Begini Penjelasan Muhammadiyah Soal Hukum Membaca Doa Buatan Sendiri Dalam Shalat

banner 468x60

BANDUNGMU.COM — Berdoa untuk mendapatkan kebaikan dunia-akhirat bisa dilakukan sebelum dan sesudah shalat sunat maupun fardhu. Adapun berdoa dengan doa-doa yang diajarkan Nabi SAW di dalam salat itu adalah sunat.

Bagaimana pula jika kita berdoa dengan doa redaksi sendiri di dalam shalat? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat.

Menurut Madzhab Hanafi, tidak boleh berdoa di dalam shalat kecuali dengan doa-doa yang ada di dalam Al-Quran atau seperti yang ada dalam Al-Quran (lihat al-Mabsut karangan As-Sarakhsi: 1/202-204).

Dalilnya yakani sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya shalat ini tidak boleh ada di dalamnya sesuatu dari perkataan manusia. Sesungguhnya ia adalah tasbih, takbir, dan bacaan Al-Quran.” (Ditakhrijkan oleh Muslim).

Menurut madzhab Maliki (lihat Syarh Az-Zarqani 2/60), madzhab Syafii (lihat Fathul Bari: 2/230, 2/321), dan madzhab Hambali (lihat Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah 1/320-322), yakni boleh berdoa dengan doa buatan sendiri yang disukainya.

Berdasarkan sabda Nabi SAW dalam hadis Ibnu Mas’ud dalam masalah tasyahhud: “Kemudian hendaklah ia memilih doa yang paling ia kagumi.” (Muttafaq Alaih).

Lalu hadis riwayat Muslim: “Kemudian hendaklah ia memilih–setelah tasyahhud–permohonan yang dikehendakinya atau disukainya.”

Kemudian dalam hadis Abu Hurairah: “Jika salah seorang di antara kamu telah tasyahhud maka hendaklah ia berlindung (kepada Allah) dari empat perkara kemudian berdoa untuk dirinya apa yang tampak (baik) baginya.”

Diriwayatkan dari Anas bahwa Ummu Sulaim datang kepada Nabi SAW lalu berkata: “Ajarkan kepadaku perkataan (doa) yang aku panjatkan dalam shalatku. Maka beliau bersabda, ‘Bertakbirlah sepuluh kali, bertasbihlah sepuluh kali, dan bertahmidlah sepuluh kali, kemudian mintalah apa yang engkau kehendaki.’” (HR Tirmidzi).

Sabda Nabi SAW, “Adapun sujud, maka perbanyaklah doa di dalamnya.” (HR Ibn Khuzaimah).

Menurut para ulama pendukung madzhab ini, hadis-hadis di atas dengan jelas membenarkan doa buatan sendiri di dalam shalat karena Nabi SAW tidak menentukan doa khusus.

Oleh karena itu, tidak heranlah jika para sahabat seringkali berdoa dengan doa yang tidak mereka terima dari Nabi SAW dan beliau pun tidak mengingkarinya.

Tambahan pula hadis-hadis di atas mentakhsis (mengkhususkan) keumuman dalil madzhab Hanafi itu, apalagi pengharaman berbicara di dalam salat itu terjadi ketika di Makkah, sedangkan hadis-hadis mengenai doa di dalam salat itu diucapkan di Madinah (lihat Nailul Authar: 2/365).

Dengan demikian, Majelis Tarjih Muhammadiyah cenderung kepada pendapat ini karena dalilnya lebih rajih (kuat). Namun, berdoa di dalam shalat dengan redaksi buatan sendiri itu hendaknya dalam bahasa Arab, bukan dengan bahasa-bahasa lainnya.

Tujuannya yakni untuk menjaga kesakralan salat dan karena yang dicontohkam oleh para shahabat adalah dengan bahasa Arab.***

___

Sumber: muhammadiyah.or.id

Editor: FA



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author