Kita Perintis Bukan Pewaris

wawasan17 Dilihat
banner 468x60

“Kita perintis bukan pewaris” sebuah quotes yang seringkali kita dengar akhir-akhir ini dan sempat viral di suatu media sosial yang mempunyai arti kita sebagai anak muda tidak harus berdiam diri dengan mengharapkan pemberian dari orang tua kita, lelaki harus berdiri di atas kakinya sendiri, berusaha dan berusaha terus menerus mencari yang terbaik demi beban kehidupan yang akan kita pikul.

Menelisik kata “Kita perintis Bukan Pewaris” tentu memiliki makna positif, Dimana kata ini merupakan kata penyemangat, menumbuhkan motivasi, serta membangunkan jiwa seseorang yang sedang kelelahan atas timpaan berbagai kerikil penghalang dalam proses perjuangan kehidupan. Dan sikap itulah yang harus dimiliki oleh setiap orang terutama anak muda yang akan menjadi tulang punggung keluarga di masa yang akan datang

Namun pada realitanya, menurut data badan pusat statistik Indonesia, sebanyak 22,3 persen atau 9,9 juta anak muda usia 15-24 tahun yang masuk kedalam kategori Gen Z tidak bekerja, tidak bersekolah, atau tidak mengikuti pelatihan (Not In Employment, Education or Training / NEET).

Tingginya jumlah Gen Z yang tidak memiliki pekerjaan tentu akan mengancam masa depan Indonesia. Tingginya angka pengangguran Gen Z karena adanya ketidaksesuaian antara permintaan pasar tenaga kerja dengan pendidikan yang ditempuh di sekolah maupun yang ada di perguruan tinggi, banyak juga dari Gen Z yang masih dalam proses pencarian kerja.

“Aku gak mau kerja kantoran yang gak bisa fleksibel dan sangat terikat kerjanya, harus nurut sama atasan, dan tentunya akan dapat hukuman dikala melakukan kesalahan”. Ucap seorang Gen Z dalam suatu kesempatan.

Akan tetapi pasar kerja telah berubah secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dan Gen Z menghadapi ketidakpastian pekerjaan yang lebih besar. banyak dari mereka harus menghadapi kontrak sementara atau pekerjaan paruh waktu yang tidak menawarkan keamanan pekerjaan yang sama dengan generasi sebelumnya.

Jika kondisi ini terus menerus terjadi, mau sampai kapan Gen Z akan mapan dalam hal finansial, mau sampai kapan dalam posisi ketidakpastian penghasilan.

Dewasa ini banyak sekali lulusan dari perguruan tinggi yang kesulitan menemukan pekerjaan sesuai dengan bidang studi yang mereka geluti, banyak sekali antrian pencari kerja memanjang dalam even jobstreet berebut untuk menaruh lamaran kerja berharap dapat di terima oleh perusahaan

Setelah di terima pun para pekerja mengalami dilema, karena banyak sekali potongan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan seperti potongan karyawan, BPJS, iuran serikat pekerja dan yang terakhir sedang hangat diperbincangkan yaitu potongan Tapera (tabungan perumahan rakyat). Tingginya potong iuran penghasilan yang banyak, juga akan membuat gaji yang diterima tidak relevan lagi dengan kondisi inflasi yang terjadi di negara ini

Jika sudah terjadi hal yang seperti ini apa yang bisa dilakukan terutama bagi seorang pendidikan yang concern terhadap fenomena yang terjadi akhir akhir ini.

Pendidikan di sekolah Muhammadiyah harus mendorong kreativitas dalam pembelajaran nya, bukan hanya mengajarkan konsep-konsep akademis tanpa relevansi. Tidak lagi mengajar hanya memenuhi jam mengajar saja yang dimana selesai mengajar kemudian pulang, ataupun sampai lupa mengajar sehingga terjadi nya jamkos (jam kosong pelajaran).

Pendidikan di sekolah Muhammadiyah harus merujuk dan menyamakan persepsi sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) Indonesia Emas 2024 yang menyentuh ranah holistik dan kontekstual peserta didik.

Selain konsep akademis, pendidikan di sekolah Muhammadiyah harus terus mempertahankan pendidikan karakter yang berakhlakul Karimah, karena kemajuan teknologi dan zaman harus terus di imbangi dengan peningkatan karakter Akhlakul Karimah yang dimana mengedepankan adab lebih tinggi dari pada ilmu

Kolaborasi berbagai pihak dalam menyiapkan generasi muda yang kelak menjadi penentu masa depan bangsa sangat dibutuhkan agar bonus demografi tidak berakhir sia-sia. Peningkatan sumber daya manusia unggul harus terus di tingkatkan agar serapan pekerja di semua sektor formal dan informal dapat maksimal.

Masa seumur hidup mau ngekos? Kalo begini terus kapan beli rumah nya

Penulis: Bening Satria Prawita Diharja

Authors