PDA Bojonegoro Gelar Pelatihan Kader Program Inklusi Aisyiyah; Liputan Kontributor PWMU.CO Bojonegoro Ayun Saritilawah.
PWMU.CO – Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Bojonegoro mengadakan Pelatihan Kader Program Inklusi bersama Pimpinan Wilayan Aisyiyah (PWA) Jatim dan Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah, Rabu-Kamis (19-20/10/2022). Pelatihan itu berlangsung di Dewarna Hotel and Convention, tepatnya di Jalan Veteran No. 5 Bojonegoro.
Ini bagian dari program Inklusi Aisyiyah bertema ‘Penguatan Kepemimpinan Perempuan untuk Pemenuhan Akses Kesehatan dan Ekonomi pada Perempuan Dhu’afa Mustadh’afin dengan Pendekatan Inklusif dan Hak Perempuan’. Program ini sejalan dengan pelaksanaan program Qaryah Thayyibah ‘Aisyiyah (mewujudkan Desa Sejahtera).
Pada hari pertama, Dra Siti Nurhayati dari PDA Bojonegoro menyampaikan, kegiatan ini diikuti 50 peserta. Mereka adalah 30 kader desa, 6 kader kecamatan, 6 kader Aisyiyah dari kecamatan scale out, dan 8 PDA.
“Harapannya muncul kader-kader baru Aisyiyah, dapat meningkatkan kapasitas dan keterampilan kader dalam melakukan pengorganisasian di tingkat komunitas, membangun kerjasama, dan advokasi terkait pelaksanaan Program Inklusi ‘Aisyiyah,” ujarnya.
Selanjutnya, giliran Dra Nelly Asnifati dari PWA Jatim menyampaikan sambutan sekaligus membuka acara. Dia mengucap terima kasih kepada PP Aisyiyah yang memberi kepercayaan kepada PDA Bojonegoro untuk mengemban program Inklusi Aisyiyah.
“Di Jawa Timur ada dua kabupaten yang dipilih sebagai sasaran program Inklusi ‘Aisyiyah, yaitu Bojonegoro dan Probolinggo,” terangnya. Dia kemudian berharap, ada peningkatan kapasitas pemimpin perempuan di komunitas melalui pelatihan itu.
Sebelum lanjut ke materi pertama, ada pembagian kelompok dan pretest dengan pemandu Siti Asfiah dari PWA Jatim. Pemateri pertama dari PWA Jawa Timur Rukmini Amar MAP. Dia menjelaskan ‘Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (Gedsi) dan Teologi al-Ma’un dalam Islam’.
“Teologi al-Ma’un menerapkan tiga pilar kerja. Yaitu kesehatan, pendidikan, serta pelayanan sosial, sehingga dengan teologi ini ‘Aisyiyah mampu bertahan hingga 100 tahun lebih,” ungkapnya.
Cegah Stunting dan Perkawinan Anak
Pemateri kedua dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro dr. Lucky Imro’ah. Dia menerangkan strategi penurunan prevalensi stunting melalui intervensi spesifik di Kabupaten Bojonegoro.
“Stunting adalah gagal tumbuh yang disebabkan kekurangan energi kronis pada seribu hari pertama kehidupan. Beberapa penyebab stunting adalah pola asuh, lingkungan yang kurang baik, gizi yang tidak tercukupi atau kurang saat masa kehamilan sampai seribu hari pertama kehidupan, serta penyakit penyerta,” terangnya.
Akhirnya, ia mengungkap beberapa cara mengatasi stunting sejak seribu hari pertama kehidupan. Di antaranya rutin memeriksakan kehamilan, memastikan kecukupan gizi ibu dan bayi, deteksi dini penyakit, pemberian ASI eksklusif, dan selalu meminta informasi tumbuh kembang anak melalui fasilitas kesehatan.
Materi ketiga disampaikan dr. Bayu Linuwih dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (DP3AKB). Dia mengungkap banyaknya perkawinan anak di bawah usia 19 tahun. Bojonegoro menempati urutan ke-8 se-Jawa Timur dengan penerbitan Dispensasi Kawin (Diska) terbanyak. Ini sesuai data Pengadilan Agama Jawa Timur.
“Perkawinan anak mengakibatkan dampak negatif, terutama bagi pendidikan, kesehatan, ekonomi, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), perdagangan orang, serta pola asuh yang salah terhadap anak sehingga seluruh hak-hak anak bisa terenggut,” ujarnya.
Dengan banyaknya dampak negatif itu, dokter Bayu mengimbau masyarakat dan satgas saling mengingatkan dan menyosialisasikan supaya angka perkawinan anak menurun. Dengan begitu, tercipta kesejahteraan bersama.
Pemateri keempat Ni’mah Af’idati SE dari PP ‘Aisyiyah. Dia membahas analisis Gedsi. Dia mengajak peserta mencari dan memetakan akar permasalahan yang ada di sekitar mereka, lalu mencoba mencari solusi terbaik. “Untuk meningkatkan akses kesehatan dan ekonomi bagi perempuan dhuafa mustadh’afin dengan pendekatan inklusif dan hak perempuan,” katanya.
Ada permaiann seru di akhir kegiatan. Kemudian, peserta kembali ke kamar untuk beristirahat.
BSA dan BUEKA
Pada hari kedua, kegiatan dimulai tepat pukul 08.00 WIB dengan pemateri Rosyidah SE MKes PhD dan Ni’mah Af’idati SE dari PP ‘Aisyiyah. Mereka membahas dua hal. Pertama, pengorganisasian Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA). Kedua, advokasi, membangun jejaring, serta pemberdayaan ekonomi melalui Bina Usaha Ekonomi Keluarga ‘Aisyiyah (BUEKA).
Kegiatan semakin seru saat membuat kelompok tiap kecamatan, korban, dan kader. Dia berpesan, “Untuk menjadi kader BSA, hendaknya bisa memetakan masalah, mengenal lingkungan sekitar, dan mencari solusi terbaik.”
Adapun rencana tindak lanjut permasalahan yang muncul bisa dilakukan melalui kolaborasi bersama multipihak. Seperti dinas terkait, tokoh agama dan masyarakat. Bisa juga melibatkan masyarakat setempat untuk mendukung pemberdayaan BSA tanpa diskriminasi.
Pelatihan diakhiri dengan post-test. Kepada PWMU.CO, salah satu peserta dari kecamatan Balen Rini Fatmawati menyatakan senang dengan adanya kegiatan ini. “Semoga ilmu yang didapat hari ini bisa diaplikasikan dan mendapat respon positif dari masyarakat,” harapnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni/SN