Obat Mujarab Mencegah Tawuran Antar Pelajar

Oleh: Dr Yusep Solihudien MAg, Pimpinan Ponpes Al-Manaar dan dosen STAI Al-Muhajirin Purwakarta

BANDUNGMU.COM, Bandung — Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2021 ada 188 desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang menjadi arena perkelahian massal antar pelajar atau mahasiswa.

Jawa Barat menjadi provinsi dengan lokasi kasus tawuran pelajar terbanyak, yakni terjadi di 37 desa/kelurahan.

Lalu diikuti Sumatera Utara dan Maluku dengan masing-masing 15 desa/kelurahan yang mengalami kasus serupa.

Perkelahian pelajar dapat disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari emosi remaja yang belum stabil, kondisi keluarga yang tidak harmonis, masalah ekonomi, sosial-budaya, ataupun lingkungan sekolah dan guru yang kurang mampu mengarahkan siswa untuk berkegiatan secara positif.

Fenomena ini sungguh memprihatinkan dan kontradiksi pada saat sekolah dibanjiri anggaran-anggaran pendidikan.

Pemerintah pusat menggelontorkan anggaran triliunan rupiah pada dunia pendidikan.

Anggaran pemerintah daerah dan provinsi ratusan miliar membanjiri sekolah dan tak ketinggalan miliaran anggaran pemerintah daerah kabupaten/kota pun digelontorkan pada sekolah.

Namun, anggaran tersebut bagaikan menyiram air ke gurun pasir, nyaris sebagian besar tidak berdampak dan berbekas untuk perubahan akhlak dan intelektual anak-anak didik kita.

Timbul sebuah pertanyaan besar: mengapa pelajar kita banyak yang melakukan tawuran? Apa obat mujarab untuk mengobati penyakit tawuran pelajar tersebut?

Penyebab tawuran antar pelajar

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadi tawuran, hampir mayoritas pelaku tawuran adalah para pelajar yang berada di sekolah menengah kejuruan dan dalam rentang usia remaja pertama.

Lalu, apa penyebab tawuran antar pelajar?

Pertama, krisis psikologis

Fase usia psikologis remaja yang penuh bergejolak, transisi, ego, pencarian identitas, pencarian pelampian, dan masa untuk mencoba segala sesuatu, dan aspek psikologis lainnya sangat rentan.

Kondisi ini diperparah dengan stimulus eksternal dan investasi kekerasan di media massa dan keluarga, banjirnya barang-barang iklan konsumtif dan hedonis, dan orang tua yang sibuk, sehingga remaja tidak mempunyai ruang dialog dan kenyamanan psikologis.

Keadaan ini diperkeruh dengan kondisi sekolah belum membuka ruang kenyamanan dan kesenangan psikologis bagi para remaja, sehingga sekolah bagaikan neraka dan penjara bagi gejolak psikologis remaja kita.

Kondisi ini menyebabkan psikologis remaja kita dalam keadaan yang sensitif, stres, dan galau serta di tengah gejolak ketidakpsatian masa depan, sehingga mereka mencari pelampisan gejolak psikologis melalui kekerasan.

Kedua, lemahnya kondisi spiritual

Kondisi spititual keimanan dan ketakwaan yang kuat akan mampu menahan nafsu gejolak remaja kita.

Hal ini diakibatkan oleh orang tua yang sibuk bekerja sehingga bimbingan keagamaan melalui pendidikan keluarga di rumah sangat minim.

Sisi lain, sekolah umum yang harusnya juga bertugas membangun fundasi iman dan takwa bagi peserta didik sangat minim bimbingan spiritual keagamaan.

Tugas pembangunan iman dan takwa seolah-olah hanya tugas guru Pendidikan Agama Islam. Itu pun lebih banyak mengisi asfek kognitif intelektual dan ritual formal ujian PAI saja.

Pendidikan dan pembelajaran ilmu-ilmu eksak dan sosial tidak direlefansikan dengan penguatan keimanan dan ketakwaan.

Sekolah lebih banyak mengejar target-target simbolik-formal ritual ujian nasional, sehingga peserta didik dikerahkan dan dibombardir dengan pelajaran-pelajaran ujian nasional.

Ketiga, sense of belonging almamater berlebihan

Dalam beberapa kasus, almamater sekolah juga menjadi legenda dalam dunia tawuran.

Tak jarang alumninya juga turun gunung untuk memperkuat tawuran almamaternya.

Rasa cinta alamamater yang berlebihan ini memberikan dampak psikologis tersendiri, bahwa almamaternya harus dibela matia-matian dan menang dalam tawuran, apa pun yang terjadi.

Keempat, peran antar lembaga kurang optimal

Kepolisian dan pamong praja, terutama di daerah, misalnya, kurang mengidentifikasi dan mengantipasi proses terjadinya tawuran.

Sehingga tak jarang pekelahian antar pelajar nyaris menjadi pertarungan bebas di jalanan karena tidak ada seorang pun aparatur kepolisian yang siaga di lokasi-lokasi yang rawan tawuran.

Padahal ia telah diberi amanah dan tugas oleh negara untuk melindungi masyarakatnya.

Tujuan pendidikan

Menurut Plato, tujuan pendidikan tidak bisa dipisahkan dari tujuan negara. Oleh karena itu, pendidikan dan politik tidak bisa dipisahkan.

Bangsa Indonesia telah menetapkan tujuan pendidikan yang terkandung dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003, yakni mengembangkan peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudian berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, sekolah, dan masyarakat (UU Sisdiknas Pasal 5 – Pasal 11).

Pun harus diperkuat oleh pendidikan formal, informal, dan non formal.

Dengan demikian, pemerintah, orang tua, sekolah, dan masyarakat berkewajiban untuk ikut serta dengan segala kewenangan dan kemampuannya mengawal, membimbing, dan mengarahkan peserta didik kita agar menjadi anak yang mempunyai kecerdasan spiritual, sosial, dan kecapakan intelektual.

Obat jangka panjang

Untuk mengobati penyakit tawuran, ada obat pencegahan jangka panjang dan ada pengobatan jangka pendek.

Untuk pengobatan jangka panjang, hal utama adalah mengobati krisis psikologis, krisis iman, dan takwa anak-anak kita.

Pertama, karena waktu para siswa lebih banyak berada di lingkungan pendidikan keluarga, orang tua  harus melakukan perubahan dan orientasinya, harus dibangun suasana segar, nyaman, menyenangkan, dialogis, hangat, serta kemitraan antara orang tua dan anak-anaknya, sehingga para remaja kita merasa nyaman dan enjoy di rumah karena ruang dialog dan curahan hati kemitraan begitu erat dibangun.

Bimbingan dan arahan rasional dialog serta ketauladanan orang tua dalam keagamaaan menjadi kunci untuk menanamkan fundasi iman dan takwa pada anak-anak remaja di rumah.

Pendidikan di sekolah juga harus ada perubahan paradigma pendidikan. Pemerintah harus meninjau ulang sisitem ujian nasional karena di lapangan banyak sekolah yang belum memenuhi delapan standar nasional pendidikan.

Sehingga hampir seluruh kekuatan dikerahkan bahkan dengan “menghalalkan segala cara” untuk mencapai nilai standar ujian nasional.

Kondisi SMK, yang satu sisi harus mengejar nilai standar UN, sisi lain harus menguasai beberapa kompetensi dan dasar kejuruan, baik teori maupun praktik.

Sehingga akhirnya para siswa SMK mempunyai dua beban yang berat: beban untuk mengejar target nilai UN dan mengejar kompetensi dasar kejuruannya.

Sekolah-sekolah kejuruan harus mengintensifkan bimbingan iman dan takwa secara efektif, efisien, rasional, dialogis, dan menyentuh kalbu dan daya pikir psikologis usia remaja.

SMK harus membangun miniatur pesantren sehingga setiap siswa harus mengikuti program bimbingan iman dan takwa yang baik.

Guru-guru pengampu pelajaran non PAI juga harus mengembangkan pembelajaran-pembelajaran yang mengaitkan materi pelajarannya dengan sentuhan iman dan takwa serta akhlak mulia.

Sehingga penanaman iman takwa dan akhlak mulia tidak hanya menjadi tugas guru PAI, tetapi tugas semua guru yang ada di SMK.

Sekolah SMK juga harus mengembangkan program-program yang life skill berfungsi melesatkan aneka talenta potensi minat dan bakatnya, sehingga para siswa SMK  betah di sekolah mengasah dan mengembangkan talenta dan potensinya.

Obat jangka pendek

Obat jangka pendek, berupa shock therapy yang arif dan bijaksana. Tugas dan tanggung jawab sekolah lebih banyak mendidik para siswanya di sekolah.

Selepas pulang sekolah para siswa lebih banyak porsi tanggung jawab orang tua, pemerintah, aparat, dan masyarakat.

Sebab itu, pemerintah daerah berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi kepolisian sebagai pelindung dan memberikan rasa aman terhadap masyarakat termasuk pelajar.

Bila perlu bupati mengajukan permohonan kepada Kapolri agar membentuk unit khusus dan intel pencegah tawuran di masing-masing Polres dan Polsek di seluruh Indonesia yang bertugas mengawasi pergerakan anak-anak kita di tempat yang rawan tawuran.

Satuan Polisi Pamong Praja diinstruksikan siaga pada jam-jam pulang sekolah, khususnya memantau pergerakan pulang anak-anak SMK.

Sehingga selepas pulang ada dua petugas keamananan yang dibiyai oleh negara dan amanat undang-undang untuk memberikan rasa aman pada pelajar dan masyarakat.

Untuk efek jera, para pelaku tawuran dengan tegas dan lugas harus diproses secara pidana dengan obyektif, dan dikeluarkan dari sekolah jika sudah tiga kali mengikuti tawuran.

Pun pelajar yang melakukan tawuran tidak dapat masuk di sekolah yang ada di wilayah kabupaten setempat dan tidak dapat mengikuti program paket C.

Bila perlu, diumumkan nama-nama siswa yang terlibat tawuran di sekolah atau media lokal.

Undang-undang jadi panduan

Mengobati penyakit tawuran perlu dua obat jangka panjang dan pendek yang tulus, ikhlas, sabar, dan penuh tanggung jawab semua pihak karena anak-anak kita sedang belajar dan mereka pewaris negeri ini.

Semua harus kembali pada substansi undang-undang bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, sekolah, dan masyarakat.

Olah karena itu, ketika ada penyakit tawuran di kalangan pelajar, maka tidak bisa menyalahkan salah satu komponen pendidikan, yaitu sekolah.

Semua pihak harus disalahkan dan ikut bertanggung jawab atas penyakit yang menimpa anak-anak didik kita.

Langkah menutup sekolah yang terlibat tawuran bukanlah langkah tepat, karena, bagaimana pun tidak ada sekolah yang mengajarkan tawuran.

Sebab hanya segelintir siswa yang bertawuran ria, sebagian besar SMK insya Allah siswa yang soleh dan cerdas.

Apalagi sekolah yang didirikan oleh masyarakat ikut andil dalam peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) jenjang menengah di kabupaten/kota.

Untuk memutus historis-cinta almamater berlebihan tersebut, ada langkah yang lebih arif daripada menutup sekolah.

Apa itu? Yakni mengganti nama SMK yang sering tawuran dengan nama yang lebih religi, misalnya SMK Iman Takwa, SMK Ahlak Mulia, SMK Silih Asih, SMK Ikhlas Sabar, dan mengganti seragam khas sekolah dengan seragam yang lebih baik.

Sekali lagi, jangan sampai kita memburu tikus dengan bom dan membakar seluruh isi rumah. Walalhu a’lam bissawab.***



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author