Surakarta, InfoMu.co – Menarik. Pada Kamis, 17 November 2022 Suara Muhammadiyah melaunching dan membedah buku “Al-Qur’an untuk Tuhan atau untuk Manusia” karya Buya Ahmad Syafii Maarif yang berlokasi di area bazar Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-48, De Tjolomadue. Cuaca pada pukul 18.00 bisa dibilang cukup cerah. Para pengunjung lalu lalang untuk berbelanja serta menikmati kuliner. Namun tak sedik juga pengunjung yang antusias menyimak bedah buku fenomenal tersebut.
Abdul Rahim Ghazali, Direktur Eksekutif Maarif Institut dalam paparannya mengatakan bahwa pemikiran Buya Syafii akan kehidupan dan keumatan sangatlah luas karena Buya melihatnya dari perspektif sejarah. Selain melihat dari perspektif sejarah, Buya juga seorang yang tekun membaca dan menulis.
Buku dengan judul Al-Qur’an untuk Tuhan atau untuk Manusia sebenarnya merupakan sebuah pertanyaan retoris yang semua orang tahu apa jawabannya. Hal ini ditegaskan di dalam Al-Qur’an, bahwa kitab suci Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk serta pedoman hidup bagi umat manusia.
Dalam momentum ini Abdul Rahim menegaskan bahwa umat manusia perlu kembali kepada Al-Qur’an dan As-sunah. Yang mana Buya Syafii memberikan catatan. Dengan catatan mengaplikasikan Al-Qur’an sesuai dengan zaman yang berkembang pada sebuah peradaban.
“Selain itu Buya juga berpesan kepada kita untuk selalu tabayun di tengah era yang informasi menyebar begitu cepat. Sering sebelum saring,” ujarnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, Buya merefleksikan diri dari Al-Qur’an. Buya benar-benar meletakkan dan memposisikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Diaplikasikan, tidak berhenti pada hafalan saja.
Ridho Basri, Wartawan Suara Muhammadiyah menyampaikan, pesan tauhid dalam Al Qur’an merupakan pesan keadilan dan kesetaraan hidup seluruh umat manusia. Itulah yang disampaikan Buya berulang kali. Ia menambahkan, Ini merupakan revolusi yang dilakukan oleh Allah melalui wahyunya yang diturunkan kepada Muhammad berupa Al-Qur’an.
Buya adalah manusia Qur’ani. Buya Syafii jarang menyuruh kita untuk membaca Al-Qur’an, tapi beliau menyuruh kita untuk berdialog dengan Al-Qur’an secara imajiner. Proses dialog antara kita (manusia) dengan Al-Qur’an dapat menjadi potensi kekuatan yang besar. Dimana umat Islam perlu kembali mengamalkan nilai-nilai yang ada di dalam Al-Qur’an.
“Bacalah Al-Qur’an seolah olah Al-Qur’an itu turun kepadamu,” ujar Ridho seperti apa yang pernah disampaikan Buya Syafii Maarif. (diko/SM)