Girimu.com – Empat Kewajiban Pemimpin hal itu diungkapkan Pimpinan Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan KH Drs Abdul Hakam Mubarok Lc MPdI, Ahad (1/10/23).
Dalam materinya di Pengajian bulanan Ahad Pagi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik bertema Nabi Muhammad Teladan Terbaik Pemimpin Rumah Tangga dan Pemimpin Umat di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jln. Raya Permata No 7 Kembangan, Kebomas, Gresik, dia menceritakan kondisi memprihatinkan yang dihadapi oleh Muhammad di waktu kecil.
“Dia ditinggal sang Ayah ketika masih di dalam kandungan. Ketika usia 6 tahun ditinggal pula oleh sang Ibunda. Saat membayangkan seorang bocah usia 6 tahun sudah ditinggal ayah dan ibu yang dicintainya, berapa sedihnya,” ujarnya.
Memasuki usia 12 tahun sang Kakek Abdul Muthalib yang mengasuhnya meninggal dunia pula.
“Hal demikian seperti sengaja disiapkan oleh Allah agar Nabi Muhammad mampu menyelesaikan berbagai persoalan hidup,” tandasnya.
Empat Kewajiban Seorang Pemimpin.
Pertama, Al Ilmu. Pemimpin wajib memiliki ilmu makrifatullah, makrifatunnabi, dan makrifatuddin.
Dia menjelaskan, Makrifatullah adalah ilmu mengenal Allah, yaitu memperkuat akidah atau tauhid kepada Allah. Akidah adalah pondasi bagi setiap muslim.
Nabi Muhammad SAW selama 13 tahun berdakwah di Mekah, menguatkan akidah ini kepada pengikutnya.
“Makrifatunnabi adalah mengetahui tentang perilaku dan sifat-sifat Nabi SAW. Sehingga pemimpin itu ittiba’ (mengikuti) apa yang dicontohkan Rasulullah SAW,” terangnya.
Adapun Makrifatuddin adalah memahami ilmu agama. Memahami agama tentu harus banyak mengaji atau melakukan kajian-kajian agama.
Kedua, Al Amal. Setelah memahami dan mempunyai ilmu, maka seorang pemimpin harus mampu mengamalkan. Mengamalkan kepada dirinya, keluarganya, dan masyarakatnya.
Berakhlak seperti akhlak Rasulullah SAW. Dia mencontohkan, ketika bertemu hendaknya salaman, bahkan kalau perlu saling berangkulan. Salaman bukan hanya ketika hari raya Idul Fitri atau ketika takziyah ke orang mati saja.
Ibarat kebiasaan semut, yaitu selalu bersalaman ketika bertemu dan senang bergotong royong.
“Seyogyanya orang Muhammadiyah juga bisa melakukan seperti itu. Orang kaya harus bisa punya perhatian dan menyantuni kepada yang lemah,” ujarnya.
Apabila bergotong royong seperti itu terus dilakukan, maka akan banyak yang nanti bergabung dengan Muhammadiyah.
Ketiga, Ad Dakwah. Pemimpin harus mampu mengajak orang lain agar sama dengannya. Sehingga ilmu yang dimiliki selain diamalkan, juga harus didakwahkan.
Keempat, Ash Shabru. Pemimpin yang mengajak orang kepada kebaikan sudah pasti banyak tantangannya. Oleh karenanya, seorang pemimpin dituntut untuk menjadi orang yang sabar.
Dia menceritakan pengalamannya mengikuti Raker Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Raker Majelis Tabligh yang menghadirkan Ustadz Adi Hidayat (UAH) itu dihadiri lautan manusia yang memenuhi Auditorium UMS.
Saat itu, UAH mengajak hadirin untuk bangga menunjukkan diri sebagai orang Muhammadiyah.
Dia pun meniru gaya UAH mengajak hadirin untuk meneriakkan, “Muhammadiyah!,” panggilnya.
Serentak para hadirin menjawab, “banyak, banyak, banyak.”
Penulis Kemas Saiful Rizal.