Bergerak atau Diam Tertindas – bandungmu.com

banner 468x60

Oleh: Ace Somantri, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung

BANDUNGMU.COM — Hiruk pikuk kehidupan manusia, kadang-kadang tidak terasa menjemukan. Siapa pun mereka akan merasakan hal yang sama, baik itu kaya raya maupun yang miskin.

Karena yang kaya kadang-kadang merasa bosan dengan kekayaanya sehingga mereka sering sekali mendatangi tempat dan lokasi pegunungan dan persawahan sambil menikmati makan dengan penuh rasa syukur. Seperti halnya orang-orang miskin di pinggir sawah perkampungan dan kaki gunung-gunung yang menjulang tinggi.

Sebaliknya yang miskin bosan dengan kemiskinannya, sekali punya uang ingin berkunjung ke kota-kota di mana mal pencakar langit sambil memilih fashion dan food yang sulit ditemukan di pinggir sawah dan kaki gunung tempat mereka tinggal.

Begitulah keadaan dua sekelompok orang yang berbeda. Namun, pada satu sisi mereka sama dalam hal substansi yang menjemukan sekalipun objeknya berbeda satu dengan yang lainnya.

Secara kasatmata visualistik, sering muncul ungkapan kata dan kalimat setiap individu masing-masing orang berbagai latar belakang profesi saling menuduh berprasangka satu dengan yang lainnya.

Di antara yang diprasangkakan yakni saling memandang pada seseorang yang menganggap paling sejahtera dan bahagia. Segala sesuatu asal mau langsung ada di hadapanya.

Sementara yang satu memandang yang lainnya bahwa mereka tidur nyenyak terlelap walaupun beralaskan tikar dan kerumunan sambil digigit nyamuk.

Apalagi membayangkan ketika makan di saung kecil pinggir sawah seadanya terlihat lahap nan menggoda walaupun hanya lauk pauk ikan asin teri disertai sambel lalap. Itu pun mengambil langsung pada liarnya ilalang di sekitar tanpa takut higienitas yang tidak terjamin.

Beda jauh dengan orang yang selalu protektif pola makan yang terpelihara dengan sanitasi dan higienitas yang berstandar. Food phobia yang bergizi dan bernutrisi berlebihan justru memancing psikologis akan muncul penyakit dalam tubuh.

Baik penyakit yang sudah ada akan muncul kembali juga sangat memungkinkan akan datang jenis penyakit baru kapan saja secara tiba-tiba masuk dalam tubuh kita.

Begitulah saling sangka satu dengan yang lainnya. Padahal senyatanya masing-masing memiliki kebahagiaan sesuai dengan kadarnya yang akan membedakan adalah pertanggungjawabannya.

Saat ini, salah satu dari sekian banyak faktor kenaikan BBM diakibatkan adanya krisis pangan nasional karena banyak kebutuhan pangan harus diimpor dari luar Indonesia.

Konsekuensi kenaikan BBM memicu terjadi inflasi harga-harga bahan pokok pada tingkat nasional hingga daerah. Keberpengaruhan inflasi harga-harga terhadap pola hidup masyarakat semakin terasa.

Bagi orang kaya berpendapatan di atas rata-rata tidak terlalu terasa. Sementara bagi yang pendapatannya pas-pasan sangat terasa perubahan dalam pengendalian pemenuhan bahan pokok.

Persoalannya apakah harus menentang kebijakan yang tidak prorakyat atau kita berinovasi mencari dan menggali potensi untuk mendatangkan materi?

Lantas lebijakan pemerintah yang terus mengelabui kita diam? Padahal Islam memerintahkan sesama muslim yang beriman harus saling mengingatkan akan kebenaran.

Tidak boleh diam karena apabila manusia berdiam tidak bersuara satu kata pun seolah-olah membiarkan keburukan yang sangat mungkin tergolong pembiaran kejahatan. Apabila itu terjadi konsekuensinya harus menanggung beban pertanggung jawaban di hadapan Allah Yang Maha Kuasa.

Apa pun kemampuan yang dimiliki, kita tidak boleh diam seribu bahasa, tetapi semua rakyat harus bergerak sebelum kebijakan selajutnya melibas hingga tanpa sisa.

Akan lebih sakit dan menyakitkan ketika mati dilibas tanpa perlawanan dan akan merasa berharga dan mulia ketika terlibas. Namun, terlebih dahulu memberi gerakan perlawanan.

Pemuda dan mahasiswa, gagasanmu tidak boleh berhenti di meja dan bangku kuliah serta di atas kertas semata. Namun, penamu harus mampu menggores daratan, lautan, dan udara membekas menjadi sejarah peradaban yang didambakan oleh warga dunia.

Pun begitu, Allah SWT akan lebih menyayangi bagi hamba yang senantiasa mengabdi penuh dedikasi tinggi. Banyak di antara teman dan sahabat yang berjibaku pada portopolio yang abai terhadap realitas hidup yang sangat kompleks.

Sentuhan tangan manusia berhati malaikat akan memberikan warna hidup di kala negeri ini sedang ada dalam kemurungan. Minimal memberikan secercah harapan penuh harap nan asa.

Suatu saat akan terasa tidak berharga diri kita dalam hidup dan kehidupan ketika berada dalam suasana euforia yang hanya dalam simbol belaka. Sementara kian hari semakin bertambah persoalan-persoalan hidup.

Diakui atau tidak persoalan tersebut pada akhirnya sebuah omong kosong. Dari suara ke suara, saling bersahutan dalam rangka memberikan penetrasi pada sebuah komunitas masa, berharap semua merasa akan pentingnya satu rasa satu cinta.

Cinta pada bangsa dan negara, bukan memuja pada kepala negara karena sudah mendapat jatah rasa, padahal nyatanya banyak citra.

Merah warna darahku seperti merah warna benderaku semoga menjadi spirit simbol keberanian berkata benar.

Putih tulangku seperti putih warna benderaku semoga menjadi spirit simbol keikhlasan untuk tetap berbuat jujur nan objektif.***




sumber berita ini dari bandungmu.com

Author