Inilah 4 Hikmah Memiliki Keturunan

banner 468x60

BANDUNGMU.COM — Inilah 4 hikmah memiliki keturunan. Namun, sering dilupakan bahwa hikmah tersebut sangat penting diketahui dan dipahami oleh pasangan suami istri.

Bersyukurlah bagi pasangan suami istri yang langsung dikaruniai keturunan begitu sudah menikah.

Banyak di antara pasangan suami istri yang sudah bertahun-tahun menikah tidak dikaruniai keturunan.

Ada juga mereka pasangan suami istri ini punya keturunan, tetapi membutuhkan waktu yang tidak sebentar dengan ikhtiar lahir dan batin.

Namun, ada sebagian kecil pasangan suami istri yang memutuskan tidak ingin memiliki keturunan (childfree). Alasan mereka bermacam-macam.

Lantas seperti apa sebenarnya hikmah memilik keturunan atau anak itu bagi pasangan suami istri menurut Muhammadiyah? Simak ulasan berikut yang bandungmu.com kutip dan olah dari “SM” edisi 14.

Mendapat pahala jariyah

Hikmah pertama yakni memperoleh jariyah (tidak terputus) lewat perantara dan media anak yang diasuh dan dididik.

Hal itu sebagaimana sabdi Nabi SAW yang masyhur tentang tiga perkara bermanfaat setelah kematian.

Pertama, ilmu yang bermanfaat; kedua, harta yang disedekahkan (wakaf); ketiga, anak saleh yang selalu mendoakan orangtuanya.

Jika kita tidak diberikan anugerah dua perkara yang pertama, tetapi punya anak, tentu ada harapan besar kita mendapat pahala jariyah.

Mendapat derajat tinggi

Hikmah kedua yakni orangtua akan mendapatkan derajat tinggi di hadapan Allah SWT kelak. Bahkan dapat memperoleh syafaat ke surga sebagaimana hadis riwayat Bukhari dan Ahmad yang dinilai sahih oleh Ibnu Katsir.

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seorang muslim yang ditinggal wafat oleh tiga orang anaknya yang belum balig kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga karena keutamaan rahmat-Nya kepada mereka.” (HR Bukhari).

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh Allah SWT benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang saleh di surga. Maka ia pun bertanya, ‘Wahai Rabb-ku, bagaimana ini bisa terjadi?’ Allah SWT menjawab, ‘Berkat istigfar anakmu bagi dirimu.’” (HR Ahmad).

Hassan Sayyid Hamid Khitab menjelaskan dalam “Maqashid An-Nikah Wa Atsariha”, satu dari tujuan pernikahan yakni berketurunan saleh-salehah yang kelak akan membantu meringankan beban kita di hadapan Allah SWT.

Yakni dimudahkannya kita masuk surga dengan doa dan permohonan ampun anak untuk diri kita.

Oleh karena itu, merupakan sebuah kesalahan besar jika menikah, tetapi tidak ada niat dan tujuan untuk memiliki anak.

Mendapat penerus keturunan

Hikmah ketiga yakni mendapatkan penerus keturunan. Salah satu kesedihan yang sering dihadapi orangtua di masa depan dan hari tuanya, ketika tidak memiliki keturunan, seperti kisah Nabi Nakariya AS dalam Al-Quran surah Al-Anbiya ayat 89.

Nabi Zakariya AS berdoa kepada Allah SWT agar diberikan keturunan dan ahli waris yang baik serta jangan dibiarkan hidup sendiri.

Bahkan Nabi SAW pun mendoakan sahabat Anas bin Malik agar berketerunan yang banyak sebagaimana tergambar dalam hadis berikut:

“Ya Allah, perbanyaklah hartanya dan anaknya dan berkahilah apa yang Engkau telah berikan kepadanya.” (HR Bukhari).

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam “I’lamul Muwaqqi’in” menjelaskan bahwa pernikahan mempunyai tujuan untuk memelihara keturunan.

Tidak sekadar melahirkan anak. Namun, lebih sebagai penerus kebaikan orangtua, terlebih dari sisi agama, sehingga tujuannya pun akan lebih luas menjadi penjagaan (hifzh) agama.

Mendapat perhatian dan perawatan

Hikmah yang keempat yakni orangtua akan mendapatkan perhatian dan perawatan dari anak.

Pasalnya anak-anak yang saleh dan salehah akan berusaha berbakti kepada orangtuanya, baik dengan mencukupi kebutuhan hidup maupun memberikan perhatian yang cukup.

Hal ini sebagaimana tergambar dalam hadis riwayat Bukhari berikut:

Telah menceritakan kepada kami Bahz bin Hakim bin Muawiyah, dari ayahnya, dari kakeknya: “Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?” Nabi SAW menjawab, “Ibumu.” “Lalu siapa lagi?” Nabi SAW menjawab, “Ibumu.” “Lalu siapa lagi?” Nabi SAW menjawab, “Ibumu.” “Lalu siapa lagi?” Nabi SAW menjawab, “Ayahmu. Lalu keluargamu yang terdekat dan yang terdekat.” (HR Bukhari).

Hadis yang sangat populer ini menjelaskan tentang keuntungan duniawi ketika memiliki anak.

Yakni di kala kita sudah tua atau tidak dapat banyak melakukan pekerjaan, maka anak kitalah yang akan merawat kita, seperti layaknya kita merawatnya saat mereka masih kecil.

Dengan demikian, menolak berketerununan (childfree) atas suatu pernikahan yang dengan sengaja berniat dan berkonsekuensi tidak ingin punya keturunan merupakan kesalahan besar.

Hal itu tidak dibenarkan dengan argumentasi apa pun karena pada dasarnya sudah menyalahi tujuan utama pernikahan dalam syariat Islam.

Jika melihat pembahasan di atas sangat jelas bahwa selain menyalahi prinsip maqashid syariah, utamanya hifzu an-nasl (memelihara keterunanan-regenerasi), childfree juga memiliki banyak sisi negatif yang berpotensi besar merugikan pasangan suami istri, baik kerugian dunia maupun kerugian akhirat.

Sikap childfree adalah perbuatan yang bertentangan dengan banyak prinsip ajaran Islam yang bermuara pada kemaslahatan dunia dan akhirat.***




sumber berita ini dari bandungmu.com

Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *