Muhammadiyah • Nov 27 2022 • 24 Dilihat
MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANDUNG—Islam senantiasa tampil dalam posisi yang kukuh sebagai kekuatan pemberantas korupsi. Ini satu-satunya langkah yang harus ditempuh, jika Islam masih ingin mengidentikkan diri sebagai agama keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan. Peran Islam dalam pemberantasan korupsi merupakan langkah yang selaras dengan nilai-nilai kekhalifahan manusia di muka bumi.
“Kalau Islam ingin identik dengan agama keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan, tentunya kita sebagai muslim, harus bisa mencegah tindakan-tindakan korupsi,” tegas Jati Sarwo Edi tokoh Muhammadiyah Karawang dalam Gerakan Subuh Mengaji pada Kamis (24/11).
Menurut Jati, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam buku Fikih Anti Korupsi mendefinisikan korupsi sebagai menyalahgunakan kewenangan, jabatan, atau amanah (trust) secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.
Menerangkan bahwa dalam khazanah hukum Islam agaknya sulit untuk mendefinisikan korupsi secara persis sebagaimana dimaksud istilah korupsi saat ini. Hal ini disebabkan istilah korupsi merupakan produk istilah modern yang tidak dijumpai padanannya secara tepat dalam fikih atau hukum Islam. Namun, ada beberapa istilah yang terdapat dalam al-Quran dan Hadis sebagai bentuk ekspresi yang mengandung unsur-unsur korupsi.
Pertama, Ghulul. Ghulul adalah kebijakan pembagian ghanimah yang tidak sebagaimana mestinya, menyimpang dari ketentuan yang ada. Ibn Hisyam dalam syarahnya memberikan pengertian ghulul sebagai menyembunyikan informasi kitab suci dan ajaran agama. Dengan kata lain ghulul di sini adalah korupsi informasi dan bersikap tidak transparan.
Kedua, Risywah. Penyuapan (risywah) secara istilah adalah tindakan memberikan harta dan yang semisalnya untuk membatalkan hak milik lain atau mendapatkan atas hak milik pihak lain. Al-Shan’ani dalam Subul al-Salam memberikan makna terhadap risywah sebagai “upaya memperoleh sesuatu dengan memberikan sesuatu”.
Ketiga, Aklu Suht (Makan Hasil atau Barang Haram). Dalam QS. Al Maidah ayat 42, dan 62-63, rujukan kepada korupsi dilakukan dengan menyebut akl al-suht (makan yang haram). Dalam kitab tafsir Ahkam al-Quran dikutip definisi Sahabat Ibn Mas’ud tentang al-suht sebagai “menjadi perantara dengan menerima imbalan antara seseorang dengan pihak penguasa untuk suatu kepentingan”.
“Islam sebenarnya telah menyediakan seperangkat doktrin yang dapat ditransformasikan sebagai elemen pemberantas korupsi. Doktrin Islam tidak hanya menyediakan himbauan moral dan sanksi hukum yang tegas, tetapi juga menawarkan beberapa langkah strategis untuk memberantas korupsi,” ucap Jati Sarwo Edi
Hits: 1
sumber berita ini dari muhammadiyah.or.id
muhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
View all postsmuhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Dahlan Rais, menekankan pen...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Universitas Muhammadiyah Surakarta menjadi saksi berkumpulnya sekita...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) harus menjadi arus ut...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, KENDARI – Evangelis (Ev) Munfaridah dari Majelis Gereja Kebangunan Kalam Allah...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Manhaj Tarjih Muhammadiyah dirancang untuk menjaga relevansi dan ...
MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA — Dalam wawancara yang disiarkan pada Sabtu (24/08) di acara ROSI, Kom...
No comments yet.