Kenapa Pimpinan Pusat Muhammadiyah Minus Teknolog?

banner 468x60

Oleh: Ace Somantri, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung

BANDUNGMU.COM — Setiap kepemimpinan Muhammadiyah yang 13, nyaris belum pernah ada seorang teknolog. Nama yang beredar saat ini pun belum terlihat dari kalangan para teknolog. Entah apa ini bisa terjadi. Padahal, saat ini ada pada era dunia teknologi.

Teringat ketika menjelang muktamar di Makassar sempat menitip pesan kepada beberapa sahabat untuk memilih calon pimpinan yang berlatar belakang kepakarannya bidang teknologi.

Ternyata tidak satu pun sosok teknolog yang dipilih dalam muktamar tersebut. Sekalipun ada penambahan anggota pleno yang diambil berlatar ilmu sosial. Padahal, sebaiknya teknolog dengan kepakarannya mumpuni.

Pertanyaan tersebut menjadi bagian dari harapan di periode ini ada yang berlatar ilmu dan kepakarannya di bidang teknik atau teknologi.

Baik itu teknik elektro-informatika, sipil-arsitektur, geologi-vulkanologi, agroteknologi-teknologi pangan, dan teknik kedirgantaraan serta ilmu teknologi lainnya.

Teknologi kekinian

Hal itu penting untuk menyeimbangkan penguatan kebijakan dan program Muhamamdiyah. Dalam pengembangan teknologi dan energi terbarukan dapat dikembangkan dan dikawal hingga Muhammadiyah tidak terlalu identik dunia tekstual keislaman dan sosial humaniora.

Keseimbangan komposisi pimpinan pusat, wilayah, dan daerah untuk lebih banyak memberikan warna bahwa muhammadiyah peduli dan melek teknologi.

Ketertinggalan dalam inovasi teknologi di Indonesia ini semata-mata Muhammadiyah belum masif mengembangkan produk-produk teknologi kekinian.

Oleh karena itu, wajar bangsa ini belum menjadi bagian pemeran strategis dalam dunia teknologi. Muhammadiyah sebagai kontributor utama penyedia ilmuwan belum menunjukkan progresigitas dan agresivitas dalam inovasi pengembangan dunia teknologi secara dinamis.

Hari ini bangsa Indonesia berharap besar bisa meningkatkan status wibawa di hadapan dunia internasional. Namun faktanya jauh panggang dari api.

Justru bangsa Indonesia menjadi pasar produk teknologi produk luar negeri. Tidak terhindarkan manuver-manuver negara adidaya tak ubahnya yang tempo dulu ada istilah blok Barat berseteru dengan blok Timur.

Berat untuk merdeka dan mandiri teknologi karena saat ini daya gerak ilmuwan teknologi dirasa hingga kini masih minus. Sebenarnya sangat mungkin dari ribuwan ilmuwan yang menjadi pakar teknolog.

Namun, masih sedikit atau mungkin juga ada, tetapi tidak diberi peran dan fasilitas ilmu dalam keahliannya di negara ini. Sungguh ironi bangsa besar menjadi medan pertempuran berbagai bidang dari para negara eksportir dan oligarki yang meneguk harta rakyat Indonesia.

Seyogyanya Muhammadiyah ke depan ada penguatan majelis atau lembaga untuk pengembangan keilmuan teknologi dan kemaritiman.

Sangat memungkinkan Muhammadiyah sebagai ormas Islam mewujudkan hal tersebut karena Muhammadiyah sudah memiliki  universitas, instititut, dan politeknik penuh dengan program studi teknologi.

Pengembangan teknologi dakade ini sudah menjadi kebutuhan pokok hidup manusia, Muhammadiyah seharusnya 20 tahun ke belakang benar-benar mengkader doktor dan profesor dengan kepakaran teknologi.

Agenda mendesak?

Minimal yang mengisi ruang-ruang strategis bidang teknologi benar-benar di isi oleh para magister pakar teknologi. Hampir semua majelis dan lembaga di Muhammadiyah wajib ada ahli dan pakar teknologi yang relevan.

Spesifikasi bidang garapan saat ini butuh pakar spesialisasi keahlian. Tidak ada alasan abad ini Muhammadiyah masih minus teknolog.

Sangat yakin banyak pakar dan ahli teknologi di bidangnya. Hanya tradisi di Muhammadiyah pimpinan 13 masih dominan pakar ilmu agama, pendidikan, dan ilmu sosial lainnya. Paling hanya satu praktisi kesehatan karena ada tuntutan majelis kesehatan.

Kita tidak menyalahkan tradisi itu. Namun, sebaiknya ada pihak yang ingat dan peduli untuk mengingatkan pentingnya penguatan teknologi. Jangan seolah-olah belum menjadi kebutuhan mendesak.

Apakah harus menunggu ada kebutuhan mendesak atau belum dirasa penting pakar teknologi? Berharap periode ini ada perubahan nomenklatur majElis dan lembaga yang memperkuat teknologi digital dan kemaritiman.

Rasanya hal itu saat ini sudah mendesak sekali. Termasuk teknologi kehalalan industri barang dan jasa seolah-olah hanya pelengkap. Simbol keislaman yang genuine dalam menyikapi perkembangan teknologi di Muhammadiyah benar-benar masih jauh tertinggal.

Berharap kepada para peserta Tanwir dan Muktamar membuat rekomendasi perubahan nomenklatur majelis dan lembaga, baik dipisah atau digabungkan untuk khususan teknologi dan kemaritiman.

Sedikit refleksi historis, menengok sejarah pahlawan negara yang berasal dari Jawa Barat yang berlatar belakang Muhammadiyah seorang pencetus gagasan dunia maritim dengan terkenal deklarasi juanda.

Hanya sayang penerjemahan penguatan kemaritiman sangat minus respons dari negara dan Muhammadiyah. Padahal pahlawannya Ir Juanda merupakan warga Muhammadiyah.

Repons terhadap dunia teknologi saat ini masih kurang. Berbagai peristiwa yang berhubungan dengan fenomena alam semesta terus terjadi , baik dunia virus dan vaksin, geologi dan tambang, energi terbarukan, teknologi maritim, dan teknologi dirgantara.

Selama ini seingat yang dirasakan oleh warga Muhammadiyah, menyikapi hal ihwal tersebut memberikan solusi untuk negeri tidak hanya ikut memfasilitasi penjualan semata.

Namun, memfasilitasi produksi idealnya sehigga Muhammadiyah memiliki kendali dan mengendalikan situasi. Bukan tergeret ikut menjadi pusaran negara dan oligarki penuh tirani. Wallahu’alam.***



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author