Oleh: Ace Somantri, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung
BANDUNGMU.COM — Tidak terasa 19 tahun berjalan kami merajut keluarga kecil nan bahagia. Sejak awal kami punya mimpi ketika berumah tangga berharap, berdoa, dan berusaha memiliki anak yang cerdas intelektual, sosial emosional, dan moral spiritual.
Semua itu dilalui dengan berbagai keterbatasan material finansial dan wawasan tentang mendesain generasi yang kuat jasmani dan ruhani.
Sekalipun istri seorang lulusan sarjana psikologi, tidak lantas percaya diri begitu saja. Untuk mendesain masa depan anak benar-benar sesuatu yang membutuhkan energi besar. Tidak cukup hanya mimpi dan harapan semata tanpa usaha nyata.
Di antara usaha yang kami lakukan, yakni membuat komitmen bersama istri sebagai langkah nyata mewujudkan mimpi tersebut. Berbagai literatur dibaca, bekal dasar dari sang istri pun menjadi salah satu bagian untuk bahan diskusi bagaimana mendesain masa depan anak.
Namun, saking terbatasnya membina biduk rumah tangga, ternyata untuk saling pengertian mewujudkan visi hidup bersama membutuhkan adaptasi yang cukup lama.
Waktu berjalan setelah lima bulan berkeluarga, alhamdulillah janin anak pertama dikandung. Kala itu kondisi sangat terbatas untuk membesarkan janin dalam kandungan ibunya.
Selain memberikan pelayanan asupan makananan dan minuman sang janin melalui ibunya, pada saat bersamaan kondisi istriku sedang menyelesaikan studi akhir.
Kondisi fisik dan psikologis cukup terganggu, baik itu karena mondar-mandir ke kampus menemui pembimbing maupun karena sibuk mengerjakan hasil penelitian tugas akhir.
Menurut salah satu literatur, kondisi fisik dan psikologis ibu ketika mengandung akan mempengaruhi tumbuh kembang anak dalam kandungan. Bahkan, ada pendapat hal tersebut mempengaruhi dasar karakter anak setelah lahir.
Saat itu berharap anakku tidak mengalami hal yang tidak baik. Oleh karena itu, salah satu usaha yang kami lakukan untuk mengurangi dampaknya setiap satu pekan 1 hingga 2 kali makan seafood segar.
Selain memberikan asupan makanan, meminta istriku untuk tetap rajin membaca ayat suci Al-Quran sebagai bentuk usaha menjaga kondisi psikologis tetap stabil.
Tepat hari Sabtu tanggal 20 Desember 2003 kelahiran anak pertama menjadi simbol kebahagiaan. Walaupun kala itu sempat mengalami kepanikan luar biasa karena kelahiran anak pertamaku harus divakum.
Saking lamanya proses persalinanan membuat istriku mengalami lemah fisik sehingga tenaga berkurang untuk menekan bayi keluar dari rahimnya.
Perjuangan anak pertama sangat melelahkan. Ditambah kondisi kami sekeluarga yang relatif pasangan masih muda banyak hal yang tidak diketahui dalam menghadapi persalinan yang baik dan benar.
Perjuangan luar biasa
Alhamdulillah tidak terasa usia anakku sudah dewasa dan saat ini sedang menempuh studi di kampus pilihanya. Lelah semoga menjadi berkah karena merawat, membina, dan menagarahkan anak bukan pekerjaan mudah.
Liku-liku sejak usia janin hingga tumbuh kembang menjadi dewasa membutuhkan pengasuahan atau parenting yang ekstra. Harap-harap cemas selalu menghantui dalam benak dan pikiran kami.
Apakah akan mampu mengasuh anak hingga dewasa hingga menjadi anak yang sholeh, cerdas, dan pada saatnya menjadi orang yang bermanfaat untuk agama, bangsa, dan negara bahkan juga dunia.
Karena manusia hidup bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain. Kenapa seperti itu? Anak adalah titipan (amanah) dari Allah SWT.
Oleh karena itu, konsekuensinya sejauhmana menjalankan amanah hingga dia menjadi manusia berguna dan bermanfaat di dunia tanpa batas negara atau bangsa.
Parenting diketahui bahwa tidak hanya menjelmakan anak tumbuh kembang menjadi dewasa dan punya kerja, melainkan memberikan ruang dan kesempatan luas untuk mengembangkan talenta hingga ke seantero dunia.
Menjadi insprator manusia-manusia yang menghuni dunia. Bentuklah sel sperma dan ovum dari bahan baku yang berkualitas. Tentu selain dari bahan makanan dan minuman yang halal melainkan juga bernutrisi tinggi.
Hal itu penting untuk tumbuh kembang fisik dan fingsi otak yang brilian. Kita semua hidup di dunia, oleh karena itu, benarlah sabda Rasulullah: antum a’lamu bi umuridunyakum (kalian yang lebih memahami dan mengerti urusan duniamu).
Bicara hal duniawiah, semua rumusan ada dalam Al-Quran dan As Sunnah yang wajib kita ungkap dan kembangkan dalam bentuk sistem aplikasi berbagai disiplin ilmu, termasuk mendesain masa depan anak.
Mulai dari ilmu komunikasi keluarga, psikologi, gizi, dan ilmu-ilmu lain penunjang untuk mendesain generasi masa depan anak yang kita lahirkan dan besarkan. Wallahu ‘alam.***