MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Tidak sedikit yang beranggapan bahwa ilmu tasawuf merupakan puncaknya seseorang beriman kepada Allah. Hal ini dipahami dengan berangkat dari asumsi bahwa ilmu tasawuf berisi tentang langkah-langkah mencapai hubungan mesra antara Allah dan hamba-Nya. Di masyarakat luas, langkah-langkah tersebut biasa dikenal dengan tahapan takhalliy (mengosongkan), menuju tahalliy (mengisi), hingga tajalliy (merasakan).
Dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di buku Tanya Jawab Agama jilid II disebutkan bahwa iman tidak hanya tentang aspek ruhani-spiritual tetapi juga pelaksanaan dalam pengamalan. Pada hakikatnya, iman bukanlah dalam hati yang terwujud dalam amalan kerohanian semata, tetapi juga menyangkut ekspresi amalan lahiriah hasil kerohanian yang sempurna (QS. At Taubah: 71). Artinya iman juga berkaitan erat dengan perbuatan jasmaniah yang memerlukan kekuatan fisik (HR. Dailamy dari Anas).
Jadi, sukar membenarkan bahwa ajaran tasawuf merupakan puncak iman. Sebaiknya kita mengamalkan apa yang telah dituntunkan Nabi Saw dengan “la ifrath wala tafrith”, tidak kurang dan tidak ditambah-tambah, akan lebih terjamin iman dan amal kita (QS. Al Furqan: 63 dan 77). Sekiranya mengikuti ajaran tasawuf, thariqah mana yang amalannya sesuai maksud Al Quran dan As Sunah. Kita tahu bahwa begitu banyak thariqah dalam ajaran tasawuf seperti Qadiriyah, Rifa’iyah, Syatariyah, Naqsabandiyah, dan lain-lain.
Muhammadiyah tidak mendasarkan pengamalan agama pada aliran-aliran tasawuf tersebut. Muhammadiyah mengajak untuk beramal agama sesuai dengan tuntunan AL Quran dan As Sunah dengan menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan semangat ajaran Islam. untuk itu kita selalu mengkaji dan mengkaji ulang terhadap pemahaman dan pengamalan agama kita, semoga makin sempurna.
Hits: 17
sumber berita ini dari muhammadiyah.or.id
muhammadiyah.or.id adalah website resmi persyarikatan Muhammadiyah. Dan dikelolah oleh PP Muhammadiyah
View all posts
No comments yet.