MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Di samping Yogyakarta, Surakarta merupakan salah satu kota paling istimewa bagi pergerakan Muhammadiyah di pulau Jawa.
Bagi warga Muhammadiyah, tak lama lagi Surakarta akan jadi tempat perhelatan akbar Muktamar ke-48 pada November 2022 mendatang.
Surakarta adalah kota Istimewa bagi Muhammadiyah secara historis. Sebab, dulu pada masanya, Mangkunegara VII dan Mangkunegara VIII sangat mengapresiasi sepak terjang Muhammadiyah.
Sejak masa pemerintahan Mangkunegara VII (1916-1944), kerajaan yang membawa warisan trah keraton Mataram Islam ini diketahui telah memiliki banyak jasa dalam mendukung perkembangan Muhammadiyah sejak masa Kiai Ahmad Dahlan hingga saat ini.
Dukungan politik di masa kolonial, wakaf aset Amal Usaha (1 rumah sakit dan 3 sekolah) di atas tanah Mangkunegara, hingga penyediaan tempat bagi gelaran Persyarikatan seperti Muktamar ke-41 tahun 1985 dan Milad Muhammadiyah ke-106 tahun 2019 dilakukan oleh Mangkunegara.
Allahuyarham R.M. Saroso Notosuparto atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara VIII (1944-1987), diketahui memiliki visi yang sama dengan Muhammadiyah sehingga dirinya memutuskan bergabung menjadi anggota Muhammadiyah.
Mangkunegara VIII Menjadi Anggota Muhammadiyah
Gelaran Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta tahun 1985 membekas dalam sejarah kehangatan antara Muhammadiyah dengan Kadipaten Mangkunegaran.
Dalam perhelatan itu, Mangkunegaran mendukung penuh gelaran Muktamar yang salah satu hasilnya adalah penerimaan dan penetapan Pancasila sebagai azas organisasi Muhammadiyah.
Majalah Suara Muhammadiyah Nomor 2 Tahun ke-66/Januari II-1986 menulis bahwa kegiatan Muktamar saat itu seperti sidang pleno, sidang Majelis Tarjih dan penutupan berpusat di Pendopo Agung Istana Mengkunegara.
Ketika menyampaikan sambutan penutupan Muktamar, Mangkunegoro VIII menyatakan kebanggaannya terhadap Muhammadiyah dan hasil Muktamar yang didukung oleh seluruh anggota Keraton.
“Dari Mangkunegaran ini pula seluruh warga Muhammadiyah di seluruh Indoensia telah menerima Pancasila menjadi asas organisasi,” katanya. Pada kesempatan ini pula, Mangkunegoro VIII menyatakan keinginannya menjadi anggota Muhammadiyah.
Setahun pasca Muktamar, Pimpinan Pusat Muhammadiyah kembali berkunjung ke Pendopo Agung Mangkunegara guna bersilaturahmi dengan Sri Mangkunegara VIII sekaligus memperkenalkan para pimpinan yang baru.
Suara Muhammadiyah No.5/66 Tahun 1986 menulis bahwa rombongan itu dipimpin oleh Ketua PP Muhammadiyah, Kiai Djarnawi Hadikusumo mewakili Ketua Umum PP Muhammadiyah, Kiai AR Fachruddin yang sedang dirawat di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Pada kesempatan itu, Djarnawi menyampaikan kesan bahwa Mangkunegaran memiliki peran besar bagi Muhammadiyah, terutama pada aspek pembinaan angkatan mudanya.
Ketenangan Batin Mangkunegara Jadi Anggota Muhammadiyah
Seperti diketahui, inspirasi pendirian organisasi kepanduan Muhammadiyah, Hizbul Wathan pada 1918 bermula ketika Kiai Ahmad Dahlan bertabligh ke Solo dan menyaksikan latihan baris berbaris Javaansche Padvindery Organisation di halaman Istana Mangkunegaran.
Pada kesempatan itu, Mangkunegara VIII juga menyatakan kesediaannya yang telah dia utarakan setahun lalu untuk bergabung menjadi anggota Persyarikatan Muhammadiyah.
Majalah Tempo, 8 Februari Tahun 1988 menulis Mangkunegoro merasakan kedamaian dan ketenangan jiwa saat bergabung dengan Muhammadiyah.
Untuk menjalin silaturahmi yang semakin erat, Muhammadiyah pun diizinkan mendirikan masjid di dalam lingkungan benteng Keraton Mangkunegaran yang pembangunannya disanggupi oleh Menteri Agama Munawir Syadzali.
Penulis: Afandi
Editor: Fauzan AS