Makassar – Seminar Nasional Sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) kembali digelar di Makassar sebagai kolaborasi antara Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pada Sesi I ada tiga materi yang disampaikan yaitu “Dasar Organisasi Akomodasi KHGT” oleh Dr. Hamim Ilyas, M.A, “Rukyat, Transfer Imkan Rukyat dan Makasid Syariah” oleh Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A dan “Konsep KHGT” oleh Prof. Dr. Susiknan Azhari, M.A.
Materi pertama dibuka oleh Dr. Hamim Ilyas yang menyampaikan bahwa berdasarkan paham Islam fungsional Muhammadiyah menghidupkan ijtihad dan tajdid, salah satunya dengan akomodasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) yang diputuskan dalam Muktamar ke-47 di Makassar. Akomodasi KHGT merupakan kelanjutan dari tajdid dengan ijtihad penggunaan hisab hakiki dalam Muhammadiyah yang telah berlangsung lama demi terwujudnya kalender yang pasti bagi umat Islam.
Dr. Hamim Ilyas menambahkan bahwa penerimaan kalender yang baik menurut standar internasional adalah universal, pasti dan berlangsung lama sedangkan Kalender Hijriah Nasional masih bersifat lokal sehingga sering menyebabkan perbedaan dalam penentuan kalender terutama dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Tantangan untuk mewujudkan kesatuan umat dapat dijawab melalui penyatuan kalender hijriah yang berlaku secara internasional. Oleh karena itu, Muhammadiyah merencanakan pada 1446 H mendatang akan mulai menggunakan KHGT yang secara astronomi dapat memenuhi seluruh kriteria penentuan awal bulan yang pernah digunakan Muhammadiyah dan secara syariah menjadi kalender yang adil untuk seluruh dunia Islam serta secara kebudayaan membuat umat terentas dari keterbelakangan peradaban dalam berkalender.
Materi yang kedua disampaikan oleh Prof Syamsul Anwar yang menegaskan bahwa Muhammadiyah sejak dulu tidak menggunakan rukyat karena keterbatasannya yang hanya terjadi di beberapa tempat tertentu dan tidak bisa menjangkau seluruh dunia. Rukyat tidak bisa mengatasi problem paling krusial umat Islam yaitu menyatukan hari Arafah sekaligus menjadi kendala penyatuan Kalender Islam Global sehingga hisab menjadi pilihan utama yang digunakan oleh Muhammadiyah hingga saat ini.
Selain itu Prof Syamsul Anwar menjelaskan bahwa terdapat beberapa prinsip dalam menyatukan kalender global salah satunya yaitu dengan transfer imkanur rukyat/naqlu imkanu rukyat. Transfer imkanu rukyat yaitu memberlakukan rukyat yang terjadi di satu kawasan tertentu ke seluruh kawasan dunia atau disebut dengan rukyat global. Rukyat yang terjadi di suatu tempat berlaku umum dan sifatnya mengikat bagi seluruh penduduk bumi. Artinya jika kawasan Barat telah terlihat hilal lalu berpuasa maka kawasan Timur juga turut berpuasa. Pendapat ini dipegangi oleh banyak ulama diantaranya Syaukani, beberapa ulama Syafi’i, ulama Hanafi dan Ibn Asyur.
Hal penting lain yang disampaikan Prof Syamsul Anwar adalah memperbandingan antara kalender lokal dan global. Jika Indonesia menyetujui bersama penggunaan kalender lokal maka hanya bisa digunakan secara lokal tanpa tidak bisa mengajak masyarakat dunia karena kriteria lokal tidak bisa diterapkan di tempat lain. Karena itu pula peluang penyatuan hari Arafah tidak dapat diwujudkan. Namun jika menggunakan kalender global maka pada saat yang sama memiliki peluang mengajak bangsa lain mengikuti karena sifatnya global sehingga bisa diterapkan di negara lain. Selain itu ada peluang penyatuan jatuhnya hari Arafah.
Prof. Dr. Susiknan Azhari, M.A sebagai narasumber ketiga menyampaikan bahwa setidaknya ada enam poin yang harus dipahami terkait Kalender Islam yaitu satu tahun ada 12 bulan, konjungsi/ijtimak, umur bulan 29 atau 30 hari, hisab rukyat, hilal dan wilayah geografis. Prof Susiknan menyebutkan bahwa dalam Kalender Islam Global terdapat PSP (Prinsip, Syarat dan Parameter). Prinsipnya ada lima yaitu imkanur rukyat, kesatuan matlak, satu hari satu tanggal, International dateline, dan digunakan untuk ibadah serta muamalah. Syaratnya ada tiga yaitu transfer imkanur rukyat, tidak menunda dan tidak memaksa. Terakhir Parameternya ada dua yaitu telah terjadi konjungsi sebelum pukul 12 atau 00 waktu universal dan tinggi bulan minimal 5 derajat dan elongasi 8 derajat (berdasarkan keputusan Istambul tahun 1978). Mengutip dari pernyataan Nidhal Guessoum, Prof Susiknan mengatakan alasan umat Islam masih sulit menerima Kalender Islam Global karena pemikiran umat Islam masih dominan terhadap rukyat sehingga ini menjadi problem utama yang harus segera terselesaikan. Meskipun demikian, Prof Susiknan membesarkan hati bahwa Muhammadiyah tidak sendirian. Banyak dukungan dari berbagai pihak berangkat dari kesadaran bahwa Kalender Islam Global merupakan kebutuhan dunia saat ini. *um