
Silaturahmi Lebaran, Stop Menularkan Body Shaming; Penulis Sayyidah Nuriyah, Konselor SD Muhammadiyah 2 GKB (Berlian School) Gresik.
PWMU.CO – Selamat datang di hari ketiga pascalebaran! Sempatkah menghitung berapa kali menerima pertanyaan atau komentar seputar tubuh dan penampilan? Semoga tak ada atau cukup sebatas hitungan jari pada satu tangan saja.
Lidah tak bertulang memudahkan manusia ringan berucap. Termasuk melontarkan komentar terkait perubahan fisik yang paling terpampang nyata di depan mata. Tentu memprihatinkan, saat pertimbangan kemudahan menilai dari yang tampak, justru mengesampingkan obrolan mendalam yang lebih bermakna.
Seperti bagaimana upayanya menjaga pola makan sehat di tengah tantangan gelombang fast food yang memikat. Atau membahas resep masakan favoritnya yang dia racik sepenuh hati hingga tersaji di atas meja, di hadapan kita.
Juga bagaimana ia menyalurkan hobi dan keterampilan menjadi bisnis sederhana yang sejalan dengan visi dan nilainya, sehingga dia mampu mandiri mencukupi kebutuhan hidup. Tentang bagaimana mengompensasi kelemahan dirinya agar tetap berdaya.
Atau obrolan apapun tentang prosesnya menjadi manusia yang lebih mulia, yang bisa diapresiasi. Bukankah ini lebih memberdayakan daripada sekadar membahas mengapa jerawatnya tersebar penuh di wajahnya? Atau betapa ukuran tubuhnya ‘membengkak’ usai menikah.
Tak Mungkin Standarkan Rupa
Barangkali memang ada bagian kelompok manusia inginnya semua wujud menjadi sama, tak ada ragam warna. Ah, walaupun tampaknya telah serupa pun komentar fisik itu tak ada ujungnya. Masih mungkin mencuat komentar serupa.
Kok terlalu gepeng atau terlalu berisi. Terlalu glowing dengan seperangkat aksesoris bling-bling. Terlalu hitam hingga yang tampak hanya barisan gigi. Atau beragam komentar sejenis lainnya.
Bukankah dunia ini memang indah karena adanya berbagai keragaman di sekitar kita? Betapa sulit kita mengenal siapa keponakan kita jika perawakannya sama semua layaknya standar tak berdasar bikinan masyarakat pada umumnya. Jika sedikit berbeda saja langsung muncul komentar sarat penghakiman.
Mulai pilihan makanan sampai mix-and-match pakaian. Seolah kerabat dekat mereka itu tak pernah cemas, menilai buruk dirinya sendiri, lalu mati-matian menampilkan diri sesuai standar itu. Semakin kaburlah citra dan konsep diri sesungguhnya, melebur pada imaji yang tak semestinya dicemaskan.
Baca sambungan di halaman 2: Kaburkan Citra-Konsep Diri