(Muhammad Firdaus nonor 2 dari kiri bersama Pimpinan dan penasehat PCIM Malaysia dan juga Tamu dari Kedutaan RI Kuala Lumpur saat peresmian Amal Usaha PCIM Wasola (Warung Soto Lamongan) 17 Agustus 2020Muhammad Firdaus.)
Muhammad Firdaus. Begitulah nama anak kecil itu saat menjadi murid TK ABA 16 dan MIM 4 Wotan Panceng Gresik. Meskipun rumah kami tidak berjauhan, saya waktu itu tidak mengenalnya. Sebab saat dia di Wotan, saya sudah merantau ke Malaysia.
Jenjang pendidikan SMP ia tempuh di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, SMA nya di SMT Gombak, kemudian lanjut ke Politeknik Shah Alam. S1 Geofisika ditamatkan di Universitas Sains Malaysia. Sedangkan S2 nya ia tempuh di Petroleum Geoscience Universiti Teknologi Petronas (UTP).
Di Malaysia, pria kelahiran 23 Maret 1991 ini lebih dikenal dengan Eko March Handoko Bin Masyhur. Itulah nama yang tertera di kartu identitasnya. Namun kami tetap memanggilnya dengan panggilan Daus (diambil dari nama kecilnya, Muhammad Firdaus).
Walau rumah orangtuanya di Malaysia ini ibarat markas bagi warga persyarikatan, terutama bagi anggota Ikatan Warga Muhammadiyah Ranting Wotan (Ikawamuraw) dan Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah (PRIM) Kepong, namun kami terbilang jarang bisa bertemu dengannya di rumah.
Disiplin keilmuan dan jiwa berpetualangnya memaksa Daus banyak menghabiskan waktu di alam bebas. Hutan, lembah, dan bukit adalah sahabatnya. Puncak tertinggi di Malaysia, yaitu gunung Kinabalu, sudah pernah ia taklukkan.Bahkan gunung Fuji Jepang dan Anapurna Base camp Himalaya,Nepal serta beberapa gunung di Indonesia juga sudah ia daki.
Jiwa sosial dan keshalehannya tidak berbeda dengan orang tuanya, Bapak Masyhur Sugianto dan Ibu Siti Sitatun, yang merupakan aktifis Muhammadiyah dan Aisyiyah di Malaysia.
Mas Eko aktif membantu sang ayah setiap kali menyalurkan zakat fitrah yang dikoordinir oleh PCIM Malaysia. Bahkan jauh sebelum ada isu pengibaran bendera putih oleh mereka yang terdampak akibat diberlakukannya Perintah Kawalan Pergerakan (PKP) yang berlarut-larut, mas Eko sudah berupaya membantu siapapun yang memerlukan dengan memanfaatkan media sosialnya.
Selain jiwa sosialnya yang tinggi, kecintaannya terhadap persyarikatan juga sangat kental. Teringat betapa antusiasnya dia mengikuti acara Reuni sambil Safari Dakwah Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia ke Gresik dan Lamongan (Gresla) pada tahun 2018 lalu.
Saya sering berdiskusi dengan rekan-rekan PRIM Kepong khususnya, berharap besar Mas Eko akan menjadi diaspora penerus perjuangan persyarikatan di negeri jiran ini.
Mas Eko dan Pak Masyhur juga punya andil yang sangat besar dalam usaha pendirian amal usaha perdana PCIM Malaysia, Warung Soto Lamongan (Wasola). Untuk persyaratan administrasi dan perizinan, kesediaan mas Eko dan Pak Masyhur sebagai penama, menjadi kunci penting berdirinya Wasola.
“Mas Eko seorang yang baik, rendah hati meski berilmu tinggi. Perannya sangat penting dalam pendirian Wasola. Dia bukan sekedar meminjamkan nama, tapi dengan semangatnya mendorong supaya amal usaha kita menjadi realita. Dialah yang membuka palang dan menyodorkan jalan. Dengan semangat itu almarhum Mas Eko membuka gerbang bagi PCIM Malaysia untuk ‘sampai’ ke Wasola”. Demikian ungkap ketua PCIM Malaysia, Sonny Zulhuda, mengimbas sejarah berdirinya Wasola.
Menurut teman yang bersamanya di Kuala Lipis Pahang, tanggal 12 Juli lalu adalah kali terakhir dia menjelajah hutan. Setiap malam dia selalu bercerita soal pekerjaanya saat ini dan cita-citanya nanti.
Dia berencana menyambung Ph.D di UTP dan menjadi dosen, sehingga mempunyai banyak waktu bersama keluarga. “Saya ingin menjadi seorang Profesor.” ujarnya.
Sontak ucapannya membuat rekan-rekannya terbahak meragukan. Bukan meragukan kemampuan intelektualnya, tapi mampukah dia meninggalkan hutan dan menghapus jiwa ‘nature’nya?
Sambil bercanda dia berkata akan memberi nama putrinya Eka Augustina Handoko. Namun dia juga menegaskan, dia sudah menyiapkan nama terbaik untuk calon putrinya, namun nama itu masih dirahasiakan hingga sang putri lahir nantinya.
Tanggal 16 Juli dia memberi tahu telah positif terjangkit covid-19 dan sedang dikarantina. Padahal dalam minggu-minggu itu istrinya diperkirakan akan melahirkan. Dia masih berjenaka akan meng-adzan-kan bayinya secara virtual.
Pada tanggal 22 Juli harus dipindahkan dari pusat karantina ke rumah sakit dan dipasang oksigen. Lima hari setelah itu, tanggal 27 Juli dia harus dimasukkan ke ruang ICU karena terkena serangan jantung. Pada tahap inilah dia baru memberi tahu orang tuanya. Dia sengaja tidak menginfokan lebih awal karena tidak mau membuat orang tuanya sedih.
Pada tanggal 2 Agustus diberitakan bahwa dokter terpaksa menidurkannya untuk menghindari berulangnya serangan jantung, sedangkan obat pencair darah hanya bisa disuntikkan sekali saja. Pagi hari tanggal 2 Agustus itu, Mas Eko telah kembali ke rahmatullah. Innaa lillaah wa innaa ilaihi rooji’uun.
Keesokan paginya, tanggal 3 Agustus pukul 5 pagi, sang istri, Yasmin Ibrahim melahirkan anak yang dikandung dengan selamat. Seorang putri cantik yang diberi nama, Ayra Kamila. Nama rahasia yang selama ini telah dipersiapkan Mas Eko. Semoga kehadiran sang putri sedikit mengobati kehilangan yang dirasakan oleh keluarganya.
Namun, kepergian Mas Eko tentu bukan hanya kehilangan bagi orang tua, adik dan keluarganya, tapi juga kehilangan besar bagi PCIM Malaysia.
“Kita tadinya berharap banyak pada kader seperti Mas Eko, yang bisa dan mau melanjutkan perkembangan persyarikatan di bumi Hang Tuah ini”, ujar Sekretaris PCIM Malaysia, Sulthon Kamal menyampaikan rasa kehilangannya.
Mas Eko, hanya satu malam pembatas antara pagi kepergianmu dan pagi kehadiran cahaya matamu, Ayra Kamila.
Dan hanya dua minggu menjelang ulang tahun Wasolamu, amal usaha persyarikatan yang in sya Allah menjadi salah satu amal jariyahmu.
Selamat jalan Mas Eko March Handoko, Mas Muhammad Firdaus. Terima kasih atas segalanya. Damailah disana. KepadaNya kita semua akan kembali.
Oleh: Darsun
(Ketua MEK PCIM Malaysia, Pengelola Wasola)