Lepaskan Ketergantungan, Jadilah Seperti Anak-Anak

Lina Sellin, Penulis buku

BANDUNGMU.COM, Bandung — Ada yang masih ingat tentang betapa bahagianya hidup pada masa anak-anak?

Bebas, senang, gembira, seolah hidup tanpa beban. Dan karena itu, kita kadang rindu ingin kembali ke masa itu, bukan? Tapi, entah kenapa konon rasanya sungguh sulit setengah mati.

Hmmm, kira-kira kenapa begitu, ya?

Menurutku, bisa jadi karena pada masa kecil kita lepas dari berbagai macam keterikatan. Lepas dari berbagai ketergantungan. Lepas dari koneksi-koneksi.

Singkatnya, lepas dari masa lalu dan masa kini. Hidup hanya untuk hari ini dan untuk saat ini.

Namun, begitu memasuki masa remaja, kita mempertanyakan segala hal, tiba-tiba saja otak menyuruh kita untuk bergantung, terkoneksi secara terus-menerus, pada apa pun.

Sebab pada masa itu, kita “baru” tahu mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan (berdasarkan otak kita). Peristiwa ini kemudian direkam oleh otak secara terus-menerus, sehingga menimbulkan kebiasaan.

Karena itu, kalau suatu peristiwa dianggap tidak logis, tidak masuk di akal, otak kita langsung menolak dan menganggap itu mustahil kita raih.

Hidup adalah keajaiban

Padahal, hidup ini nyatanya penuh dengan keajaiban. Dunia, isinya bukan hanya hitam dan putih. Di tengah hitam dan putih, ada beragam warna lain, yang kadang tertutupi oleh ego dan bahkan tertutupi oleh ketidaktahuan.

Nah, di tengah hitam dan putih yang tidak atau belum kita ketahui itulah yang kita sebut sebagai “keajaiban”. Misalnya perkembangan bayi di dalam Alam Rahim.

Nyaris kita tak mampu mengetahui apa pun yang dilakukan dan dirasakan sang bayi di dalam perut ibunya itu. Tapi faktanya, sang bayi terus berkembang, hingga akhirnya dilahirkan ke dunia.

Jadi, kalau mau hidup seperti masa kanak-kanak, sebetulnya solusinya simpel: hiduplah pada masa kini. Sekarang. Saat ini. Tidak terikat pada masa lalu dan masa depan.

Sebab kalau tidak, kita akan terus-menerus terikat, terkoneksi, terbelenggu pada sesuatu yang sebetulnya berada di luar diri kita. Pada khayalan akan uang, pada harta, pada jabatan, pada status, pada suami, istri, anak, dan lain sebagainya.

Kita idealnya menyadari bahwa, apa-apa yang kita jumpai toh akhirnya akan segera kita tinggalkan. Sama seperti saat kita menjumpai pagi, senja pun pada akhirnya akan menjemput. Suka atau tidak. Kita akan direngkuh untuk memeluk malam, rela atau tidak rela, pagi akan menjauh. Itu hukum alam.

Hidup, sejatinya “hanyalah” siklus perjumpaan dan perpisahan. Berjumpa dengan uang. Lalu berpisah—entah dibelanjakan untuk kebutuhan, atau hilang terpaksa karena direnggut penyakit. Berjumpa dengan suami, istri, anak, pada akhirnya kita akan berpisah. Ini sunnatullah. Mengikuti siklus Alam.

Maka, terlalu menggenggam erat sesuatu hanya akan melukai diri kita, alih-alih membuat hidup tenteram lagi bahagia.

Maka, lepaskanlah berbagai keterikatan—pada apa pun dan siapa pun—hidup pun akan kembali tenteram sebagaimana yang dulu kita rasakan pada masa kanak-kanak.

Wallahu a’lam.



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author