Banda Aceh, InfoMu.co – Penjelasan Pemerintah melalui Menko Luhuh Panjaitan seputar akan terjadinya kenaikan BBM dan Listrik, menjadikan negeri ini riuh. Berbagai tanggapan kritis pun terdengar dari banyak tokoh yang mengatakan, bahwa kenaikan BBM dan Listrik akan berdampak besar pada perekonomian nasional.
Pengamat kebijakan politik dan publik Aceh Dr. Taufiq Abdul Rahim menegaskan, bahwa rencana pemerintah RI menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), gas dan listrik, dengan alasan untuk mengendalikan inflasi, hal ini secara rasional ekonomi akan berdampak terhadap kenaikan harga barang dan jasa, bahkan menjadikan inflasi yang dahsyat atau “multiplier effect” terhadap pergeseran kenaikan harga (shifting price).
Baik melalui analisis dua sisi inflasi “cost-push and demand full inflation”, yaitu inflasi dari sisi permintaan (pembeli/konsumen) dan penawaran (penjual/produksi), hal ini dapat dipastikan akan terjadi ekonomi “shock” dan ketersumbatan (influences) makro ekonomi, kata Taufiq.
Sehingga secara siklus makro ekonomi dan produktivitas akan sangat mengganggu keseimbangan pasar (equilibrium market), harga akan melonjak tinggi terhadap mobilitas barang, jasa dan orang, maka akan menjadikan ketidak seimbangan pasar (disequilibrium market) dalam konteks makro ekobomi. Konon pula menghambat aktivitas ekonomi baru bergerak dan serta beraktivitas secara produktif dan konsumtif pasca Covid-19.
Demikian juga daya beli masyarakat menengah kebawah masih rendah, serta peredaran uang belum normal, juga produktivitas ekonomi sektor ril, informal, sektor basik, pedagang kecil, UMKM, industri rumah tangga, penginapan, transportasi dan banyak lagi lainnya, baru mencoba untuk bangkit dari keterpurukan. Ternyata akan berhadapan dengan badai dahsyat kenaikan harga barang, jasa, akibat dari kenaikan harga BBM, gas dan listrik, jika kebijakan ekonomi, politik dan moneter Pemerintah RI ini, benar-benar jadi dilaksanakan melalui kebijakan “arogansi” pemerintah, yang tidak memiliki “sensces of crissis and belonging”.
Dijelaskan pengamat kebijakan publik Muhammadiyah itu, alasan irrasional pengendalian inflasi dari kebijakan ekonomi menaikkan kebutuhan dasar BBM, gas dan listrik akan berdampak ganda, juga akan menjadikan ketidakpercayaan (distrusted) rakyat keseluruhannya menjadi pudar, menghilangkan rasa simpati baik ekonomi dan politik kekuasaan.
Hal yang paling prinsipil bahwa kenaikan harga ini akan memicu inflasi baru dan semakin berkurangnya kemampuan daya beli rakyat terhadap barang dan jasa serta hal lainnya. Sesungguhnya rakyat belum pulih dari keterpurukan ekonomi dampak Covid-19 yang saat ini semakin tidak jelas kondisinya.
Kata Taufiq, hal yang sangat dikhawatirkan adalah, ini menciptakan eksistensi negara atau pemerintah berhadapan dengan kebijakan ekonomi dan politik kekuasaan, berada di depan jurang yang terjal dan dalam, “berjumpalitan” mengancam disintegrasi negara dan bangsa. Ini akibat dari saran “advices” dari pakar, penasehat dan ahli ekonomi yang “sangat dangkal dan konyol” keilmuannya terhadap kebijakan ekonomi dan moneter yang akan merusak siklus ekonomi dan produksi makro ekonomi, sehingga menciptakan ketidakseimbangan makro ekonomi.
Dengan demikian, sebaiknya jangan mengambil dan menetapkan kebijakan kenaikan harga BBM, gas dan listrik dimana kondisi ekonomi masyarakat hari ini masih susah, sulit, belum dapat bangkit dari keterpurukan yang demikian menyulitkan. Bahkan kebijakan yang diambil tersebut berpotensi menciptakan disintegrasi bangsa dan negara, meskipun rakyat saat ini dalam kondisi seolah-olah tenang, diam serta sangat santun kepada negara ataupun pemerintah. Maka diperlukan sikap hati-hati terhadap kebijakan ini. (***)