Pengajian Ahad Pagi di GDM Gresik, Musta’in Razaq: Amar Ma’ruf Nahi Munkar itu Kewajiban bagi Umat Islam

banner 468x60

GIRIMU.COM — Setiap umat Islam memiliki beban kewajiban untuk ber-amar ma’ruf nahi munkar sesuai kemampuannya. Karena itu, jangan mengelak dari kewajiban yang telah diamanahkan Allah kepada setiap Muslim.

Hal itu disampaikan Drs Musta’in Razaq, MPdI, Ketua Bidang Dakwah dan Digitalisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Mojokerto dalam Pengajian Ahad Pagi yang diselenggarakan Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik, Minggu (7/9/2025).

Dijelaskan, amar ma’ruf nahi munkar merupakan kekhususan dan keistimewaan yang akan mempengaruhi kemulian umat Islam. Karena itulah, Allah kedepankan penyebutannya dari iman dalam firman-Nya di Al Quran Surat Ali Imron ayat 110.

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik“.

Dikatakan, amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat Islam sesuai kemampuannya. Hal ini ditegaskan dalam dalil Al Quran dan As-Sunnah serta ijma’ para Ulama. Quran Surat Ali Imran ayat 104 menyebutkan:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung“.

Sementara dalamn sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman“. [HR Muslim].

Begitu pentingnya ber-amar ma’ruf nahi munkar sampai-sampai Allah, melalui Rasulullah Muhammad SAW memberikan peringatan:

Dalam satu riwayat, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan umatnya agar tidak mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar. Dari Huzhaifah bin Al-Yaman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Demi dzat yang jiwaku di tangan-Nya hendaknya engkau melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Atau jika tidak, Allah hampir mengirim azab-Nya, kemudian engkau berdoa tetapi tidak dikabulkan. (HR At-Tirmidzi dan Ahmad)

“Salah satu upaya ber-amar ma’ruf nahi munkar adalah penguatan dan berdakwah di lingkup keluarga,” ujar Ustadz Musta’in.

Dalam keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak, makna berdakwah semestinya dilakukan secara serius. Perintah Allah dalam QS At Tahrim ayat 6:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Betapa banyak permasalahan keluarga akibat tidak adanya dakwah saling mengingatkan antaranggota keluarga. Maka, tandas Ustadz Musta’in, bagi suami, membahagiakan anak dan istri akan membuat kehidupan berumah tangga semakin berkah dan datang keridhaan Allah.

Metode dakwah mauidzatil hasanah atau nasihat yang baik, maksudnya adalah memberikan nasihat kepada santri dengan cara yang baik, yaitu petunjuk-petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik, dapat diterima dan berkenan di hati.

Selain itu, Allah SWT juga sangat menyukai orang yang berlaku lemah lembut. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya QS Ali Imran: 159:

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Di masa sekarang, dengan banyak mubaligh atau da’i yang menyampaikan ajaran agama Islam dengan marah-marah, menurut Ustadz Musta’in kurang tepat. Padahal, lanjutnya, dakwah itu mestinya dilakukan dengan mengajak, bukan mengejek; dengan mendidik, bukan menghardik;  menyayangi, bukan menyaingi; dan dengan empati, bukan membenci.

“Karena itu, berdakwah dengan tetap menjaga hati serta lisan. Lidah adalah anggota badan yang benar-benar perlu dijaga dan dikendalikan. Sesungguhnya lidah adalah penerjemah hati dan pengungkap isi hati. Oleh karena itulah, setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan istiqamah, beliau mewasiatkan untuk menjaga lisan. Dan lurusnya lidah itu berkaitan dengan kelurusan hati dan keimanan seseorang,” ujarnya. (*)

Kontributor: Mahfudz Efendi

Author