BANDUNGMU.COM — Kuntowijoyo adalah sosok yang serba lengkap, dikenal sebagai budayawan, sastrawan, sejarawan, serta cendekiawan muslim yang mengusung gagasan Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang memberi pengaruh besar terhadap perkembangan keislaman di Indonesia.
Sosok karismatik yang akrab dipanggil Pak Kunto atau Prof Kunto ini semasa hidupnya memiliki kedekatan dan peran penting dalam struktural Muhammadiyah. Pada Kongres Sejarawan Muhammadiyah pertama tahun 2021, Pak Kunto menjadi salah satu dari lima tokoh yang menerima Life Achievement Awards.
Mengutip laman resmi Muhammadiyah, Kamis (20/06/2024), Pak Kunto lahir di Kecamatan Sanden, Bantul, pada 18 September 1943 dan meninggal pada 22 Februari 2005 di usia 61 tahun. Ia meninggalkan warisan besar bagi pengembangan ilmu sosial di Indonesia melalui gagasan Ilmu Sosial Profetik (ISP).
Peminat Sejarah Muhammadiyah, Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi, dalam paparannya menuturkan bahwa Pak Kunto masih terasa hidup di tengah-tengah mahasiswa sejarah saat ini. Hal ini karena banyaknya gagasan Pak Kunto yang dibukukan dan masih relevan untuk digunakan dalam pembelajaran mahasiswa sekarang.
“Amal jariahnya Pak Kunto ini tidak berhenti karena buku pengantar ilmu sejarah yang ditulisnya. Royalti bukunya didedikasikan bagi Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah (BKMS) dan kami selalu menjadi murid Pak Kunto meski tidak pernah bertemu secara fisik,” tuturnya di acara Kapita Selekta Dakwah “Perjuangan Dakwah Prof Dr H Kuntowijoyo” beberapa waktu lalu.
Perhatian besar Pak Kunto terhadap sejarah juga mengilhami penyelenggaraan Kongres Sejarawan Muhammadiyah pertama pada 27-28 November 2021. Kongres ini merupakan bagian dari amanat Pak Kunto terkait penyegaran organisasi Muhammadiyah. “Inspirasi dari Pak Kunto inilah yang mendorong kami untuk mengadakan Kongres Sejarawan Muhammadiyah kemarin,” ucap Ghifari.
Ghifari menjelaskan bahwa dipilihnya Pak Kunto sebagai penerima Life Achievement Awards pada Kongres Sejarawan Muhammadiyah adalah upaya Muhammadiyah untuk ‘merebut’ narasi. Pak Kunto bukan hanya seorang sastrawan atau budayawan, tapi juga lahir secara akademik sebagai sejarawan.
Menurutnya, penting untuk mengingat Pak Kunto sebagai sejarawan, cendekiawan muslim, dan tokoh Muhammadiyah. Bagi Persyarikatan Muhammadiyah, Pak Kunto adalah kader, pimpinan, dan tokoh yang perannya tidak boleh dilupakan. “Orang tidak boleh melupakan identitas Pak Kunto, sehingga kami merasa penting untuk mengangkat kembali warisan-warisan beliau dalam kongres kemarin,” ungkap Ghifari.
Ghifari mengakui bahwa meski karya sastra Pak Kunto lebih dikenal dibandingkan karya akademiknya di bidang sejarah, karya akademik beliau tetap menjadi rujukan utama bagi mahasiswa sejarah. “Mengingat Pak Kunto sebagai sejarawan tidak mudah, karena beliau juga seorang ilmuwan, intelektual muslim, budayawan, dan sastrawan. Ini menunjukkan betapa multidimensinya beliau,” tutup Ghifari.***
___
Sumber: muhamamdiyah.or.id
Editor: FA