Idealnya, demokrasi adalah sistem yang memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih pemimpin mereka secara adil dan terbuka. Namun, apa yang terjadi ketika hanya ada satu calon pasangan yang maju dalam pemilihan daerah (pilkada) secara serentak tahun 2024 termasuk Kabupaten Gresik.
Apakah ini mencerminkan demokrasi yang sehat, atau justru menjadi tanda kemunduran?. Karena dalam kontestasi politik hanya satu pasangan calon dan wakil bupati.
Berdasarkan Keputusan Nomor 1594 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Gresik Tahun 2024, maka KPU Gresik menetapkan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Gresik Tahun 2024 atas nama: Fandi Akhmad Yani sebagai Calon Bupati dan dr Asluchul Alif sebagai Calon Wakil Bupati Gresik.
Sistem demokrasi dengan hanya satu calon pasangan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) menimbulkan berbagai tantangan terhadap prinsip dasar demokrasi, yang seharusnya memberikan pilihan dan kompetisi yang sehat bagi masyarakat.
Selain itu juga memiliki beberapa dampak yang signifikan terhadap sistem demokrasi, baik secara politik, sosial, maupun dalam hal partisipasi masyarakat. Meskipun diatur secara legal dalam undang-undang, fenomena ini bisa menimbulkan tantangan yang berpotensi merusak esensi demokrasi itu sendiri.
Ketika hanya ada satu pasangan calon, esensi dari Pilkada, yaitu kebebasan memilih, menjadi kabur. Pilihan yang semestinya terbuka untuk warga Gresik menjadi terbatas. Bukan tidak mungkin, situasi ini menciptakan kesan bahwa demokrasi telah dikebiri oleh berbagai kepentingan politik.
Apakah ini murni karena minimnya tokoh alternatif yang berani maju, atau ada faktor lain seperti dominasi kekuasaan dan pengaruh politik yang membuat calon-calon potensial enggan bertarung? Hal ini juga mengundang berbagai pertanyaan tentang masa depan demokrasi di tingkat lokal.
Fenomena ini juga dapat mengancam prinsip check and balance dalam pemerintahan setempat. Dengan hanya satu pasangan calon, tidak ada mekanisme yang efektif untuk menantang gagasan dan kebijakan yang ditawarkan.
Proses pemilihan bisa berubah menjadi sekadar formalitas, di mana pemenang sudah bisa diprediksi jauh sebelum pemungutan suara dilakukan. Padahal, kompetisi sehat dalam politik adalah salah satu pilar penting yang menjaga agar pemimpin selalu berpikir dan bertindak demi kepentingan rakyat.
Bukan hanya itu, monopoli kekuasaan juga bisa mengarah pada praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), yang tentu menjadi ancaman besar bagi kesejahteraan masyarakat. Tanpa adanya persaingan, transparansi dan akuntabilitas pemimpin bisa terganggu.
Dalam demokrasi, lebih dari sekadar siapa yang menang, yang paling penting adalah proses dan pilihan. Jika hanya ada satu pilihan, maka yang kita pertaruhkan bukan hanya hasil pemilukada, tetapi juga masa depan demokrasi itu sendiri.
Adapun dampak negatif Pilkada di kabupaten Gresik ketika hanya satu pasang akan dapat melemahkan demokrasi. Kehadiran pasangan calon tunggal bisa menandakan kurangnya kompetisi politik, sehingga dapat mengurangi semangat demokrasi dan memberikan kesan bahwa ada monopoli kekuasaan karena lemahnya oposisi.
Calon tunggal juga mempengaruhi keterbatasan pemilih, karena mereka dihadapkan pada satu pilihan, yang berarti mereka tidak memiliki opsi lain untuk memilih kandidat yang mungkin lebih mewakili aspirasi mereka. Situasi ini menyebabkan tingkat partisipasi pemilih yang rendah.
Kemudian terjadi risiko akumulasi kekuasaan pada satu pihak atau kelompok, yang bisa mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan dan kurangnya akuntabilitas.
Disamping itu akan menimbulkan apatisme untuk pemilih. Sebab dengan satu calon pasang calon Bupati dan Wakil Bupati, pemilih merasa bahwa hasil pemilihan sudah pasti, yang dapat memicu apatisme atau kurangnya minat dalam berpartisipasi dalam pemilukada.
Penulis: Nurkhan