MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Al-Khalil dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah menjelaskan bahwa secara bahasa shalawat merupakan bentuk jamak dari kata shallu, dari asal kata shalah yang berarti menyambut yang baik, ucapan yang mengandung kebajikan, doa, dan curahan rahmat.
Allah swt berfirman dalam Q.S. al-Ahzab: 56: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”
Adapun shalawat nariyah adalah shalawat yang disusun oleh Muhammad Abdul Wahab at-Tazi al-Maghribi atau Syeikh Nariyah yang berasal dari Taza Maroko. Oleh sebab itu, shalawat ini kemudian disebut dengan shalawat nariyah. Lafal shalawat nariyah seperti yang telah umum diketahui adalah sebagai berikut:
أَللَّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الّذِي تُنحَلُ بِهِ العُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
“Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk penghulu kami Muhammad, yang dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik, serta diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, dan semoga pula dilimpahkan untuk segenap keluarga dan sahabatnya sebanyak hitungan setiap yang Engkau ketahui.”
Jika diperhatikan dari segi isi, pada shalawat tersebut ada kalimat yang janggal dan kurang sesuai dengan syariat Islam, bahkan dapat menjurus kepada kesyirikan, terutama pada lafal:
تُنحَلُ بِهِ العُقَدُ وَ تَنفَرِجُ بِهِ الكُرَبُ وَتُقضَى بِهِ الحَوَاثِجُ وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ
Dalam lafal ini disebutkan bahwa Nabi Muhammad adalah sebab terurainya segala ikatan, hilangnya segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dan dicapai segala keinginan. Jadi, menurut lafal ini, yang melepaskan segala ikatan (kesulitan), menghilangkan segala kesedihan dan mengabulkan segala keinginan adalah Rasulullah saw, bukan Allah swt. Padahal yang dapat menghilangkan ikatan, menghilangkan bencana, memenuhi kebutuhan, mengabulkan keinginan dan doa hanyalah Allah swt. Hal ini dinilai berlebihan di mana Nabi Muhammad hanyalah utusan Allah.
Pernyataan bahwa Nabi Muhammad saw mampu menguraikan segala ikatan dan menghilangkan segala kesedihan ini bertentangan dengan nas Al-Qur’an terutama dalam QS. Al-A’raf ayat 188. Dalam ayat ini, Allah memberikan keterangan yang jelas bahwa hanya Allah-lah yang berhak dan mampu melepaskan berbagai kesulitan dan mengabulkan permohonan, bukan Rasulullah saw.
Selain mengandung beberapa kejanggalan, shalawat nariyah juga mengandung pujian yang berlebihan untuk Nabi Muhammad saw, padahal beliau sendiri tidak membutuhkannya, bahkan melarang hal itu. Nabi Muhammad saw bersabda: “Janganlah kalian puji aku berlebih-lebihan, sebagaimana kaum Nasrani memuji berlebih-lebihan terhadap (al-Masih) ibnu Maryam. Tetapi katakanlah aku (Muhammad) adalah hamba-Nya (Allah) dan pesuruh-Nya” [HR. al-Bukhari Nomor 3189].
Jadi, karena terdapat beberapa kejanggalan dan dinilai terlalu berlebihan itulah, maka shalawat nariyah ini kurang tepat untuk diamalkan bagi seseorang yang sedang menghadapi masalah dengan harapan agar masalah yang dihadapi dapat cepat mendapat solusi. Seorang muslim yang sedang menghadapi suatu persoalan hidup, hendaknya senantiasa bergantung kepada Allah dengan berdoa atau memohon kepada-Nya serta selalu berikhtiar untuk mencari solusinya.
Adapun doa-doa yang dianjurkan ialah doa yang masyru’ (disyari’atkan) atau yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw yang sahih lagi makbul. Hal ini sebagaimana firman Allah swt dalam QS. al-Baqarah ayat 186.