Belajar Kepada AUM Muhammadiyah Jawa Timur

Oleh: Ace Somantri, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung

BANDUNGMU.COM — Tidak asing di telinga, Muhammadiyah di berbagai kota dan kabupaten di Jawa Timur para aktivis Muhammadiyah selalu beraktivitas lembur.

Waktu untuk beramal sholeh nyaris tidak libur walaupun tiap pekan ada waktu untuk berlibur. Padahal di Jawa Timur berpenduduk banyak masyarakat muslim yang berlatar belakang paham keagamaan dalam Islam lebih dekat dengan ormas Islam besar Nahdliyin.

Entah apa strateginya, sejak Universitas Muhammadiyah Malang go publik menjadi ikon Muhammadiyah Jawa Timur, bahkan kadang-kadang pada momen tertentu sering menjadi ikon Muhammadiyah di Indonesia.

Luar biasa memang aktivis Muhammadiyah, baik pimpinan wilayah, daerah, cabang, maupun rantingnya. Termasuk organisasi otonomnya pun tidak ketinggal menjadi penyokong gerakan syiar Muhammadiyah berbagai bidang dalam kegiatan yang diselenggarakan.

Bahu membahu bersama, tanpa ada rasa paling luar biasa, melainkan sama-sama bergerak berusaha untuk mecapai cita-cita yang telah dirumuskan dan ditentukan bersama.

Almarhum Buya Syafii Maarif pernah berujar bahwa seandainya pimpinan pusat dikudeta, maka serahkanlah pimpinan pusat kepada pimpinan dan aktivis Muhammadiyah Jawa Timur.

Bukan soal gelar

Buya Syafii Maarif berkata seperti itu bukan tanpa dasar, melainkan karena merasakan denyut nadi kebersamaan bergerak memajukan Muhammadiyah tanpa lelah apalagi putus asa.

Menempatkan pimpinan persyarikatan benar-benar berorientasi pada kesungguhan, bukan pada selera. Siapa pun mereka ketika memenuhi kriteria, teruji, dan terbukti memiliki track record baik, dia diberikan kesempatan untuk menerima dan membawa amanah tanpa rekayasa.

Suatu ketika ada peristiwa pergantian Rektor UMM dari Prof Dr Muhadjir Effendy MAP kepada H Fauzan MPd.

Saat itu mungkin terlintas di benak kenapa puncak pimpinan universitas yang sangat besar dan sudah pasti banyak guru besar, jabatanya rektor diberikan kepada orang yang masih bergelar magister?

Banyak orang yang bertanya-tanya kenapa hal itu terjadi. Namun, itulah tradisi Muhammadiyah yang sebenarnya yang tidak melihat status gelar semata.

Yakin keputusan itu bukan karena selera, melainkan ada fatsun pada aturan main dan ketentuan perguruan tinggi Muhammadiyah.

Diterima ataupun tidak, kadang-kadang dalam tradisi masyarakat kita untuk menjadi puncuk pimpinan amal usaha harus berstatus sosial yang memiliki label dan brand sesuai selera dan enak dipandang mata.

Menginspirasi dan memberi

Belum lama beberapa hari yang lalu, warga Muhammadiyah Indonesia mendapat informasi yang mengispirasi.

Dalam rapimwil PWM Jawa Timur ada pemberian sumbangan secara terbuka dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur sebesar 1 miliar rupiah untuk pelaksanaan hajat besar Mukatamar ke 48 di Solo – Jawa Tengah.

Hal tersebut menandakan bahwa PWM Jawa Timur memiliki dana persyarikatam lebih. Ratusan amal usaha bertaburan di berbagai pelosok daerah, cabang, dan ranting.

Kita sangat yakin mereka memiliki kemampuan dalam mengakselerasi pundi-pundi keuangan untuk gerakan dakwah dan mengembangkan amal usaha yang lebih banyak dan produktif.

Sependek yang diketahui, amal usaha Muhammadiyah Jawa Timur hampir ada di berbagai daerah, cabang, dan ranting yang memang makmur.

UMM tidak kepalang makmur. Konon kabarnya universitas memiliki usaha yang menggurita seperti corporate sebuah industri waralaba.

Komitmen bersama

Hal itu semua bukan seketika ada, melainkan hasil komitmen bersama dalam menjaga dan mengembangkan amal usaha sehingga kesejahteraan pun diterima oleh siapa saja yang berkerja.

Pimpinan wilayah lain harus belajar pada mereka. Bukan untuk menyerupai seperti mereka karena kondisi, situasi, dan area tentu saja berbeda.

Hal yang harus ditiru dan diamati adalah spirit dan motivasi kuat untuk mengakselerasi potensi yang dimiliki.

Setiap wilayah dan daerah sangat berbeda karakternya. Namun, ajaran dan ideologinya sama yaitu dari Al-Quran dan As Sunnah. Wallahualam.***




sumber berita ini dari bandungmu.com

Author