Muhammadiyah • Nov 25 2022 • 27 Dilihat
MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA—Dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (23/11), Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Sopa menjelaskan tentang at-tanawwu’ fi al-ibadah. Menurutnya, tanawwu’ artinya keragaman atau pluralitas, sehingga tanawwu’ fi al-ibadah bermakna keragaman menjalankan ibadah.
“Dalam kenyataan, ibadah dalam Islam, meskipun secara umum dapat dinyatakan seragam, namun ada variasi cara menjalankannya karena perbedaan mazhab, bahkan ada yang berbeda dalam mazhab yang sama,” terang Sopa.
Sopa menerangkan bahwa keragaman pendapat fikih itu adalah sesuatu yang wajar belaka. Sebab adanya kebebasan berijtihad yang diakui dalam hukum syariah. Namun perbedaan itu tetap ada batasnya, yaitu sepanjang semuanya masih berada di dalam koridor hukum Islam. Apabila keluar dari koridor, maka ibadah tersebut tergolong sebagai bidah.
Dalam kaitannya dengan masalah dalil yang saling bertentangan (taarudh al-‘adillah), Muhammadiyah merekomendasikan penyelesaian sebagaimana yang dilakukan para ulama usul fikih. Penyelesaian taarudh tersebut dengan urutan cara-cara sebagai berikut:
Pertama, Al-jam‘u wa at-taufiq, yakni sikap menerima semua dalil yang walaupun zahirnya taarudh. Sedangkan pada dataran pelaksanaan diberi kebebasan untuk memilihnya (takhyir). Kedua, At-tarjih, yakni memilih dalil yang lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang lemah. Ketiga, An-naskh, yakni mengamalkan dalil yang munculnya lebih akhir. Keempat, At-tawaqquf, yakni menghentikan penelitian terhadap dalil yang dipakai dengan cara mencari dalil baru.
“Al-jam‘u wa at-taufiq menjadi pilihan yang pertama dengan pertimbangan menggunakan dua dalil itu lebih baik dari pada mengabaikan salah satunya. Akibatnya terdapat dua dalil atau lebih yang menjadi hujjah,” terang Sopa.
Contoh adanya keragaman ini dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah ialah bacaan basmalah dalam al Fatihah. Seorang imam boleh mengeraskan suara (jahr) basmalah saat salat, boleh juga menyembunyikannya (sirr) dalam hati. Hal ini karena keduanya memiliki dalil yang sama-sama kuat.
Dengan demikian, kata Sopa mengutip pandangan Syamsul Anwar, adanya keragaman dalam melaksanakan ibadah ini hanya dapat ditolerir sepanjang masing-masing cara yang beragam itu memiliki dalil yang dapat dijadikan hujah. Apabila tidak ada dalil, maka keragaman tersebut tidak dapat diterima.
Hits: 0
sumber berita ini dari muhammadiyah.or.id
muhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
View all postsmuhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Dahlan Rais, menekankan pen...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Universitas Muhammadiyah Surakarta menjadi saksi berkumpulnya sekita...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) harus menjadi arus ut...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, KENDARI – Evangelis (Ev) Munfaridah dari Majelis Gereja Kebangunan Kalam Allah...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Manhaj Tarjih Muhammadiyah dirancang untuk menjaga relevansi dan ...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA — Dalam wawancara yang disiarkan pada Sabtu (24/08) di acara ROSI, Kom...
No comments yet.