GIRImu.com – Suasana di salah satu ruang hotel Haligen di kawasan Juanda, Sidoarjo yang semula hening, tiba-tiba berisik. Terjadi keributan kecil di antara belasan guru yang juga para calon kepala sekolah ini. Mereka tidak sedang bertengkar, tetapi larut dalam keriuhan diskusi. Bahkan sekali tempo bernuansa debat untuk mempertahankan argumentasi masing-masing.
Ya, itulah dinamika diskusi 17 peserta pendidikan dan pelatihan (Diklat) Calon Kepala Sekolah (CKS) Muhammadiyah yang terhimpun di kelas B. Apa yang mereka ributkan sehingga sempat terdengar berisik? Usut punya usut, ternyata mereka tengah asyik mendiskusikan tema yang akan dipilih dalam gelar karya sebagai puncak acara Diklat. Banyak usulan bermunculan dari kelas ini, sebelum akhirnya memilih satu tema yang mereka sepakati, yakni Nusantara.
Sebelumnya, bersama kelas-kelas lain, mereka telah ditempah dengan materi kepemimpinan selama sekitar tiga bulan. Dan, 20 Desember 2021 merupakan puncak acara Diklat sekaligus penilaian terhadap para peserta untuk dinyatakan layak atau tidak menjadi kepala sekolah.
Di tahap akhir inilah, tiap peserta diwajibkan unjuk karya dalam gelaran pameran bersama. Karena pesertanya cukup banyak, peserta dibagi dalam beberapa kelompok kelas. Dan, pada pameran unjuk karya ini, tiap kelas harus menyuguhkan tema tertentu sebagai representasi keberadaannya.
Diklat itu diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS) Kementerian Pendidikan dan Ristek. Total pesertanya 71 orang. Mereka berasal dari utusan sekolah-sekolah di bawah naungan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) dan sekolah non-Muhammadiyah se-Jatim, dari jenjang SD hingga SLTA.
Tanggal 13 Desember 2021, ketua kelas mendapatkan informasi dari panitia seputar teknik pelaksanaan gelar karya yang diagendakan pada 20 Desember 2021. Salah satu yang harus dipersiapkan adalah tema pameran untuk masing-masing kelas. Setelah mendapatkan informasi tersebut, Bu Ria Puspita Sari, M.Pd yang mewakili ketua kelas menawarkan tema pameran. Lalu dari beberapa peserta juga berupaya mengajukan tema lain. Akhirnya, setelah melalui diskusi intensif, disepakatan ‘Nusantara’ sebagai tema kelas B.
Tema Nusantara dipilih, karena kelas B paling beragam anggotanya. Kalau di kelas A, misalnya peserta Diklat terdiri atas calon kepala sekolah tingkat SD. Di Kelas C berasal dari tingkat SMP dan di kelas D adalah tingkat SMA dan SMK. Sementara di kelas B justru beragam dari tingkat SD, SMP, SMA, dan SMK. Belum lagi dari aspek daerah asal anggota kelas B. Mereka tersebar dari ujung Timur Pulau Jawa, yakni Banyuwangi hingga ke Barat, Magetan ada di kelas ini. Dari anggota kelas yang gado-gado itulah, maka tema yang pas untuk dipilih disepakati adalah ‘Nusantara’.
Berbeda dengan kelas-kelas lainnya, kelas B memiliki keunikan terkait kostum yang mereka kenakan. Dalam kegiatan gelar karya itu, semua anggota kelas B mengenakan seragam hitam-putih sebagai seragam wajib. Namun, mereka juga mengenakan aneka asesoris dari beberapa daerah sebagai kekhasan Nusantara. Ada memakai asesoris dari Bali, NTT, Dayak, Sulawesi, Papua, Jawa, dan daerah lainnya.
Selain itu, dalam unjuk karya, kelas B juga memamerkan aneka produk makanan khas dari daerah masing masing anggota. Ada yang membawa jajan wajik kletik dari Blitar, jamu dari Nganjuk, makanan kering dari Cerme, Gresik. Dari kota Santri Gresik juga menampilkan makanan khas, yakni pudak dan nasi krawu.
Menariknya, dalam pameran produk khas daerah itu, kelas B membagikannya secara gratis kepada pengunjung. Akibatnya, di sesi akhir pameran, meja-meja yang semula penuh makanan, nyaris kosong karena aneka makanan khas daerah itu telah ludes diserbu pengunjung. Kiranya pas kalau gelaran ini berjuluk “Pameran Sambil Sedekah”. (Riza Agustina)