Kembali ke Buku: Pentingnya Literasi di Era Media Sosial

Oleh: Sudarman Supriyadi, peminat masalah sosial-keagamaan dan literasi

Bandung – Saat ini, mencari informasi, pengetahuan, ilmu, dan kearifan di dalam buku mungkin terasa sulit atau melelahkan bagi sebagian orang.

Media sosial tampaknya telah menjadi sumber utama informasi bagi banyak orang karena kecepatan, kemudahan, dan ketersediaannya yang melimpah. Informasi dari media sosial dapat diakses kapan saja dan di mana saja.

Sementara itu, membaca buku memerlukan usaha lebih, buku harus dibeli, kemudian dibaca satu kata demi satu, dan baru kemudian kita bisa mendapatkan informasi yang kita cari.

Proses ini mungkin terasa merepotkan, tetapi sebenarnya itulah yang membuat kita menjadi lebih pintar melalui buku. Sesuatu yang berbasis kertas, manual, tidak selalu ketinggalan zaman.

Di sisi lain, informasi yang bersifat digital, seperti yang ditemukan di media sosial, tidak selalu valid, bahkan seringkali berisi hoaks.

Kita harus mengakui bahwa menjadi cerdas tidak selalu berarti harus duduk di perpustakaan untuk membaca buku atau menghabiskan waktu membaca majalah atau buku di rumah.

Kita dapat menjadi lebih pintar dan mendapatkan informasi dengan mendengarkan video di YouTube atau media audio visual lainnya, bahkan saat kita sedang bersantai. Ini adalah cara yang sangat mudah dan praktis.

Lebih jelasnya, mengapa buku itu penting? Pertanyaan ini mungkin sudah umum, tetapi tetap penting untuk dijawab. Buku, terutama yang diterbitkan oleh penerbit profesional, disusun secara sistematis dan logis.

Sebuah buku melalui tahap-tahap penyuntingan, tata letak, penataan, dan pemeriksaan yang ekstensif agar dapat dipahami oleh pembaca dengan baik.

Sebuah buku yang baik melalui banyak perubahan dan penyempurnaan sebelum akhirnya diterbitkan.

Oleh karena itu, wajar jika orang yang rajin membaca buku memiliki kemampuan berbicara yang lebih teratur, logis, matang, dan sistematis, yang membuat mereka lebih mudah dipahami oleh orang lain.

Hal ini disebabkan oleh kualitas literasi yang mereka peroleh dari proses panjang dalam membaca buku.

Hal berbeda berlaku untuk media sosial. Durasi konten di media sosial sangat singkat, biasanya hanya beberapa detik atau menit, dan seringkali berisi potongan informasi yang singkat, padat, provokatif, dan sering kali menyajikan kesimpulan langsung.

Namun, informasi dalam konten tersebut mungkin hanya sebagian dari gambaran yang lebih besar.

Akibatnya, orang dengan literasi yang rendah cenderung mengambil kesimpulan yang salah dan berpotensi berbahaya.

Kesalahan ini sering kali diperparah oleh komentar-komentar yang mendukung pandangan yang salah tersebut di media sosial. Hal ini menjadi masalah serius.

Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Kita bisa memperkuat literasi kita dengan membaca lebih banyak buku.

Dengan membaca buku, kita dapat melatih kemampuan kita untuk memahami informasi secara mendalam dan sistematis.

Ini akan membantu kita menghindari kesalahan penarikan kesimpulan yang serampangan yang sering terjadi di media sosial.

Buku juga dapat menjadi sumber informasi yang lebih dapat dipercaya daripada banyak konten di media sosial.

Informasi dalam buku telah melalui proses panjang dan cermat, dan bukan hasil dari narasi provokatif atau hoaks.

Sementara kita tidak bisa sepenuhnya kembali ke buku sebagai satu-satunya sumber informasi, menggabungkan buku sebagai rujukan utama bersama dengan informasi dari internet adalah langkah yang bijak.

Pembaca buku akan cenderung lebih kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh konten singkat dan provokatif di media sosial.

Jadi, seberapa banyak halaman buku yang sudah Anda baca hari ini?***



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author