MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Ketua Umum PP Muhammadiyah terlama (1968-1990), Allahyarham Kiai Abdur Rozaq Fachruddin (1916-1995) atau yang populer dipanggil Pak AR menyimpan cerita sedih tentang cita-citanya yang tak tercapai.
Kisah itu disampaikan kepada para jamaah kalah memimpin Salat tarawih Ramadan di Gelanggang Mahasiswa UGM, Yogyakarta sekira tahun 1980-an. Meski sedih, sebagai ciri dari sosoknya yang bersahaja, kisah itu dibalut dengan jenaka.
Kisah ini disarikan dari buku Pak AR Sang Penyejuk oleh Syaifudin Simon terbitan pertama tahun 2018.
Dalam ceramah Tarawih itu, Pak AR kepada jamaah yang mayoritas mahasiswa mengaku menyesal tidak bisa melanjutkan sekolah sampai universitas hingga mendapatkan gelar.
Sepertinya, Pak AR bercerita kisah itu untuk menyesuaikan diri dengan civitas akademika UGM. Sebab umumnya pengisi slot khutbah Tarawih adalah para tokoh yang memiliki gelar akademik mentereng. Sedangkan Pak AR sendiri tidak memiliki gelar apa pun.
“Saya sebetulnya ingin kuliah seperti kalian. Beruntunglah kalian yang bisa mengenyam pendidikan tinggi, apalagi di UGM, universitas terbesar di Indonesia,” kata Pak AR. Dirinya lantas mengenang ketika bertugas di Semarang, dirinya sudah mendaftar kuliah tetapi gagal.
“Saya mendaftar jadi mahasiswa Universitas Sultan Agung (Unisula). Saya ikuti prosedur seperti mengisi pendaftaran dan mengikuti tes masuk. Setelah hasil tes diumumkan ternyata nama saya tidak ada,” ujar lulusan pesantren itu.
“Saya tidak lulus tes, sedih sekali. Saya tidak bisa melanjutkan kuliah,” tutur Pak AR.
Tak lama setelah hasil tes masuk Perguruan Tinggi keluar, Pak AR mengaku mendapatkan surat panggilan dari Rektor Unisula. Dia pun mengaku was-was untuk menghadap, khawatir telah melakukan kesalahan. Tapi karena merasa tak pernah berbuat pelanggaran, dirinya pun datang menghadap.
Setelah bertemu, Rektor menanyakan apa benar Pak AR yang saat itu adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mendafar jadi mahasiswa Unisula.
“Benar. Saya memang ingin kuliah, pak rektor,” jawab Pak AR.
Mendengar jawaban Pak AR, Rektor justru memberi jawaban mengejutkan kepadanya. Rektor malah meminta Pak AR menjadi dosen mata kuliah Agama Islam. Rektor bahkan mengatakan telah mengadakan rapat dengan jajaran dosen untuk keputusan ini. Pak AR pada awalnya menolak, tapi setelah mendengar keterangan itu, beliau sadar ia tidak mungkin menghindari amanah tersebut.
“Pak Rektor, saya ingin kuliah, bukan jadi dosen,” tolak pak AR
“Ya saya tahu, tapi Unisula ingin Pak AR jadi dosen di sini,” jawab Rektor.
Tiru Pak AR kepada Jamaah tarawih itu sambil berkelakar dan tertawa.
“Begitulah nasibku anak-anak. Ingin kuliah malah diminta jadi dosen.
Akhirnya saya tidak jadi kuliah dan nasibnya seperti ini. Tidak punya gelar,” katanya sambil tertawa yang spontan diikuti oleh gelak tawa para jamaah tarawih yang terpingkal pingkal mendengar penuturannya.
Selama menjadi dosen di Unisula, kabarnya ruang kuliah Pak AR juga selalu penuh oleh mahasiswa. Karena di antara mereka banyak yang tidak sedang mengambil mata kuliah agama Islam, namun menyempatkan diri ikut bergabung menyimak kuliah dari Pak AR.
Naskah: Afandi
Editor: Fauzan AS