‘Aisyiyah Sebagai Tonggak Kebangkitan Kelompok Perempuan Tanpa Jeda Membangun Peradaban dan Kemanfaatan

banner 468x60

MUHAMMADIYAH.OR.ID, KULONPROGO — Sekretaris Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Agung Danarto mengapresiasi gerakan ‘Aisyiyah yang tanpa jeda terus melakukan pembangunan seperti yang dilakukan pada, Sabtu (12/11) dalam tajuk acara Ground Breaking Rumah Sakit ‘Aisyiyah di Kulonprogo.

Agung mengungkapkan bahwa ini merupakan hal yang langka, sebab menjelang pungkasan periode biasanya adalah peresmian. Di sisi lain, kerja-kerja keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan yang dilakukan oleh ‘Aisyiyah tanpa jeda, sekaligus menjadi tonggak untuk kebangkitan kelompok perempuan.

Logika periodesasi di Muhammadiyah-‘Aisyiyah, kata Agung, susah ditebak karena tidak sama dengan model kepemimpinan di pemerintahan maupun di organisasi kemasyarakatan yang lain. Jika di lain tempat, menjelang akhir periode atau masa transisi merupakan waktu jeda, tapi di Muhammadiyah-‘Aisyiyah tidak ada yang seperti itu.

Ground Breaking Rumah Sakit ‘Aisyiyah di Kulonprogo, imbuhnya, merupakan tanda kebangkitan kaum perempuan di masa kini. Selain itu merupakan kelanjutan dari ‘Aisyiyah dalam mendirikan Amal Usaha yang dahulunya hanya dimiliki oleh Muhammadiyah. “Kini di masing-masing PWA itu sudah merasa tidak keren kalau tidak mendirikan rumah sakit, perguruan tinggi,” ucap Agung.

Kelompok perempuan memiliki skill, kecakapan dan kemampuan yang tidak kalah dengan kelompok laki-laki. Jenis-jenis Amal Usaha yang dahulunya hanya dimiliki oleh Muhammadiyah, kini ‘Aisyiyah juga sudah memilikinya.

Hemat Agung, 20 tahun ke depan bukan suatu yang tidak mungkin jumlah amal usaha ‘Aisyiyah akan menyamai atau bahkan melebihi dari yang dimiliki oleh Muhammadiyah. Ini merupakan konsekuensi logis atas keterbukaan pendidikan bagi kelompok perempuan yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan.

Dalam memberdayakan kelompok perempuan, Kiai Dahlan bukan hanya dalam wacana-wacana, melainkan pemberdayaan kelompok perempuan yang dilakukan oleh Kiai Dahlan melalui aksi nyata. “Kiai Dahlan tidak mau berwacana, berdialektika mengenai peran, kedudukan perempuan di Islam, tetapi beliau langsung memberikan akses kepada kaum perempuan. Pada saat yang awal sekali, pada 1918 Kiai Dahlan mendirikan Kweekschool yang sekarang menjadi Madrasah Mu’allimat,” ungkap Agung.

Pembukaan akses pendidikan bagi kelompok perempuan melahirkan tokoh-tokoh ‘Aisyiyah yang berpikiran maju, dan berkiprah di level global, serta meniscayakan kelompok perempuan memiliki peran sosial yang sama dengan kelompok laki-laki, salah satunya mendirikan berbagai amal usaha untuk kemanfaatan bagi seluas-luasnya umat, bangsa dan kemanusiaan universal.

“Orang Muhammadiyah itu cirinya kalau bekerja itu sungguh-sungguh, soal bayaran dipikir belakangan. Ini semangat jihad luar biasa dari Muhammadiyah-‘Aisyiyah,” ucapnya.

Kemajuan dan terbukanya akses saat ini mendorong kelompok laki-laki tidak selalu superior di atas kelompok perempuan. Melainkan mereka harus saling berlomba-lomba dalam kebaikan, termasuk dalam persyarikatan, jika Muhammadiyah tidak ingin ketinggalan dari ‘Aisyiyah, maka harus ada usaha-usaha akseleratif untuk membangun peradaban. Namun demikian yang tidak boleh dilupakan adalah antara laki-laki dengan perempuan tercipta untuk berkolaborasi.

sumber berita ini dari muhammadiyah.or.id

Author