MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Hari agung Idul Fitri pada hakikatnya merupakan anugerah Allah kepada umat Islam setelah melaksanakan ibadah puasa. Seluruh kaum muslim pada hari raya tersebut disyariatkan agar merasakan kegembiraan bersama.
Tidak diperkenankan seorang pun merasakan indahnya lebaran dengan seorang diri, melainkan harus bersama hamba-hamba Allah dari kaum fakir dan miskin. Itulah mengapa Islam mewajibkan umatnya untuk menunaikan zakat fitrah.
Dalam rangka mengisi hari lebaran, umat Islam dituntunkan agar memperbanyak takbir pada malam 1 Syawal sejak terbenamnya matahari hingga pagi ketika salat id akan dimulai (QS. Al Baqarah: 2).
Takbir merupakan ekspresi kesadaran terhadap keagungan asma Allah dan kenisbian manusia di hadapan-Nya. Takbir juga penampakan syiar agama Islam yang boleh dilakukan di masjid, rumah, bahkan jalanan sekalipun.
Namun penting untuk diperhatikan bahwa takbiran jangan sampai mendatangkan hal-hal mudarat dan mengganggu ketertiban umum. Adab lainnya dalam mengisi hari raya idul fitri ialah mengenakan pakaian yang baik, menggunakan wewangian sewajarnya, berhias memperpantas diri, dan berpenampilan rapi saat hendak melaksanakan salat Id.
Tidak harus pakaian baru dan mahal, cukup bersih dan suci dari hadas. Selain soal penampilan, saat hendak berangkat salat Id, dianjurkan agar makan terlebih dahulu.
Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik: “Adalah Rasulullah tidak pergi ke salat Idul Fitri sebelum beliau makan beberapa butir kurma (HR. Bukhari).
Menurut Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar dalam bukunya Fatwa Ramadan (hlm. 150-151) mengatakan hikmah dianjurkannya makan sebelum berangkat salat Id agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa.
Hal ini berbeda saat hendak melaksanakan salat Idul Adha yang justru dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu agar hewan kurban bisa segera disembelih. Hari raya Idul Fitri juga memiliki dimensi sosial.
Dianjurkan agar kaum muslimin saling bersilaturahmi, mengunjungi keluarga, tetangga, sahabat, kerabat, dan saling mengucapkan selamat satu sama lain. Tidak boleh ada tali silaturahmi yang terputus pada hari lebaran.
Jika mendiamkan keluarga, tetangga, sahabat, kerabat maka hal tersebut akan menjadi penghalang diampuninya dosa seseorang oleh Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda: “tidak akan masuk surga pemutus tali silaturahmi (HR. Bukhari).