Friday, November 22, 2024
31.7 C
Gresik

Sirine

Melengking bak serigala yang melonglong, saling bersahutan di malam yang suram gelap. Tertutup temaram lampu neon kamar tamu.

Pemerintah Arab Saudi menyarankan, ketika mendengar raungan sirine maka segeralah untuk mencari perlidungan di bawah meja. Kita sekeluarga seketika menanggalkan sendok santapan malam. Kita semua bersembunyi di balik meja kayu reot ruang makan.

Aku mengernyitkan dahi, mata berlinang menatap jendela rumah yang tak bertirai, bahkan disarankan untuk diberi tanda X dengan lakban putih. Makin seram dan semua perabotan diminta untuk dimusnahkan seakan rumah tidak berpenghuni.

Seketika suara ledakan dari langit terdengar keras, suaranya memekakkan telinga. Seketika kepala berkunang-kungan, kening terasa mengeras dan pipi membeku.

Kakakku Ziyad, berlari mengejar sumber suara yang makin keras. Dia penasaran dengan suara ledakan dan hantaman rudal yang menghasilkan percikan dahsyat dan musnah seketika dimakan gelapnya malam.

Suara sirene melonglong kembali, kini jeritannya menjadi-jadi, tidak hanya dari satu menara tapi di setiap sektor kota berbunyi. “Zaki, kejar kakakmu itu, dia pasti ke lantai atap untuk melihat hantaman antar rudal. Dia lupa, tidak membawa masker pelindung gas beracun,” jerit ibuku.

Aku enggan bergerak dari perlindungan di bawah meja, tapi ibuku memaksa dan bahkan menendangku agar bergegas memanggil kakak. “Cepat Zaki, kamu tega? aku tidak mau ada yang terluka,” jeritnya menangis.

Ayahku pun berlari untuk menyelamatkan kakak yang kerap keras kepala, rasa penasarannya tidak hanya membuat kita tercengang namun sekaligus menderita. Aku dan ayah mengejarnya menaiki tangga roof top yang ada di lantai 3. Sedangkan kami tinggal di lantai 2, salah satu rumah susun milik orang arab.

Suara rudal yang mendekat terdengar keras, namun balasan kilatan rudal dari arah bawah pun tidak ketinggalan, jika kedua rudal ini bertemu entah jadi apa. Terlalu dekat dan jelas di hadapan kita. Saya menarik tangan kakak yang terpaku bengong ke arah langit malam “Kakak,” suara serakku memanggil, namun semua terlambat, tiba-tiba kita bertiga tak sadarkan diri.

Malam kelam bagi kami sekeluarga, tepat di tahun 1990 bulan Agustus ketika invansi Irak ke Kuwait dan Arab Saudi, begitu terkenang masa sulit itu. Semua negara tertuju ke Timur Tengah, intrik dan perang terus tersaji di tayangan televisi. Ibu menyeka keningku, ayahku lebih dulu siuman, sedangkan kakakku masih berbaring di atas kasur, mukanya penuh dengan lecet dan lebam. “Alhamdulillah, kami semua selamat,” gumamku dalam hati.
“Hari ini tidak ada sekolah dulu,” ujar ayahku sembari duduk dipinggiran Kasur sembari melihat dengan tatapan kasih sayang ke arah kakakku.

Sedangkan tayangan berita menyuguhkan hasil ledakan tadi malam, banyak orang mengira tidak akan ada Gedung yang hancur, namun kabarnya Gedung kementrian pendidikan hancur setengahnya, lebur karena terkena kepingan ledakan antar rudal, “Itu hanya kepingannya bagaimana kalau rudalnya sendiri yang menghantam?,” tentu tidak bisa dibayangkan lagi.

Keesokan hari, aku hanya bisa berdiri tidak bergerak sejengkal pun, tatatapanku kosong, sedih dan perih dalam hati berhasil mengoyak jiwaku. Hembusan angin dingin menyapu pasir di hadapanku. Sekolahku hancur berkeping-keping tak tersisa satu kelaspun.
“Zaki, hayya ilal fashli nabhatsu ala awraq,” kata Basil temanku dari Suriah. Dia mengajakku mencari kertas-kertas karya kami di kelas, berjalan menginjak runtuhan dinding gedung.

Kami mencari letak kelas kita yang sudah tidak bertembok lagi, “Undzur ila fashluna, mazala qoimaa,” (Lihat kelas kita masih kokoh) kataku pada Basil. Dia hanya mengangguk pelan, tapi kertas ujian memang kami letakkan dalam meja, tapi sudah berserakan dan tidak lagi tahu di mana kertas itu sekarang.

Basil hanya bisa pasrah, dan juga menyerah. “Sudahlah kita pulang saja,” katanya meninggalkan sekolah yang sudah setengah rata dengan tanah. Dia menarikku untuk ikut berjalan dengannya, kami pun berpelukan seraya menangis.


Antara sadar tidak sadar, suara sirine terdengar keras kembali, aku mengejang berkeringat dan mataku melotot. Terpontang panting di atas kasur, ingin sekali menjerit kesakitan. Istri di sampingku berusaha untuk menenangkan. Anakku Fatimah bergegas mengambil obat penenangku yang didapatkan dari Surabaya dan segera memberikan obat dan segelas air putih.

Sesaat aku merasa tenang, menghirup udara dari jendela rumah, sampai ke relung jiwa. Istriku berusaha mendudukanku dengan nyaman, “Tenang mas, ini hanya suara sirine dari hape ayah, itu lho IG berita ada ledakan rudal lagi, tapi di Palestina,” ujar istriku berusaha untuk menenangkanku yang basah kuyup, karena aliran denyut nadi yang terlampau cepat.

Kabarnya Iran mengirim 300 rudal untuk menghantam pasukan Israel yang penjajah, namun suara sirine itu mengembalikan aku pada kenangan masa kecil, “Gila,” pikirku. “Setiap aku mendengar sirine tanda bahaya aku selalu tantrum,” kataku lirih.

Semua sudah berlalu, namun negeri Timur Tengah menyisakan kisah konflik yang berkepanjangan, semuanya hanya untuk oli hitam dalam bumi.

Aku mulai bergegas, harus segera bergegas ke kantor. Di perjalanan menuju kantor, sirine itu berbunyi lagi, keras pula, tapi itu bukan tanda bahaya akan perang, tapi tanda masuk kerja dari salah satu pabrik di Kota Gresik, kota tempatku sekarang berada. “Bukan main antara suara sirine tanda perang dan tanda masuk kerja tidak beda sama sekali,” batinku. Apakah sirinepun dalam damaipun menjadi simbol dan hanya dipisahkan membran yang tipis? Entahlah!.

Zaki Abdul Wahid
Kelahiran Riyadh 29 Juni 1977
Guru Komputer di SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik

Author

Hot this week

Edukasi dan Pemahaman Yang Baik Bahaya NAPZA Penting Untuk Generasi Muda

BANDUNGMU.COM, Bandung – Prodi Bioteknologi UM Bandung bekerja sama...

Ketua PP Muhammadiyah: Media Muhammadiyah Harus Lebih Eksis dan Berkontribusi Nyata

Jakarta — Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, menekankan...

Prodi Bioteknologi UM Bandung Ajak Siswa SMP Pahami Dampak Buruk Zat Adiktif

BANDUNGMU.COM, Bandung — Program Studi Bioteknologi Universitas Muhammadiyah (UM)...

Workshop Bahas Sanitasi dan Stunting: Aisyiyah Jawa Timur Gandeng USAID IUWASH Tangguh

Surabaya – Isu sanitasi dan air bersih menjadi perhatian...

Milad ke-112 Muhammadiyah , MI Assa’adah Gelar Aksi Pungut Sampah untuk Lingkungan Bersih

GRESIK - Dalam rangka memperingati Milad ke-112 Muhammadiyah, Madrasah Ibtidaiyah...

Topics

Edukasi dan Pemahaman Yang Baik Bahaya NAPZA Penting Untuk Generasi Muda

BANDUNGMU.COM, Bandung – Prodi Bioteknologi UM Bandung bekerja sama...

Ketua PP Muhammadiyah: Media Muhammadiyah Harus Lebih Eksis dan Berkontribusi Nyata

Jakarta — Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, menekankan...

Prodi Bioteknologi UM Bandung Ajak Siswa SMP Pahami Dampak Buruk Zat Adiktif

BANDUNGMU.COM, Bandung — Program Studi Bioteknologi Universitas Muhammadiyah (UM)...

Workshop Bahas Sanitasi dan Stunting: Aisyiyah Jawa Timur Gandeng USAID IUWASH Tangguh

Surabaya – Isu sanitasi dan air bersih menjadi perhatian...

Milad ke-112 Muhammadiyah , MI Assa’adah Gelar Aksi Pungut Sampah untuk Lingkungan Bersih

GRESIK - Dalam rangka memperingati Milad ke-112 Muhammadiyah, Madrasah Ibtidaiyah...

PCIM dan PCIA Pakistan Gelar Seminar Kesehatan Mental Untuk Keluarga Multikultural

BANDUNGMU.COM, Pakistan – Perbedaan budaya sering menjadi tantangan bagi...

Exploring bisexuality – uncovering the possibilities

If you’re unsure just what youare looking for, or...

Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU),...
spot_img

Related Articles