GIRImu.com – Rencananya terkesan dadakan. Tetapi, realisasi pelaksanaannya berlangsung begitu gayeng dan sangat dinamis.
Itulah yang terjadi di salah satu ruang SD Alam Muhammadiyah Kedanyang (SD Almadany) Kebomas, Gresik, Rabu (16/9/2020). Diskusi untuk saling berbagi pengalaman dalam mengelola komunikasi publik bertema “Media Relation dan Corporate Branding” itu berlangsung santai dan gayeng, namun konten yang dibahas nyaris menyedot perhatian para pesertanya. Sebab, temanya memang terkait langsung dengan isu kekinian dalam mengelola lembaga pendidikan dalam menjalin dengan media massa dan komunikasi publik.
Menghadirkan nara sumber Suhartoko, praktisi komunikasi dan kehumasan, diskusi yang setting lokasinya tetap mengedepankan protokol kesehatan –karena semua peserta harus bermasker dan tempat duduk ditata berjarak (phisical distancing)—diikuti para guru dan Humas di TK Aisyiyah Bustanul Athfal (ABA) 34 dan SD Almadany Kebomas, Gresik.
“Tempat duduk peserta memang kita tata berjarak agak renggang untuk memenuhi protokol kesehatan, tetapi insya Allah hati dan pikiran kita untuk mengikuti acara ini tetap menyatu,” ujar Kepala SD Almadany, A.H. Nurhasan Anwar.
Suasana akrab dan gayeng sudah terasa sejak pembukaan acara diskusi ini. Pemandu acara (MC), Lilis Setyowati, cukup piawai dalam menghidupkan suasana. Bahkan, sebelum memasuki acara inti, ia mempersilakan salah satu guru ini untuk maju membacakan puisi. Seraya minta doa restu dan dukungan kepada para peserta diskusi, –karena puisi yang akan dibacakan diikutkan lomba—puisi bertema ‘cinta’ itu pun dibawakan dengan begitu bagusnya.
Seakan tak mau kalah, sang MC-pun juga minta izin ke para peserta yang memenuhi ruangan untuk membaca puisi. Temanya sama: ‘cinta’. Suasana nampak lebih cair lagi ketika memasuki acara inti dan MC mempersilakan nara sumber, Suhartoko, yang juga anggota Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kab. Gresik ini, untuk memulai menyampaikan paparan materi diskusi.
“Mengawali Diklat ini, maaf saya lebih suka menggunakan istilah diskusi saja. Sebab, dalam diskusi dialog atau alur komunikasi lebih bersifat dua arah. Dan, dengan diskusi dapatnya informasi atau materi akan lebih banyak ketimbang alur pembicaraan satu arah,” ujar Hartoko, sapaan akrab pria yang juga pegiat di Jaringan Literasi Indonesia (Jalindo) ini.
Di luar dugaan, Hartoko yang juga anggota Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kebomas ini, ternyata ikut-ikutan membaca puisi sebelum mengawali pemaparan materi diskusi. Ia membaca salah satu puisi besutannya melalui layar screen yang tersimpan di blognya, www.suhartoko.com. Tema puisinya juga ‘cinta’ berjudul Berhala Cinta.
“Biar adil, saya juga ikutan baca puisi. Boleh kan?” katanya, yang direspon dengan serempak oleh peserta untuk membaca puisi.
Jalin Komunikasi Media
Setelah membaca puisi karyanya, Hartoko memulai menyampaikan materi diskusi tentang pentingnya menjalin komunikasi dengan media massa, baik cetak, elektronik, maupun online, termasuk dengan komunitas media sosial (medsos). Menurut dia, di era digital yang memungkinkan arus informasi berlangsung begitu cepat dan menuntut terus ter-update, adalah keniscayaan pengelola lembaga pendidikan, termasuk institusi pemerintahan dan korporasi, menjalin komunikasi yang intens dengan media massa, terutama para wartawannya. Lewat media massa, informasi baik berupa aktivitas, program, maupun gagasan-gagasan bisa terkomunikasikan ke publik (masyarakat) dengan cepat.
“Kalau komunikasi atau relasi media ini bisa kita lakukan dengan bagus, maka efek positifnya adalah fungsi branding di lembaga kita pun akan berjalan dengan baik. Begitu juga sebaliknya,” ujarnya.
Ia lalu mengupas salah satu fakta yang banyak dialami dan dikeluhkan sejumlah pengelola lembaga pendidikan atau perusahaan. Dikatakan, banyak yang merasa lembaganya dijauhi oleh media, karena nyaris tidak pernah mengekspos informasi atau berita, padahal banyak informasi yang bagus untuk diberitakan.
Menurut Hartoko, paling tidak terdapat tiga kemungkinan mengapa sebuah lembaga pendidikan, instansi pemerintahan ataupun perusahaan (korporasi) tidak pernah atau jarang sekali masuk berita di media massa. Pertama, jajaran redaksi di media massa menilai, memang lembaga itu tidak memiliki informasi yang layak berita. Akibatnya, media atau wartawan nyaris tak mau “menyentuhnya”.
Kemungkinan kedua, lanjutnya, pengelola lembaga pendidikan, instansi, ataupun perusahaan itu tidak mau diekspos dan mengambil sikap pasif dengan alasan low profile. Dan, kemungkinan ketiga, tidak adanya kemampuan mengomunikasikan informasi dari lembaga tersebut.
“Nah, kita berada di posisi yang mana, mari kita cermati untuk kemudian kita carikan jalan yang pas untuk memaksimalkan komunikasi kita dengan teman-teman media,” tandas Hartoko.
Ia kemudian mengajak peserta mengenali karakter media massa, Secara umum, katanya, media massa bisa dikenali kiprah, peran, dan fungsinya dalam empat kategori. Keempatnya adalah:
(1) Media massa bisa berperan sebagai sarana promosi atau support atas pengelolaan institusi atau perusahaan, baik terkait produk baranag dan atau jasa yang dikelola, termasuk sekolah;
(2) Media massa bisa berperan sebagai mitra kerja dalam memengaruhi opini publik terkait kebijakan atau program perusahaan/institusi, termasuk kerja sama pekerjaan yang memungkinkan;
(3) Media massa bisa menjadi sarana efektif untuk penguatan pencitraan korporasi (corporate image) atau branding untuk mendukung pengembangan kinerja perusahaan atau institusi; dan
(4) Media juga bisa mengganggu, merusak, menyerang, atau bahkan menjatuhkan reputasi perusahaan/institusi dan pengelolalanya.
“Dengan mengenali karakteristik media massa itu, kita bisa dengan mudah menentukan sikap dan model komunikasi yang akan kita lakukan, termasuk terkait pengalokasian anggaran jika akan beriklan,” ujarnya. (nov/fud)
Kontributor: Izza Novitasari/Mahfudz Efendi)