BANDUNGMU.COM — Disaster Management Center (MDMC) merupakan lembaga yang dirintis pada 2007 yang konsen pada penanggulangan bencana di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan relawan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia tentunya memerlukan management yang cantik untuk mengakomodasi dan mengkoordinasikan segala kebijakan pusat hingga daerah.
Pendidikan dan latihan terus diadakan lembaga MDMC bagi relawan, baik yang bersifat keterampilan pribadi maupun kelompok. Tidak juga pembinaan rohani sebagai ciri khas relawan yang berdiri di bawah naungan Muhammadiyah.
Ciri khas pembinaan Muhammadiyah MDMC adalah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK). Tentu banyak orang bertanya, untuk apa sebuah lembaga yang konsen terhadap respons kebencanaan memiliki spiritual yang baik?
Pembinaan dua point ini terus melekat di setiap pendidikan latihan (diklat) maupun latihan gabungan (latgab) yang diadakan pengurus MDMC di setiap daerah maupun pusat.
Seperti yang diterapkan pada Jambore Nasional SAR Muhammadiyah 2022, memasukkan perlombaan AIK di hari pertama bahkan sebelum upacara pembukaan dilaksanakan.
Harapannya, peserta jambore selalu menyadari bahwa apa yang melekat pada diri masing-masing peserta sebagai relawan adalah jiwa-jiwa Muhammadiyah yang tentunya harus membawa nama baik persyarikatan.
Di samping itu, sebagai relawan yang paling sering bersinggungan dengan korban bencana, sudah selayaknya memiliki keterampilan dan pengetahuan keagamaan yang baik yang selanjutnya bisa diimplementasikan dalam setiap respons bencana, sesibuk apa pun kegiatan respons bencana tersebut.
Sholat adalah ibadah wajib yang tidak boleh ditinggalkan dengan mengupayakan ibadah-ibadah sunnah lainnya. Ketika hal ini bisa dilakukan setiap relawan Muhammdiyah, harapannya semakin menambah keyakinan bahwa bencana itu datangnya dari Allah dan kepada Allahlah kita meminta pertolongan dan solusinya.
“Rencana semula, lomba pengetahuan AIK ini akan diadakan secara individu untuk mengukur sejauh mana kemampuan relawan memahami dasar-dasar agama dan Persyarikatan, tapi karena waktu yang terbatas, diadakannya perkelompok,” tutur Sekretaris MDMC Jateng, Istanto, yang juga dosen Pendidikan Agama Islam di UMS.
“Idealnya format soal AIK dengan wawancara sehingga tau persis pengetahuan dari masing-masing peserta,” tambahnya.
“Format perlombaan menggunakan google form yang dibagikan panitia, selanjutnya peserta secara berkelompok mengerjakan soal-soal yang disediakan dengan metode multiple choice (pilihan ganda) dengan diberikan jatah waktu 30 menit,” ucapnya.
Lebih lanjut Istanto membeberkan, dari rekap nilai yang dilakukan oleh juri, nilai terendah di angka 32 dan tertinggi di angka 76 dengan nilai terbanyak 60 sejumlah 3 dan lainnya rata-rata 50.
Hal ini menunjukkan rendahnya pemahaman AIK dan menjadi pekerjaan rumah untuk meningkatkan dan digiatkan kembali pelajaran AIK. Pasalnya dua hal ini adalah ciri khas pengetahuan dan keterampilan ibadah yang jarang dimiliki organisasi serupa.
“Yang lebih penting dari kedua point di atas adalah implementasi di lapangan. Bagaimana mereka menerapkan ibadah mahdloh dan goiru mahdloh di setiap respons bencana sebagai syiar dakwah relawan Muhammadiyah di seluruh Nusantara bahkan dunia,” pungkasnya.*** (Hans)