Girimu.com — Di Balik Berita Viral; Antara Algoritma, Emosi, dan Keberuntungan — Pernahkah Anda melihat satu berita mendadak muncul di mana-mana? Dari beranda media sosial, grup WhatsApp keluarga, hingga obrolan santai di kafe. Seolah seluruh dunia kompak membicarakannya.
Pertanyaannya: kenapa bisa secepat itu menyebar? Jawabannya, tentu saja, lebih rumit dari sekadar “karena banyak yang membagikan.” Dunia digital punya sistemnya sendiri, dan tak jarang, logikanya tak sepenuhnya logis.
Di balik berita yang viral, ada tiga kekuatan yang bekerja diam-diam: algoritma, emosi, dan momentum.
Pertama, algoritma. Ia ibarat jantung dari media sosial. Prinsipnya sederhana: tampilkan apa yang membuat orang berhenti menggulir. Begitu sebuah konten berhasil memancing perhatian — lewat judul yang tajam, foto yang kontras, atau potongan video yang “mengganggu pola” — mesin langsung bereaksi. Engagement naik: like, komentar, share.
Dan, ketika interaksi meningkat, algoritma menandai konten itu sebagai “relevan”, lalu mendorongnya lebih jauh ke layar orang lain. Sebuah siklus yang bisa berlipat ganda hanya dalam hitungan menit.
Kedua, emosi. Tak ada konten yang benar-benar viral tanpa sentuhan rasa. Orang tidak membagikan berita karena tahu, tapi karena tergerak. Entah karena terharu, marah, tertawa, atau merasa terwakili. Cerita yang menyentuh sisi manusia — yang membuat pembaca berkata, “ini gue banget” — akan lebih mudah menembus kebisingan digital. Itulah mengapa berita sederhana kadang lebih viral daripada laporan investigatif: karena ia bicara dengan hati, bukan hanya dengan data.
Ketiga, momentum. Ini soal waktu dan konteks. Berita yang kemarin terasa biasa bisa meledak besok, hanya karena suasana publik sedang pas. Redaksi yang peka tahu kapan harus “menembak” isu, biasanya saat publik haus akan topik serupa. Di titik inilah, intuisi jurnalis diuji. Menulis naskah memang penting, tapi membaca suhu sosial jauh lebih menentukan.
Namun, di atas semua rumus itu, ada satu faktor yang tak bisa direkayasa: keberuntungan. Kadang semesta digital memilih tanpa alasan. Video pendek dari pinggir jalan bisa menyalip liputan mendalam yang dikerjakan berbulan-bulan. Dunia maya punya gravitasi sendiri — kadang absurd, kadang ajaib — dan tak selalu berpihak pada yang paling serius.
Pada akhirnya, membuat berita viral bukan soal mengakali sistem, tapi memahami manusia. Tentang bagaimana sebuah cerita bisa mengetuk ruang emosi terdalam pembacanya. Di tengah derasnya arus informasi setiap detik, yang bertahan bukanlah yang paling cepat, tapi yang paling terasa.
Dan di situlah, sebenarnya, seni bercerita digital menemukan maknanya, di persimpangan antara logika mesin dan kehangatan manusia.
*) Abdul Rokhim Ashari, guru SD Muhammadiyah 1 Kebomas, Gresik.







