Breaking News
Categories
  • #muktamar muhammadiyah aisyiyah 48
  • 1win India
  • 1WIN Official In Russia
  • 1win Turkiye
  • Acara
  • Berita Organisasi
  • Berita Sekolah
  • casino
  • casino en ligne fr
  • casino onlina ca
  • casino online ar
  • Cerpen
  • Featured
  • Gerak
  • Kabar
  • Kasyno Online PL
  • Kegiatan Mahasiswa
  • Kegiatan Sekolah
  • Keislaman
  • Muhammadiyah News Network
  • Muhammadiyah or id
  • online casino au
  • Palestina
  • Pendidikan dan Pelatihan
  • pinco
  • Politik
  • PWMU CO
  • Resensi buku
  • Srawung Sastra
  • sweet bonanza TR
  • Tarjih
  • TVMU
  • Uncategorized
  • Video
  • wawasan
  • Hamka: Berdakwah di Atas Gagasan Roman

    Aug 13 202237 Dilihat

    BANDUNGMU.COM — Buya Hamka, berdakwah di atas gagas roman, tidak berlebihan rasanya dengan judul tersebut karena memang pada kenyataannya ulama kharismatik ini produktif menulis roman dan buku teks agama.

    Hamka lahir di sisi Danau Maninjau, Sumatera Barat, pada 16 Februari 1908. Hamka memang tidak sempat mengenyam pendidikan formal yang tinggi.

    Kita tidak perlu meragukan kecakapan ulama yang satu ini soal menulis roman, novel, buku keislaman, sejarah, dan buku lainnya. Indonesia perlu berterima kasih karena punya tokoh produktif ini. Buku-buku hasil karyanya hingga ini masih cetak ulang.

    Karya tulis yang menginspirasi

    Kiprah Hamka dalam pergerakan semakin gencar setelah ia pindah ke Medan pada 22 Januari 1936. Muhammadiyah semakin meluas ke segenap wilayah Sumatera bagian timur.

    Pada sisi lain, secara perlahan tetapi pasti, kemampuan intelektual dan kepenulisannya juga semakin terasah. Terutama setelah ia memimpin majalah “Pedoman Masyarakat” dan “Pedoman Islam” (1938-1941).

    Berbagai artikel keagamaan dan cerita pendek karya Hamka mengalir dalam susunan tulisan menggunakan bahasa dan logika yang demikian jernih.

    Bakat menulisnya sebagai sastrawan serius pada dekade ini juga berkembang secara simultan dengan kemampuan orasinya yang amat memukau.

    Selain sibuk berceramah, Hamka kemudian menerbitkan berbagai karya roman. Sebut saja “Di Bawah Lindungan Ka’bah” (1938), “Tenggelamnya Kapal van Der Wick (1939), “Merantau ke Deli” (1940), dan “Di Dalam Lembah Kehidupan” (1940)–kumpulan cerita pendek.

    Isi berbagai romannya itu tampak jelas terpengaruh dari pengalaman pribadinya ketika ia pergi ke Makkah dan tinggal beberapa lama menjadi guru agama di lingkungan buruh perkebunan yang ada di Sumatera bagian timur.

    Kritik Hamka

    Pada kurun waktu ini ada satu karya Hamka yang sangat penting. Buku yang terbit pada 1939 ini berjudul Tasawuf Modern.

    Hamka dalam buku ini mengkritisi kecenderungan dari berbagai aliran tasawuf yang “berpretensi negatif” terhadap kehidupan dunia.

    Banyak di antara orang yang menggunakan tasawuf sebagai cara untuk mengasingkan diri dari kehidupan dunia yang dianggap serba ruwet dan penuh kotoran dosa.

    Hamka dalam buku berusaha mengubah persepsi tersebut. Ia menyerukan tasawuf positif yang tidak bersikap asketisme. Hamka berpendapat bahwa menjadi muslim sejati bukanya menjauhkan diri dari dunia, tetapi terjun secara langsung ke dalamnya.

    Buku karya Hamka ini hingga saat ini sampai berpuluh-puluh tahun lamanya masih laris manis. Banyak orang yang membaca dan mengkaji buku ini.

    Di tengah kepadatannya jadwal mengajar di berbagai universitas, misalnya, Hamka sempat menulis biografi ayahnya, Haji Abdul Karim Amrullah.

    Kata Hamka, buku karyanya itu adalah sebagai kenang-kenangan kepada ayahnya yang sangat teguh hati.

    Apalagi bagi sang ayah sendiri, Hamka adalah buah hatinya yang dahulu sempat dijuluki sebagai “si bujang jauh” karena begitu sering dan lamanya ia merantau pergi ke berbagai daerah dan negeri.

    Di tengah-tengah kesibukannya itu, Hamka menyempatkan diri pergi haji ke Makkah. Sepulang dari sana, sama seperti saat pulang haji yang pertama, kemudian lawatannya ke berbagai negara di Timur Tengah, inspirasi untuk menulis karya sastra pun tumbuh kembali.

    Kemudian lahirlah beberapa karya roman seperti “Mandi Cahaya di Tanah Suci”, “Di Lembah Sungai Nil”, dan “Di Tepi Sungai Dajlah”.

    Banyak kritikus sastra mengatakan bahwa dalam penulisan karyanya itu, Hamka banyak terpengaruh oleh pujangga Mesir. Ini tampaknya wajar adanya karena ia seringkali menyatakan terkagum-kagum pada beberapa penulis dari Negeri Piramida tersebut.

    Salah satu penulis yang Hamka kagumi yakni Mustafa Lutfi Al-Manfaluthi.***

    __________

    Sumber: diolah dari “Tajdid Muhammadiyah dari Ahmad Dahlan hingga Ahmad Syafii Maarif”

    Editor: Feri A




    sumber berita ini dari bandungmu.com

    Author

    Share to

    Related News

    Menginap di Vila, SD Muhammadiyah Benjen...

    by Feb 12 2025

    Girimu.com — SD Muhammadiyah Benjeng mengadakan kegiatan out bound pada Senin-Selasa (10-11/2/...

    Tk Aisyiyah Balongpanggang

    Anak-anak TK Aisyiyah 22 Balongpanggang ...

    by Feb 09 2025

    Girimu.com – Pagi ini, kegiatan belajar-mengajar di TK Aisyiyah 22 Balongpanggang dimulai deng...

    Sd Al Islam Morowudi

    260 Siswa SD Al Islam Morowudi Ikuti Pro...

    by Feb 06 2025

    SD Al Islam Morowudi meluncurkan program baru bernama Murajaah Akbar yang diikuti oleh 260 siswa dar...

    MIAS bungah

    Siswa MIAS Bungah Jadi “Guru Kecil...

    by Feb 03 2025

    Suasana ceria menyelimuti halaman TK di sekitar MI ASSA’ADAH MIAS Bungah saat para siswa madrasah ...

    SD Muhammadiyah 1 Wringinanom

    SD Muhammadiyah 1 Wringinanom Gelar Pawa...

    by Feb 02 2025

    SD Muhammadiyah 1 Wringinanom (SD Muwri) memperingati Isra’ Mi’raj 1446 H/2025 M dengan menggela...

    Kajian Ahad Pagi

    Ustadz Abdul Basith: “Kesalehan Bukan ...

    by Feb 02 2025

    Girimu.com – Kesalehan harus didasari dengan keimanan dan keikhlasan, bukan dijadikan alasan untuk...

    No comments yet.

    Please write your comment.

    Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) must be filled.

    *

    *

    back to top