Breaking News
Categories
  • #muktamar muhammadiyah aisyiyah 48
  • Acara
  • Berita Organisasi
  • Berita Sekolah
  • Cerpen
  • Featured
  • Gerak
  • Kabar
  • Kegiatan Mahasiswa
  • Kegiatan Sekolah
  • Keislaman
  • Muhammadiyah News Network
  • Muhammadiyah or id
  • Palestina
  • Pendidikan dan Pelatihan
  • Politik
  • PWMU CO
  • Resensi buku
  • Srawung Sastra
  • Tarjih
  • TVMU
  • Uncategorized
  • Video
  • wawasan
  • Haedar Paparkan Fungsi dari Kepemimpinan Profetik

    Apr 11 202247 Dilihat

    MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Kepemimpinan di dalam Muhammadiyah itu melekat dengan kepemimpinan Islam yang dalam rujukan nilai ajaran Islam yang merujuk dan berbingkai pada jejak uswah hasanah, yakni Nabi Muhammad SAW.

    “Lebih-lebih nabi yang namanya kita gunakan untuk nama pergerakan. Artinya kepemimpinan itu bersifat profetik, bersifat kenabian, kerisalahan,” tutur Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dalam Pengajian Ramadan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Yogyakarta, Ahad (10/4).

    Imam Al Mawardi dalam Al Ahkaam al shultoniyah, kata Haedar, menulis tentang kepemimpinan dalam formulasi yang sangat bagus. Menurut Imam, kepemimpinan dalam Islam itu proyeksi sekaligus fungsi dari nubuwah, maka Haedar menyebut kepemimpinan itu dengan kepemimpinan profetik (kerisalahan/kenabian).

    Apa fungsi dari kepemimpinan profetik itu? Disebut Haedar ada dua hal. Pertama, merawat, memelihara, menegakkan nilai-nilai agama Islam. Artinya bahwa kepemimpinan dalam Muhammadiyah yang melekat pada kepemimpinan kerisalahan mutlak perlunya dan menjadi satu kesatuan dengan menegakkan nilai-nilai agama, merawat dan mewujudkannya.

    Kedua, mengurus sesuatu dan urusan dunia dengan baik. Artinya bahwa kepemimpinan dalam Islam itu urusan langit dan bumi, dunia akhirat, dan lahir batin. Di mana dimensi dunia itu harus menjadi cakupan kita mengurus kepemimpinan. Artinya kepemimpinan Islam itu beda dengan kepemimpinan sekuler. Tetapi, juga berbeda dengan kepemimpinan yang hanya bersifat teologis atau rabbaniyah (melepaskan diri dari urusan dunia) semata.

    Dilanjutkan Haedar, bahwa tugas kepemimpinan itu bukan seperti gelondongan. Tapi kepemimpinan perlu dipahami dengan benar, dengan luas, dan dihantarkan secara bayani. Sehingga kita tidak segampang itu menyimpulkan sesuatu yang teks semata. Pemahaman itu harus dipahami dengan sebenar-benarnya dan melihat banyak sisi. Maka, harus dipahami juga secara burhani.

    “Islam itu bukan hanya soal perintah dan larangan,” kata Haedar.

    Menurutnya, kadang kita memahami Islam hanya perintah dan larangan. Padahal ada dimensi yang lain daripada itu sehingga kadang sering pemahaman Islam itu terbatas. Bahkan ada pendekatan Irfani (keruhanian).

    “Beragama itu perlu rasa, kita ini bukan robot. Amar Maruf nahi Mungkar itu harus dengan rasa,” terang Haedar.

    “Ini satu contoh dari bahwa menegakkan agama itu juga harus mendalam, luas, komprehensif, saling terkait, dan sesuai dengan proporsinya. Artinya kita para pemimpin Muhammadiyah harus seksama ketika berbicara tentang Islam. Mana yang prinsip, mana yang furu’. Mana yang akidah, ibadah, akhlak mana yang muamalah duniawiyah,” sambungnya.

    Bagaimana kepemimpinan untuk kepentingan perubahan? Menurut Haedar, KH Ahmad Dahlan sosok yang menjadi kombinasi dari kepemimpinan profetik-transformatif. Kepemimpinan ini bermaksud ingin membawa sebuah perubahan yang semakin lebih baik pada persyarikatan Muhammadiyah ini. Beberapa ayat Al-Quran menyeru untuk kita melakukan perubahan ada dalam QS al-Hasyr [58]: 18.

    “Mari kita pahami ajaran Islam maupun dunia itu secara mendalam, luas, dan komprehensif, agar tidak memahaminya dengan hitam-putih, verbal, parsial, dan jangka pendek semata-mata, yang membuat kita menghadirkan Islam dan memandang kehidupan itu serba terbatas,” jelas Haedar.

    Kepemimpinan Profetik-Transformatif ini adalah salah satu cara untuk meneguhkan penguatan Muhammadiyah. Penguatan organisasi dalam jangkauan yang luas harus menjadikan organisasi menjadi kuat secara kualitatif dan kuantitatif. Ke depan, bila para pemimpin Muhammadiyah terus berupaya melakukan kepemimpinan profetik-transformatif maka pemimpin Muhammadiyah akan menjadi suluh bagi umat, warga dan masyarakat.

    Maka, Kepemimpinan Muhammadiyah itu bukan personal tapi sistem. “Itulah yang mampu membuat Muhammadiyah bertahan,” tegas Haedar.

    Haedar berpesan agar para pemimpin Muhammadiyah harus merujuk pada Islam, menerapkan Islam dan membawa Muhammadiyah berkemajuan. Maka, kepemimpinan Muhammadiyah harus bisa melampaui pemikiran liberal-sekuler, konservatif, dogmatis, dan jumud.

    klik sumber berita ini

    Author

    Share to

    Written by

    muhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah

    Related News

    Muhammadiyah Maksimalkan Wakaf dalam Sek...

    by Aug 27 2024

    MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Dahlan Rais, menekankan pen...

    Muhammadiyah Proyeksikan Kemandirian Eko...

    by Aug 27 2024

    MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Universitas Muhammadiyah Surakarta menjadi saksi berkumpulnya sekita...

    ‘Aisyiyah Dorong Pengarusutamaan E...

    by Aug 27 2024

    MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) harus menjadi arus ut...

    Pendidikan Inklusif Muhammadiyah Diapres...

    by Aug 27 2024

    MUHAMMADIYAH.OR.ID, KENDARI – Evangelis (Ev) Munfaridah dari Majelis Gereja Kebangunan Kalam Allah...

    Menelusuri Ragam Metode Penentuan Hukum ...

    by Aug 26 2024

    MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Manhaj Tarjih Muhammadiyah dirancang untuk menjaga relevansi dan ...

    Bukan Gedungnya, Tapi Mentalitas Kolonia...

    by Aug 26 2024

    MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA — Dalam wawancara yang disiarkan pada Sabtu (24/08) di acara ROSI, Kom...

    No comments yet.

    Please write your comment.

    Your email will not be published. Fields marked with an asterisk (*) must be filled.

    *

    *

    back to top