Tuesday, October 15, 2024
26.7 C
Gresik

Hadis-Hadis yang Berisi Pesan Toleransi

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi. Banyak ajaran tentang pentingnya sikap toleransi dalam Islam, baik yang bersumber dari Al-Qur’an ataupun hadis Nabi Saw. Yang mana, keduanya merupakan sumber utama bagi agama Islam.

Kata toleransi sendiri didefinisikan sebagai bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) atau (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Dalam bahasa Arab, istilah yang lazim digunakan sebagai padanan kata toleransi adalah samahah atau tasamuh. Para pakar leksikograf Arab mengartikan sebagai berlaku lembut dan dan mempermudah (Ma’luf, 1994: 349).

Menurut Ibn al-Mandzur, (tt.: 249), dan Munawwir (1997: 657), kata ini pada dasarnya berarti al-jud (kemuliaan), atau sa’atal-sadr (lapang dada), dan tasahul (ramah, suka, memaafkan).

Makna ini berkembang menjadi sikap lapang dada atau terbuka (welcome) dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia.

Dengan demikian, berbeda dengan kata tolerance yang mengandung nuansa keterpaksaan, maka kata tasamuh memiliki keutamaan. Karena melambangkan sikap yang bersumber pada kemuliaan diri (al-judwa al-karam) dan keikhlasan.

Hadis-Hadis yang Berisi Pesan Toleransi

Dalam hadis Rasulullah, ternyata cukup banyak ditemukan hadis-hadis yang memberikan perhatian secara verbal tentang toleransi sebagai karakter ajaran inti Islam. Hal ini tentu menjadi pendorong yang kuat untuk menelusuri ajaran toleransi dalam Al-Qur’an. Sebab, apa yang disampaikan dalam hadis merupakan manifestasi dari apa yang disampaikan dalam Al-Qur’an.

Rasulullah SAW pernah bersabda:

اَحَبُّ الدِّيْنِ اِلَى اللَّهِ الْحَنِيْفِيَّةُ السَّمْحَةُ

“Agama yang paling dicintai di sisi Allah adalah agama yang lurus dan toleran.”

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani ketika menjelaskan hadis ini. Beliau berkata:

“Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari pada Kitab Iman bab Agama itu Mudah. Di dalam sahihnya secara Mu’allaq dengan tidak menyebutkan sanadnya karena tidak termasuk dalam kategori syarat-syarat hadis sahih menurut Imam Al-Bukhari.

Akan tetapi beliau menyebutkan sanadnya secara lengkap dalam al-Adab al-Mufrad yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Abbas dengan sanad yang hasan. Sementara Syekh Nashruddin al-Albani mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis yang kedudukannya adalah hasan lighairih.”

Berdasarkan hadis di atas, dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang toleran dalam berbagai aspek agama baik aspek Akidah maupun Syariah, akan tetapi toleransi dalam Islam lebih dititikberatkan pada wilayah muamalah di mana Rasulullah SAW bersabda:

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى

“Allah merahmati atau menyayangi seseorang yang toleran dalam menjual, membeli, dan memutuskan perkara.”

***

Imam Al-Bukhari memberikan bab pada kata as-Samahah (toleran) dalam hadis ini dengan kata kemudahan. Beliau berkata: Bab Kemudahan dan Toleransi dalam Jual Beli. Ibnu Hajar Al-Asqalani ketika mengomentari hadis ini beliau berkata:

”Hadis ini menunjukkan anjuran untuk toleransi dalam interaksi sosial dan menggunakan akhlak mulia dan budi yang luhur dengan meninggalkan kekikiran terhadap diri sendiri.

Selain itu juga, menganjurkan untuk tidak mempersulit manusia dalam mengambil hak-hak mereka serta menerima maaf dari mereka. Islam sejak datangnya berdiri di atas azas kemudahan, Rasulullah bersabda:

إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ

”Sesungguhnya agama itu mudah, dan sama sekali tidak seseorang berlaku keras dalam agama kecuali akan terkalahkan.”

Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata bahwa makna hadis ini adalah larangan bersikap tasyaddud (keras) dalam agama yaitu ketika seseorang memaksakan diri dalam melakukan ibadah sementara ia tidak mampu melaksanakannya itulah maksud dari kata: ”Dan sama sekali tidak seseorang berlaku keras dalam agama kecuali akan terkalahkan,” artinya bahwa agama tidak dilaksanakan dalam bentuk pemaksaan, maka barang siapa yang memaksakan atau berlaku keras dalam agama, maka agama akan mengalahkannya dan menghentikan tindakannya.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah datang kepada Aisyah. Pada waktu itu, terdapat seorang wanita bersama Aisyah. Wanita tersebut memberitahukan kepada Rasulullah perihal salatnya kemudian Rasulullah bersabda:

مَهْ، عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيْقُوْنَ فَوَاللَّهِ لَا يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا وَكَانَ أَحَبَّ الدِّيْنِ إِلَيْهِ مَادَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ

”Hentikan, kerjakan apa yang sanggup kalian kerjakan, dan demi Allah sesungguhnya Allah tidak bosan hingga kalian bosan, dan agama yang paling dicintai di sisi-Nya adalah yang dilaksanakan oleh pemeluknya secara konsisten.”

Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah tidak memuji amalan-amalan yang dilaksanakan oleh wanita tersebut. Di mana, wanita itu memberitahukan kepada Rasulullah tentang salat malamnya yang membuatnya tidak tidur pada malam hari hanya bertujuan untuk mengerjakannya.

Hal ini ditunjukkan ketika Rasulullah memerintahkan Aisyah untuk menghentikan cerita sang wanita sebab amalan yang dilaksanakannya itu tidak pantas untuk dipuji secara syariat karena di dalamnya mengandung unsur memaksakan diri dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam. Sementara, Islam melarang akan hal tersebut sebagaimana yang ditunjukkan pada hadis sebelumnya.

Editor: Yahya FR

Print Friendly, PDF & Email

sumber berita dari ibtimes.id

Author

Hot this week

Topics

spot_img

Related Articles