Oleh: Ace Somantri, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung
BANDUNGMU.COM — Sekira 14 abad yang lalu, wahyu pertama turun ke bumi melalui malaikat kepada Rasulullah SAW. Wahyu tersebut merupakan ajaran suci yang diperuntukkan untuk seluruh umat manusia.
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu. Makna kalimat yang termaktub dalam QS Al-‘Alaq menegaskan hal ihwal wajibnya berpendidikan.
Ayat suci bak mutiara dalam bentuk lain karena dengan ayat itu semua manusia dapat hidup sepanjang masa. Nilainya tidak dapat diukur oleh angka nominal.
Secara substansi makna ayat dapat menjadi sebuah harta yang tak ternilai harganya. Manusia memiliki kemampuan mengungkap makna dari ayat itu.
Bukan hanya mampu menjual dan membeli segala kebutuhan hidup, melainkan mampu mengubah keadaan jahiliyah menjadi sebuah peradaban.
Peristiwa perubahan jahiliyah menjadi peradaban telah dibuktikan Rasulullah SAW. Kampung atau desa Yatsrib diubah menjadi kota peradaban yang dikenal dengan Madinah Al-Munawarah.
Itu semua diawali dengan gerakan pembebasan buta huruf dan buta aksara yang dilakukan Rasulullah SAW bersama para sahabat setia atas dasar ayat tersebut di atas.
Manusia kala itu, memiliki kemampuan membaca berbagai hal ihwal yang terjadi dalam kehidupan manusia, baik itu yang berkenaan dengan yang ada dalam dirinya maupun yang terjadi di luar dirinya.
Wahyu pertama menjadi isyarat mutlak bahwa pendidikan wajib hukumnya bagi setiap manusia di muka bumi alam semesta. Hal itu menjadi bagian dari penegakan ajaran Islam.
Soal ijazah
Fenomena hari ini menjadi perhatian publik cukup ramai diperbincangkan mengenai hal ihwal tentang ijazah dan pendidikan. Kasus demi kasus muncul di permukaan tentang ijazah palsu.
Kepalsuannya bukan fisik ijazahnya, melainkan prosesnya tidak sesuai dengan seharusnya yang menjadi ketentuan dalam aturan pendidikan.
Oleh karena itu, siapa pun yang melakukan pelanggaran akan mendapatkan sanksi yang telah ditentukan, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
Belum lama sempat beredar pernyataan Menaker RI yang dikutip Id Times bahwa ijazah bukan satu-satunya hal yang penting untuk memperoleh pekerjaan.
Dalam perspektif khusus, pernyataan tersebut bisa dikatakan benar. Namun, ketika bicara konteks lain lebih yang lebih komprehensif, hal tersebut tidak dibenarkan juga karena bertentangan dengan kaidah pendidikan, khususnya di Indonesia.
Benar adanya dan banyak fakta ketika dalam dunia kerja apalagi dunia usaha wiraswasta ketentuan ijazah tidak wajib mutlak. Perkara yang wajib adalah soal kemauan dan kemampuan berusaha untuk mengerjakan sesuatu sesuai keahlian yang di miliki.
Pertanyaaanya, keahlian yang dimiliki didapat dari mana? Bisa jadi didapat dari pengalaman langsung secara otodidak belajar dari hasil kerja panca inderanya.
Hal itu boleh dan sah sebagai media untuk mendapatkan wawasan dan keilmuan base on praktic. Paling hal yang membedakan adalah proses cara dan metodologinya serta jenis tahapannya untuk mendapatkan ilmu.
Dalam dunia pendidikan tinggi dikenal dengan pendekatan teoretis dan praktis. Kelemahan dan kelebihan disesuaikan pada objek dan kajian masalahnya.
Hanya faktanya bahwa kajian teoretis seakan-akan menjadi menara gading. Sementara kajian praktis lebih realistis, tetapi mitigasi resiko relatif lemah.
Itulah pentingnya ada pendekatan mix methode dalam pendekatan sebuah keilmuan. Ada proses pengujian teoretis dan praktis secara terpadu.
Pun sama ketika mengambil makna nash, baik dari Al-Quran maupun As-Sunnah harus ada kajian pendekatan teoretis base on teks yang dikenal istilah bayani. Kemudian ada juga kajian pendekatan praktis base on konteks yang dikenal istilah pendekatan burhani.
Selanjutnya nilai makna guna dan manfaat sangat bervariatif, bergantung pada siapa sebagai objek dan subjek penerima. Apakah untuk individu atau kelompok masyarakat dalam sebuah komunitas.
Pasalnya sangat mungkin menjadi relatif tingkat kebaikan dan kebenarannya sehingga di sini membutuhkan penilaian objektif pada makam nalar tingkat tinggi dengan pendekatan intuisi base on ahlaki dan ihsani yang dikenal pendekatan irfani.
Berilmu
Ada yang paling penting di antara dua pilihan antara ilmu atau ijazah. Apa pun alasannya yang diwajibkan bagi umat manusia memiliki keilmuan. Dengan ilmu, maka segala hal permasalahan cepat terurai, lama-lama menjadi ahli dan pakar.
Ijazah bukan menjadi syarat, melainkan sertifikasi dan legalitas sebuah hasil proses yang sudah didapat dari sebuah kelembagaan pendidikan.
Menjadi catatan sangat penting bagi pengelola amal usaha pendidikan untuk mengubah kompetensi lulusan yang sebelumnya ketecapaian hanya berhenti pada nilai angka yang subjektif. Sejatinya saat ini lulusan harus memiliki kemampuan utama analis-praktis yang lebih rasional, logis, dan objektif.***