baik. Dan tentunya, mampu bersinergi dengan penghuninya. Semoga.
Penulis :
Dewi Musdalifah
Ketua LSBO PDM Gresik
Pembina Yayasan Gang Sebelah.