Dakwah bagi Muhammadiyah merupakan aktivitas pengamalan risalah Islam yang berkemajuan. Termasuk di dalamnya adalah untuk mewujudkan misi rahmatan lil ‘alamin itu dengan beragam kontribusi di bidang pendidikan, pelayanan sosial, kesehatan, ekonomi, dan lain sebagainya. Dakwah tidak berhenti di strategi lisan, tapi harus dituntaskan melalui tindakan-tindakan yang taktis, terukur, dan berdampak sesuai level sasaran.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Informasi dan Komunikasi, KH Masduki Baidlowi, pada suatu kesempatan mengatakan bahwa Islam harus dibungkus secara gaul, artinya produk dakwah atau penyampaian narasi baik keagamaan harus sampai dan mudah diterima generasi muda. Maduki melihat, kencederungan metode dakwah saat ini masih didominasi cara-cara lama dan hanya mampu dipahami oleh kalangan tua padahal menurut data dari bps.co.id jumlah penduduk yang mendominasi Indonesia saat ini adalah generasi millennial sebesar 24,9 % dan generasi Z sebesar 27,9%.
Termasuk dakwah melalui Seni, Budaya dan Olahraga. Pemilihan dakwah melalui seni dan budaya karena kedua entitas tersebut tidak bisa dilepaskan dari masyarakat, para generasi millennial dan generasi Z saat ini lebih banyak berkecimpung dalam bidang seni budaya dan olahraga. Salah satu sarana kesenian yang dapat digunakan sebagai sarana dakwah yang dapat mencakup kalangan anak muda adalah Ludruk.
Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang digelar di sebuah panggung yang mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya. Ludruk diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik. Dialog atau monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Jawa.
Bahasa lugas yang digunakan dalam ludruk dibuat mudah diserap oleh kalangan umum.
Pada umumnya ludruk dibuka dengan tandhakan seperti tari remo atau beskalan. Yang khas juga adanya jula-juli, yakni dengan mendendangkan parikan (pantun) dan kidungan (lagu) yang berisi tentang keadaan dalam masyarakat sosial, atau permasalahan sosial yang sedang hangat diperbincangkan sesuai dengan judul dan tema yang akan diusung dalam pertunjukan rencana tersebut.
Inilah yang coba ditampilkan oleh grup Ludruk Sinar Pesisir (SP) Gresik. Grup ludruk ini dikelola oleh Majelis Pendidikan Kader, Olahraga, dan Seni Pimpinan Cabang Muhammadiyah (MPKOS PCM) Gresik ini.
Pelatih karawitan Ludruk SP Rijal Faris Zahid menyampaikan bahwa Ludruk SP yang dibentuk pada 25 September 2023 ini telah memiliki 48 anggota. Latihan rutinnya dilakukan di aula dan ruang karawitan SD Muhammadiyah Kompleks Gresik (SD Mugres).
“Tujuan utamanya adalah membawa misi dakwah kultural melalui seni tradisi ludruk,” ungkap Rijal.
Pemuda yang juga anggota LSBO PDM Gresik ini menambahkan, Ludruk SP sempat menggelar pementasan perdana dengan lakon Sarip Tambak Oso pada awal Maret 2024 lalu di Perguruan Muhammadiyah Gresik, Jalan KH Kholil 90 Gresik. Pementasan yang dihadiri oleh 300 lebih penonton ini menampilkan sajian komplek, lengkap dengan karawitannya.
“Kami melihat terdapat perubahan yang terjadi di masyarakat akibat arus budaya yang masuk di wilayah Gresik. Kami sebagai warga Muhammadiyah mencoba untuk masuk ke dalam ranah dakwah untuk memberikan warna dan penyegaran melalui kesenian tradisional seperti ludruk,” tandas Rijal.
Kenapa ludruk? Rijal yang lulusan Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya ini menyatakan bahwa ia dan rekan-rekannya belum mempunyai kemampuan berdakwah seperti para kyai atau ustadz, yang dapat berceramah dari mimbar ke mimbar, dari majelis ke majelis, dari masjid ke masjid.”Kebetulan passion kami mbanyol (komedi) dan karawitan. Jadi kami gunakan passion kami untuk menebar nasihat kebaikan. Selain juga sekaligus untuk melestarikan budaya,” pungkasnya.
Dewi Musdalifah Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik pada suatu kesempatan mengatakan “apa yang dirintis oleh grup Ludruk Sinar pesisir ini merupakan hal yang positif dan harus kita dorong untuk terus berkarya melalui seni karena dakwah Muhammadiyah saat ini dapat dilakukan melalui media apapun termasuk seni budaya sehingga Muhammadiyah dapat melepaskan diri dari stigma ekslusif di masyarakat”. “Para pemain nya pun merupakan pemuda Muhammadiyah yang berkarya di beberapa amal usaha Muhammadiyah (AUM) yang berada di perguruan Muhammadiyah Gresik sehingga ini dapat menjadi inspirasi bagi lembaga Muhammadiyah di kabupaten yang lain sebagai bentuk era baru arah kebudayaan Muhammadiyah”.
Hal yang sama juga di sampaikan oleh M. Toha Mahsun SAg MPdI MHES selaku Ketua PDM Kab Gresik ketika memberikan sambutan di acara rapat koordinasi dan halal bihalal yang di adakan LSBO Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur. Dalam pandangan Beliau “Ludruk Sinar Pesisir ini setara dengan Ustad yang ceramah di khotbah Jum’at, materi yang di sampaikan langsung yang terjadi di masyarakat sehingga ini penting posisi Muhammadiyah untuk masuk memberikan penyegaran melalui kesenian pun dapat digunakan untuk berdakwah”.
Mengutip juga pernyataan Prof Dr Biyanto MAg Sekertaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah PWM Jawa Timur pada suatu kesempatan menyatakan sebagai aktivis Muhammadiyah haruslah Luas dan Luwes dalam berdakwah, sehingga dakwah nya dapat masuk kedalam sendi atau rongga yang terdalam di masyarakat, Karena pada dasarnya Muhammadiyah merupakan gerakan berkemajuan.
Dikutip dari Jurnal Pendidikan Seni, Vol 1. No. 1, Juni tahun 2018, tentang kajian seni dan budaya dalam perspektif Muhammadiyah,
kajian yang dimaksud bertujuan untuk lebih memberikan keyakinan dan ketenangan bagi pendidik dan pelaku seni untuk dapat menjadikan kemampuan dan keahliannya sebagai sarana dakwah amar ma`ruf nahi munkar, serta memberikan motivasi untuk lebih kreatif dalam berkarya dan adaptif.
Dengan perubahan zaman yang serba cepat (speed), berubah mendadak (suddent change) dan tidak bersahabat dengan yang lambat (unfriendly with slowly), dan tetap menjadikan Al-Quran dan hadits sebagai dasar dalam berkesenian dan berbudaya. Kajian perspektif Muhammadiyah dalam seni dan budaya didasarkan pada konsensus bersama yang berlaku umum, sebagaimana tertuang dalam hasil putusan muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta berupa Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah (PHIWM). (*)
Penulis: Bening Satria Prawita Diharja