Menulis dari Hati akan Sampai ke Hati

Featured16 Dilihat
banner 468x60

GIRIMU.COM — Dengan view Gunung Penanggugan, tepatnya di balkon Hotel Grand Whiz Trawas, Mojokerto, Jawa Timur, saya rangkai kata demi kata, ditemani secangkir kopi hitam. Moment ini mengingatkan sejenak perjalanan menulis diri yang fakir ilmu ini, hingga sampai pada posisi saat ini. Sungguh, pelatihan Journalist and Influencer Camp yang diselenggarakan oleh Majelis Pustaka, Informasi, dan Digitalisasi (MPID) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Gresik ini menarik diri untuk merefleksi perjalanan saya di dunia kepenulisan.

Bagi saya pribadi, menulis adalah hobi sejak duduk di bangku menengah pertama (SMP). Saat itu, guru Bahasa Indonesia saya menyuruh menyusun sebuah paragraf. Ia menyerukan untuk membuka awal paragraf dengan kalimat yang menyentuh agar pembaca tertarik untuk membaca bait demi bait kalimat yang akan tersaji selanjutnya. Dan, momen berikutnya adalah ketika kakak kedua saya memberikan hadiah ulang tahun kepada saya sebuah buku diary. Ia menyerukan agar saya belajar menulis lewat sarana buku diary.

“Ceritakan apa saja di buku diary tersebut,” pesannya.

Dan ternyata benar, dari kebiasaan menulis di buku diary tersebut, kemampuan menulis saya terus terasah. Bagi saya, dengan menulis di buku diary laksana curhat di tempat yang aman, tidak akan ada yang tersakiti, tetapi emosi menjadi terlampiaskan, lepas, dan itu membuat mental saya menjadi sehat. Dan, momen ketiga yang cukup berarti bagi saya adalah, ketika di sekolah anak saya yang kedua, dalam forum Ikwam (Ikatan Wali Murid) mengadakan sebuah pelatihan menulis sebagai titik awal untuk menyusun sebuah buku ”Resep Cinta Bunda”, sebuah buku antologi kisah inspiratif para bunda tentang kisah resep makanan yang syarat haru, kisah penuh makna.

Pelatihan yang menghadirkan pemateri dari FLP (Forum Lingkar Pena) itu cukup subjektif, pemateri menyuruh peserta menulis dengan no name dan diulas satu per satu. Dari situlah semangat saya untuk menulis bangkit kembali setelah lama terpendam dalam dunia ibu dari tiga anak.

”Tulisan Ibu sangat runtut dan enak untuk dibaca. Kalimat pembukanya juga sangat menggugah dan renyah,” respon aktivis FLP saat membaca nasakah saya. Sebuah kalimat sederhana tapi cukup membangkitkan ghirah menulis pada diri saya.

Dan, Allah sungguh punya skenario luar biasa. Saya diterima di sebuah sekolah alam, yakni SD Alam Muhammadiyah Kedanyang (SD Almadany) yang sangat sesuai dengan jiwa saya untuk terus berkembang, menempatkan saya sesuai dengan passsion dan kemampuan saya. Akhirnya, puluhan buku lahir serta ratusan berita saya tulis. Hampir tiap hari saya melakukan aktivitas menulis.

Terkadang ada saja kalimat toxic yang mengendurkan semangat menulis (baik menulis buku maupun berita). Tapi saya kemudian hempaskan, karena saya selalu yakin, bahwa menulis dari hati akan sampai ke hati. Sekali-kali janga menulis karena terpaksa: terpaksa disuruh kepala sekolah, terpaksa karena ditunjuk, terpaksa karena ingin naik jabatan, dan seterusnya. Sungguh, jangan sampai, karena bagi saya menulis adalah panggilan jiwa.

Saya jadi ingat sebuah pepatah: ”Jika kau bukan anak seorang raja, maka jadilah engkau seorang penyair”. Dan, sebuah kalimat dari seorang pembicara pada sebuah pelatihan menulis yang pernah saya ikuti mengatakan, ”Jika menuntut ilmu adalah hasil buruan, maka ikatlah dengan sebuah tulisan”. Kalimat berikutnya; ”Branded diri dengan menulis”.

Sesungguhnya, dunia ini hanyalah sebuah persinggahan sementara dan tempat untuk berbekal di akhirat kelak. Maka, semoga dengan kemampuan yang ada, menulislah yang akan mengantarkan kita ke ladang jannah (surga). Nuun qolami wama yasthurun, fastabihul khairat, mari kita berlomba-lomba dalam kebaikan. Luruskan niat dalam dakwah bil qolam. Sungguh menulislah dengan hati agar sampai ke hati pembaca kita. (*)

Kontriutor: Eli Syarifah

Author