bandungmu • Aug 07 2022 • 32 Dilihat
Oleh: Ace Somantri, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung
BANDUNGMU.COM — Denting piano dari ayunan jari sang maestro diiringi nyanyian “Indonesia Raya” dan “Sang Surya” sebentar lagi terdengar menggema di Stadion Manahan Solo tanda dimulainya Muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah.
Tidak terbayangkan gemuruh alunan suara peserta muktamirin dan penggembira memadati stadion.
Selalu teringat beberapa momentum muktamar yang terlewati. Kebanggaan senantiasa menyelimuti jiwa dan mendorong hati menggerakkan tubuh untuk berusaha bertahan menjadi aktivis persyarikatan Muhammadiyah walaupun hanya sebagai anggota pengurus di akar rumput.
Nyanyian “Sang Surya” meresap dalam hati sanubari ketika banyak menghadapi tantangan dalam berdakwah.
Sebagai aktivis yang bukan pengurus elite wilayah apalagi pusat, rasanya bersentuhan dengan masyarakat grasroot lebih berasa. Menggerakkan organisasi yang bersentuhan dengan warga masyarakat langsung memang butuh energi kuat.
Khususnya kemampuan nalar dan wawsan disiplin ilmu agama secara spesifik karena tidak sedikit masyarakat banyak bertanya hal ihwal ubudiyah sehari-hari.
Faktanya tidak sedikit teman-teman seperjuangan di level cabang dan ranting merasakan hal yang sama.
Mungkin sangat berbeda bagi elite pengurus tingkat atas, baik itu pimpinan wilayah maupun pusat, nalar dan wawasannya lebih fokus pada wawasan global dengan nilai posisitioning-nya di publik lebih strategis dan politis.
Bahkan ada kesan yang subjektif, ketika masuk elite pimpinan pusat dan wilayah memiliki ruang dan kesempatan dekat dengan kekusaan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi, kadang-kadang untuk pribadi.
Jika organisasi tidak memiliki nilai posisitioning pada publik dan kekusaan terindikasi kemampuan branding organisasinya oleh pimpinan dipertanyakan. Hal itu penting karena untuk memberikan efek positif dalam gerak laju organisasi beramar makruf nahi munkar.
Momentum muktamar selalu didambakan. Selain menggembirakan, kami di akar rumput dan grassroot, juga menjadi spirit dan motivasi berorganisasi di Muhammadiyah.
Muktamar tahun ini berbeda. Selain waktu yang melebihi dua tahun dari yang seharusnya karena pandemi covid-19, sangat diharapkan dalam kesempatan ini muncul para pejuang dan aktivis Muhammadiyah yang diberikan kesempatan memiliki hak bicara dan suara untuk menyuarakan kebenaran dan kebaikan.
Tentu kebenaran dan kebaikan yang berorientasi pada gerakan dakwah persyarikatan yang lebih visioner, kemudian memilih para pimpinan muda nan visioner yang mampu menakhodai Muhammadiyah yang usianya lebih satu abad.
Puluhan ribu amal usaha dimiliki organisasi bukan hanya menjadi kebanggaan, melainkan menjadi amanah yang akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat oleh pimpinan yang memiliki wewenang membuat kebijakan dan aturan yang berkeadilan dan beradab.
Permasalahan yang dihadapi warga Muhammadiyah sangat banyak. Kita melihat bersama sikap oligarkis yang saat ini menjangkiti di ranah kekuasaan politik kebangsaan Indonesia. Jangan sampai virusnya menyebar dalam institusi dakwah persyarikatan Muhammadiyah.
Rasa dan aroma virus itu bukan mustahil tidak ada. Namun, untuk lebih berhati-hati sangat perlu karena diakui atau tidak, menjadi elite Muhamamdiyah tingkat pusat sangat besar godaan untuk saling tukar dengan jabatan kekuasaan pada ranah politik kebangsaan. Itu sangat mungkin terjadi.
Sekalipun bukan dirinya langsung, tetapi peluang kader-kader terbaik yang layak harus didiasporakan untuk dijadikan pewarna kebaikan. Bukan orang-orang sekeliling kelompok dan kolega dekatnya yang diperankan untuk mengakselerasinya.
Terlebih hajat besar ranah politik kebangsaan satu tahun yang akan datang sudah ingar bingar. Silaturahmi atau safari politik elite-elite kekusaan sudah masif.
Apalagi Muhammadiyah NGO yang sangat besar di negeri ini, daya tariknya sangat mempesona sehingga tawaran-tawaran manis yang menggiurkan membuat hasrat duniawiyah membawa imaginasi diri berusaha ingin memiliki.
Hal itu lumrah dan biasa menjadi tradisi yang tidak bisa dimungkiri. Tawaran mendampingi cawapres, menteri dan wakil menteri, momisaris dan direksi BUMN, staf khusus menteri, hingga anggota parlemen tidak luput menjadi incaran.
Fenomena tersebut bukan hal buruk. Namun, sangat dibutuhkan para pimpinan pusat ke depan benar-benar memiliki kecerdasan politik adiluhung. Jangan memandang remeh seolah-olah tidak perlu dibesar-besarkan. Padahal, fenomena itu faktanya menjadi triger berebut bahwa saling cepat merapat dia akan dapat.
Cepat atau lambat persyarikatan Muhammadiyah akan terus mengalami dinamika, tantangan, dan hambatan yang terus silih berganti.
Namun, tetap kita semua bersama memuhammadiyahkan warga Muhammadiyah. Suara Muhammadiyah adalah suara kebaikan warga Muhammadiyah. Dakwah Muhammadiyah adalah dakwah kebenaran agama dari Allah SWT.
Membahagiakan Muhammadiyah sama seperti membahagiakan diri kita. Sebaliknya, apabila hanya memanfaatkan untuk kekayaan harta, maka jauh dari kata bahagia dan wajah pun tidak akan pernah bercahaya.
Insyaallah semua warga Muhammdiyah jauh dari sifat hubbudunya (cinta harta) yang melebihi cintanya pada Allah SWT.***
sumber berita ini dari bandungmu.com
SD Al Islam Morowudi meluncurkan program baru bernama Murajaah Akbar yang diikuti oleh 260 siswa dar...
Suasana ceria menyelimuti halaman TK di sekitar MI ASSA’ADAH MIAS Bungah saat para siswa madrasah ...
SD Muhammadiyah 1 Wringinanom (SD Muwri) memperingati Isra’ Mi’raj 1446 H/2025 M dengan menggela...
Girimu.com – Kesalehan harus didasari dengan keimanan dan keikhlasan, bukan dijadikan alasan untuk...
SMP Muhammadiyah 14 Driyorejo (Spemia) memperingati Isra Miraj 1446 H pada Jumat (31/01/25). Acara i...
Girimu.com – Siswa MI ASSA’ADAH MIAS Bungah kembali menunjukkan semangat mereka dalam kegiatan P...
No comments yet.