Menengok Masjid Salman ITB yang Didirikan Penuh Rintangan

banner 468x60

BANDUNGMU.COM, Bandung – Setiap kampus notabene memiliki sebuah masjid kebesaran masing-masing, tak terkecuali ITB. Masjid Salman ITB adalah masjid kebanggaan warga muslim ITB.

Terletak tepat di seberang kampus ITB, Masjid Salman menjadi tempat ibadah, belajar, sekaligus berdiskusi di kalangan mahasiswa ataupun para dosen ITB itu.

Atmosfer dan suasana tenang yang dihadirkan menjadikan Masjid Salman senantiasa disinggahi, baik oleh mahasiswa ITB maupun pengunjung luar, entah itu masyarakat Bandung ataupun luar Bandung.

Desain arsitektur khas dari Masjid Salman ITB menjadikan masjid ini sebagai salah satu ikon identik dari kampus ITB.

Sejarah Masjid Salman ITB

“Siapa itu sahabat yang menggali parit pada saat Perang Khandaq?” tanya Presiden Soekarno sambil menoleh pada orang di sampingnya, Saifuddin Zuhri, Menteri Agama RI.

Pertanyaan itu refleks telontar dari mulutnya. Sang Menteri yang juga pimpinan NU dengan sigap menjawab, ”Salman.” Jawaban sang menteri disambut sang presiden, ”Nah itu, masjid ini saya namakan Salman!”

Ada haru di sana, di antara wajah-wajah TM. Soelaiman, Achmad Noeman, Achmad Sadali, dan Ajat Sudrajat yang datang jauh-jauh dari Bandung.

Ahad pagi itu, kalender menunjukkan tahun 1963. Dalam ruang istana, usai santap pagi seakan-akan semua bermula. Ketika masjid di hadapan kampus ITB menjadi lakon. Lakon yang kini berkisah tentang.

Terdapat masa ketika seorang laki-laki yang minta izin untuk Jumatan di tengah perkuliahan dianggap ganjil. Terdapat masa ketika seorang laki-laki bersarung malah dibilang, “Wah Arab, nih.” Ada masanya celotehan, “Eh kamu mau salat, titip salam ke Tuhan ya!” menjadi sesuatu yang lumrah.

Masa-masa itu dialami betul oleh mahasiswa-mahasiswa muslim Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1960-an. Budaya Barat begitu kental di kalangan mahasiswa.

Aula Barat cukup sering dipakai oleh kegiatan berdansa-dansi. Bahkan, mahasiswa-mahasiswa muslim ITB yang masih “minat” untuk salat Jumat pun harus bersusah payah berjalan kaki dari ITB untuk salat di masjid yang berada di Cihampelas.

Rektor ITB pada saat itu, Otong Kosasih, pun pada awalnya menolak rencana dibangunnya masjid di sekitar kompleks ITB. Alasannya, “Kalau orang Islam minta masjid, nanti orang komunis juga minta lapangan merah di ITB.”

Namun kepanitiaan yang terdiri atas TM. Soelaiman, Achmad Sadali, Imaduddin Abdulrachim, Mahmud Junus, dan lain-lain tidak lantas pasang sikap menyerah pada keadaan.

Mereka menggalang dukungan kepada siapa pun yang mereka anggap kompeten. Buah usaha mereka pun terwujud.

Seorang dosen Planologi beragama Kristen, Woworuntu, pun menyatakan dukungannya. Bahkan Roemond, seorang Belanda yang menjadi ketua Jurusan Arsitektur, pun mendukung.

Akhirnya setelah melobi ke sana-kemari, presiden saat itu, Soekarno, memberikan restu akan dibentuknya Masjid Salman ITB. Rektor ITB juga terdorong pula untuk mengizinkan.

Walhasil, tepat pada 5 Mei 1972, Masjid Salman ITB untuk pertama kalinya dapat dipakai untuk Salat Jumat.

Keunikan desain dan makna filosofis

Hal paling mencolok yang membedakan Masjid Salman ITB dengan masjid pada umumnya ialah atap Masjid Salman ITB yang tidak berbentuk kubah.

Atap Masjid Salman ITB terbuat dari beton dan berbentuk cekung layaknya sebuah cawan. Makna filosofi di balik desain atap masjid ini adalah sebagai penggambaran dari seseorang yang sedang berdoa dengan tangan menengadah ke atas.

Para pengunjung Masjid Salman ITB juga akan menyadari bahwa terdapat banyak pola garis-garis yang menghiasi Masjid Salman ITB, baik itu pada dinding maupun tiang penyangga.

Garis-garis vertikal menggambarkan hubungan antara manusia dan Tuhan. Sementara garis-garis horizontal dimaknai sebagai hubungan antara manusia dan sesamanya.

Di luar bangunan utama Masjid Salman ITB terdapat sebuah menara yang menjulang tinggi. Bangunan dari menara Masjid Salman ITB ini didesain terpadu dengan desain bangunan utama dan menggunakan material dasar beton yang sama pula.

Namun, desain menara Masjid Salman ITB memakai konsep minimalis tanpa ornamen dan bentuk yang sederhana, tetapi tetap terkesan kokoh.

Desain ini mempunyai makna simbolik bahwa setiap manusia terutama umat muslim harus selalu kukuh dalam pendirian dan iman terhadap Tuhan dengan tetap rendah hati dalam segala kesederhanaannya.

Sudut masjid yang terakhir, tetapi tak kalah indahnya, yakni interior dalam dari Masjid Salman ITB. Desain ruang ibadah utama Masjid Salman ITB, baik dinding, lantai, maupun langit-langit memadukan arsitektur tradisional dan modern karena sebagian besar terbuat dari kayu jati.

Pencahayaan remang dari masjid juga membawa nuansa syahdu bagi setiap orang yang sedang melakukan ibadah di dalamnya sehingga menambah kedekatan batin dalam komunikasi kepada Tuhan.

Desain interior masjid dirancang sedemikian rupa meredam intensitas sinar matahari yang masuk sehingga tanpa kipas angin ataupun pendingin ruangan, hawa ketika berada di dalam Masjid Salman ITB tetap sejuk.

Desain unik dari Masjid Salman ITB tak hanya berbatas pada makna estetikanya saja. Namun, desain-desain tersebut juga mempunyai makna filosofis yang lebih dalam sehingga menciptakan suatu ikatan batin tersendiri saat berkomunikasi dengan Sang Pencipta.

Rutinitas masjid yang berwarna menjadikan Masjid Salman ITB tak hanya sekadar tempat beribadah. Namun, jadi wadah juga bagi para mahasiswa ataupun pengunjung luar untuk mempelajari agama lebih dalam dengan cara yang kreatif dan tidak monoton.

Oleh karena itu, tak heran walaupun telah berumur tua, pesona Masjid Salman ITB semakin bertambah seakan-akan tak pernah lekang oleh waktu. ***

___

Sumber: itb.ac.id & salmanitb.com

Editor: FA



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author