Guru SDMM Belajar Praktik Baik dari Sekolah Ciputra: Tumbuhkan Jiwa Intrapreneur di Sekolah

GIRIMU.COM — Pagi itu, Sabtu, 11 Oktober 2025, pukul 06.00 WIB, udara Gresik terasa lembut dan sejuk ketika saya bersama Kepala SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) serta 51 guru dan tenaga kependidikan berangkat menuju Sekolah Ciputra Surabaya. Dengan semangat belajar yang tinggi, kami mengikuti kegiatan School to School Conference 2025 yang mengusung tema “Cultivating Curiosity: Fostering Innovation in Education.”

Setibanya di kampus Sekolah Ciputra, suasana modern dan tertata rapi langsung menyambut kami. Tepat pukul 08.00 WIB, acara pembukaan dimulai di Hall Ciputra. Dalam sambutannya, Ketua Penyelenggara StS Ciputra 2025 Gatut Samuel, menegaskan, bahwa konferensi ini merupakan wadah berbagi praktik baik untuk menumbuhkan budaya inovasi dan kolaborasi antar sekolah.

Dari 167 ke 17.715 Siswa: Bukti Manajemen Mutu dan Inovasi

Pembicara pertama, Prof Dr Ir Denny Bernardus, MM, Executive Board Ciputra Education, menyampaikan perjalanan luar biasa pertumbuhan lembaga pendidikan yang mereka kelola. Dari hanya 167 murid pada tahun pelajaran 1996/1997, kini Ciputra Edukasi memiliki 17.715 murid di tahun pelajaran 2025/2026.

Kunci keberhasilan itu, kata Prof Denny, terletak pada lima fokus strategis Sekolah Ciputra yang terangkum dalam akronim SOGII: Standarisasi pembelajaran dan fasilitas, Optimalisasi, Growth, Inovasi, dan Investasi.

Ia menegaskan, “Kecepatan dan ketepatan dalam pengambilan keputusan adalah hal krusial bagi seorang pemimpin. Follower hanya mengikuti, tetapi pemimpin adalah pengambil keputusan.”

Sebagai penanggung jawab Quality Assurance (QA) SDMM, saya menangkap pesan ini sangat relevan dengan konteks pengelolaan mutu sekolah. Pengambilan keputusan yang berbasis data, reflektif, dan berani mengambil risiko adalah fondasi bagi sekolah yang ingin terus berkembang.

Prof Denny juga menawarkan konsep quasi-corporate approach dalam manajemen sekolah, yaitu memadukan tanggung jawab sosial pendidikan dengan kultur korporasi yang profesional. Sekolah, menurutnya, adalah lembaga human investment yang perlu dikelola dengan prinsip efisiensi, inovasi, dan keberlanjutan.

Ciputra Edukasi sendiri memiliki 22 Key Performance Index (KPI) dan menggunakan sistem Balance Score Card (BSC) untuk memantau kinerja seluruh unitnya. Setiap kepala sekolah bertanggung jawab langsung atas penerimaan siswa baru di jenjang masing-masing, sebuah bentuk otonomi dan akuntabilitas yang patut dicontoh.

Guru Sebagai Intrapreneur Bintang

Salah satu poin yang paling menginspirasi adalah konsep Intrapreneur Bintang. Guru, kata Prof Denny, harus memiliki jiwa memiliki organisasi (sense of belonging) dan menunjukkan tiga pola utama: pola pikir konstruktif, pola sikap positif, dan pola tindak produktif.

Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga menjadi teman berpikir, lawan bicara yang positif, dan mitra bertindak untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pandangan QA SDMM, konsep ini sejalan dengan semangat continuous improvement, bahwa setiap guru adalah agen perubahan di sekolah.

Entrepreneur Dunia Pendidikan

Sesi selanjutnya, para peserta StS Ciputra 2025 memasuki kelas dengan pilihan materi yang beragam. Saya mengikuti sesi Enterpreneurship bagi guru yang dibawakan oleh Prof Dr Jimmy Ellya Kurniawan, SPsi, MPsi. Ia menegaskan, bahwa guru sejatinya adalah academic entrepreneur, pendidik yang berjiwa wirausaha dalam konteks akademik.

Ada dua peran utama guru entrepreneur. Pertama, sebagai pendidik entrepreneur, menjadi role model dan fasilitator bagi siswa. Kedua, sebagai intrapreneur, yang terus meningkatkan daya saing sekolah.

Prof Jimmy menguraikan lima dimensi Entrepreneurial Orientation bagi guru:
Innovativeness – menciptakan gagasan baru dan kreatif.
Autonomy – memiliki kebebasan dan tanggung jawab atas keputusan.
Risk Taking – berani mengambil risiko dalam ketidakpastian.
Proactiveness – bertindak sebelum masalah muncul.
Competitive Aggressiveness – semangat bersaing untuk terus unggul.

Dalam penjelasannya tentang guru inovatif, Prof Jimmy memperkenalkan metode Design Thinking yang terdiri atas lima tahap: Empathize, Define, Ideate, Prototype, dan Test. Pendekatan ini menuntun guru untuk memahami kebutuhan siswa lebih dalam, merumuskan masalah dengan tepat, dan menguji ide pembelajaran secara berkelanjutan.

Refleksi untuk SDMM

Sebagai Penanggung Jawab QA SDMM, saya memandang kegiatan ini sebagai momen penting untuk memperkuat budaya mutu di sekolah. School to School bukan sekadar kunjungan, tetapi proses pembelajaran lintas budaya dan lintas sistem yang memperkaya wawasan guru serta tenaga kependidikan SDMM.

Dari Sekolah Ciputra, kami belajar, bahwa inovasi dan mutu tidak lahir dari rutinitas, tetapi dari rasa ingin tahu, keberanian mengambil risiko, dan budaya reflektif yang terus diasah. Guru yang proaktif, inovatif, dan berjiwa intrapreneur akan menjadi pilar utama bagi kemajuan SD Muhammadiyah Manyar menuju sekolah unggul yang berkarakter dan berdaya saing global. (*)

Penulis: M. Fadloli Aziz

Author