Al-Quran dan Kehidupan Umat Islam

Oleh: Prof Dr H Dadang Kahmad MSi, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah

BANDUNGMU.COM — Al-Quran dalam pandangan dan keyakinan umat Islam adalah wahyu Allah SWT sumber kebenaran dan mutlak benarnya. Statusnya adalah dalam posisi sangat kuat dalam keberagamaan dan pedoman kehidupan umat Islam.

Namun, kebenaran mutlak dan kekuatannya itu tidak akan tampak manakala Al-Quran tidak berinteraksi dengan realitas sosial. Atau Al-Quran tidak akan tampak kebenarannya jika tidak dibumikan, yaitu dibaca, dipahami, dan diamalkan oleh para penganutnya.

Banyak orang Islam yang hanya pandai membaca Al-Quran, dibaca berulang-ulang dan diperindah bacaannya. Bahkan diadakan lomba atau musabakah membaca indah Al-Quran.

Menurut saya hal tersebut tidak salah, tetapi mungkin kurang berpengaruh pada kehidupan umat Islam.

Sekali lagi karena sangat sedikit orang yang mengamalkan Al-Quran di dunia nyata, maka Al-Quran tidak banyak mempengaruhi bagi masyarakat dalam kehidupan. Bagi masyarakat Islam masa kini, Al- Quran hanya jadi pengetahuan, tetapi tidak ada dalam kenyataan.

Berzikir dan berpikir

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda ketika turun ayat 190 dan 191 surah Ali Imran, “Wailul liman qaraaha walam yatafakar fiha”, yang artinya “Celakalah orang yang membacanya, tetapi tidak memikirkan isinya.”

Sabda Nabi SAW tersebut seharusnya menjadi pemicu bagi kaum muslimin untuk memikirkan isi Al-Quran dan mengamalkannya semaksimal kemampuan mereka.

Kalau kita dalami isi surah Ali Imran 190-191 tadi, Allah SWT menghendaki masyarakat Islam itu menggunakan dua potensi kehidupannya yang strategis, yaitu berzikir dan berpikir.

Dua potensi itu diperlukan oleh manusia sekarang untuk berkemampuan beradaptasi dan berinovasi dalam perubahan di berbagai sektor yang sedang terjadi.

Berzikir adalah melahirkan kemampuan soft skill dan berpikir melahirkan hard skill. Berdzikir melahirkan kepribadian matang yang dibentuk dari kedalaman spiritualisme.

Adapun berpikir melahirkan keterampilan untuk membekali diri dalam kehidupan, yakni berinovasi yang melahirkan peralatan baru yang diperlukan untuk mengembangkan kehidupan.

Oleh karena itu, diduga ketertinggalan umat Islam dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan juga ketertinggalan dalam kemajuan kehidupan duniawi sekarang ini lebih banyak diakibatkan oleh karena tidak menggunakan akal pikiran secara maksimal.

Umat Islam lebih banyak menjadi konsumen dari produk orang lain sehingga untuk memenuhi kebutuhan peralatan hidup mereka impor dari produser nonmuslim.

Impor dari mulai kebutuhan primer yakni berupa bahan makanan sampai kebutuhan peralatan penting dan kebutuhan perlengkapan untuk bersenang-senang.

Muhammadiyah sejak awal didirikan telah mempelopori pempribumian Al-Quran, yakni banyak ayat Al-Quran yang dipikirkan, dipahami, dan diamalkan dalam kehidupan nyata.

Sebagaimana kisah yang sering diulang tentang KH Ahmad Dahlan mengajarkan surah Al-Ma’un berulang-ulang dan menyuruh muridnya mengamalkannya.

Sudah 100 tahun lebih Muhammadiyah mengamalkan sebagian ayat-ayat Al-Quran walaupun belum maksimal, masih sebatas sektor pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan ekonomi.

Insyaallah Muhammadiyah ke depan diharapkan lebih memperluas lagi pengamalan Al-Quran yang bertumpu pada pengembangan potensi pikir sehingga melebar ke sektor lain dalam kehidupan.

Misalnya berbagai riset yang menciptakan peralatan baru sehingga mampu memproduksi barang-barang yang bernilai tinggi dan rumit yang dibutuhkan oleh umat manusia masa kini dan mendatang.***

___

Sumber: Majalah “SM” edisi 01

Editor: FA/MPAF



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author