BANDUNGMU.COM — Dalam masalah busana muslimah, Islam memberi kebebasan kepada kaum muslimat untuk berhias dan memakai pakaian sesuai dengan adat istiadat atau kondisi tempat atau musim atau acara atau hal-hal lainnya.
Apa pasal? Ini karena fungsi utama dari pakaian itu sendiri adalah untuk menutup aurat, melindungi tubuh, dan berhias.
Allah berfirman:
“Wahai anak cucu Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan bulu (sebagai bahan pakaian untuk menghias diri). (Namun) pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu merupakan sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Allah agar mereka selalu ingat.” (QS Al-A’raf [7]: 26).
Allah juga berfirman:
“Dia menjadikan pakaian bagimu untuk melindungimu dari panas dan pakaian (baju besi) untuk melindungimu dalam peperangan. Demikian Allah menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” (QS An-Nahl [16]: 81).
Di dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menyatakan bahwa Allah suka melihat hamba-hamba-Nya itu memanfaatkan nikmat-nikmat-Nya:
Dari Amru bin Syuaib (diriwayatkan) dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah suka jika bekas nikmat-Nya terhadap hamba-Nya dilihat.” (HR At-Tirmidzi dan beliau berkata: Ini hadis hasan).
Berdasarkan hal itu, kaum muslimah boleh memakai pakaian yang mereka sukai dengan bentuk, warna, bahan kain, dan hiasan apa pun asal sesuai dengan ketentuan syariat berikut:
- Pakaian tersebut menutup seluruh aurat. Aurat perempuan itu adalah seluruh tubuhnya mulai ujung rambut hingga ujung kaki selain wajah dan telapak tangan.
- Pakaian tersebut tidak ketat sehingga menampakkan lekuk-lekuk tubuh.
- Pakaian tersebut tidak tembus pandang sehingga menampakkan tubuh secara samar-samar dan apalagi secara terang-terang.
- Pakaian tersebut sopan, patut, dan sederhana. Sopan dan patut artinya bergantung kepada orang yang memakainya. Orang tua tentu berbeda dengan remaja putri. Sedang bekerja di sawah tentu berbeda dengan ketika berada di rumah. Sementara itu, sederhana artinya tidak mewah, menyolok, berlebih-lebihan, tidak sampai menyapu jalan, dan tidak untuk pamer.
Jika ketentuan di atas dipenuhi, tidak mengapa jika kaum mukminah membuat pakaian mereka dengan bentuk bulat, lonjong, kotak, atau lainnya.
Tidak mengapa mereka memilih warna merah atau hijau atau hitam atau lainnya, meskipun warna yang disukai Rasulullah SAW adalah warna putih.
Tidak mengapa mereka menggunakan bahan kain dari katun atau kulit onta atau bulu domba atau bahkan dari sutera.
Tidak mengapa mereka menggunakan hiasan pakaian (asesoris), seperti bordir, manik-manik, dan lain-lain sesuai dengan selera masing-masing.***