Diantara Dua Kutub Trend Ekstrim, Muhammadiyah Teguh – Kokoh Berada di Tengah

MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Umat manusia di dunia mengalami dua kutub trend ekstrem, sisi pertama terlalu kuat dalam beragama yang menjadikan agama ‘kaku-rigid’ dan di sisi ada kelompok yang cenderung alergi dengan agama, menjadi sekuler bahkan lebih ekstrim lagi menjadi anti agama dan anti Tuhan kemudian menjadi atheis.

Di antara dua kutub trend tersebut, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengungkapkan bahwa Muhammadiyah berdiri tegak – kokoh di tengah.

Haedar menjelaskan, kedua kutub trend ekstrem tersebut juga berlaku di Indonesia. Bukan hanya kelompok-kelompok yang beragama secara rigid, tapi juga ada kelompok yang anti agama. Merujuk penelitian yang dilakukan Saiful Mujani tahun 2002, Haedar mengutip bahwa dalam penelitian tersebut ditemukan fakta yang mengerikan, di mana terdapat 1 persen penduduk Indonesia yang mengaku atheis. Jumlah tersebut belum ditambah dengan penduduk yang agnostik dan lain-lain.

Dalam Pengajian Ramadan 1443 H Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang diselenggarakan pada (19/4), Haedar mengungkapkan betapa masifnya gerakan tersebut di Indonesia. Bukan hanya bergerak di dunia nyata, kelompok-kelompok ini juga aktif di media-media sosial atau dunia maya.

“Bahkan di tahun 2000 di awal reformasi mereka menamai diri sebagai kelompok anti agama, trend-trend ini seiring dengan proses liberalisasi ekonomi, politik, dan budaya. Menjadikan mereka itu akan tumbuh di negeri kita”. Ungkapnya.

“Ada yang ingin hidup makin islami, dan ada yang ingin hidup semakin jauh dari agama, bukan hanya islami tapi di agama lain juga sama”, imbuhnya.

Sementara itu, di sisi lain terkait dengan fenomena kembali ke agama menurut Haedar akibat dari realitas kehidupan yang serba boleh, bebas dan menimbulkan banyak masalah yang menyebabkan kekosongan jiwa (lost of soul). Selain itu juga disebabkan akan mobilitas yang tinggi manusia dalam mengejar dunia. Fenomena tersebut kemudian menimbulkan kegersangan pada jiwa manusia, sehingga manusia mencari peneduh akan gersangnya jiwa tersebut. Dalam usaha tersebut, manusia memiliki dua kecenderungan dalam meneduhkan jiwanya, yakni berlari ke spiritualitas non-agama dan di sisi lain ada yang beragama begitu rigid – kental.

“Saking kentalnya itu semuanya serba di islamikan, yang sebenarnya itu sudah alamiah saja dan sunnatullah, dan sebenarnya tidak perlu di islamikan karena sebenarnya sudah Islam. Mungkin besok aka nada tuntunan cara nyebrang (jalan) menurut Islam,” seloroh Haedar.

“Terlalu semangat itu juga tidak baik, jadi yang tengahan itulah yang menjadi pilihan,” sambungnya.

klik sumber berita ini

Author

Vinkmag ad

Read Previous

Sambut Milad, Pemuda Muhammadiyah Magetan Gelar Aksi Donor Darah – PWMU.CO

Read Next

Ukuran Harta untuk Zakat Fitrah, Berikut Perhitungan Praktisnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular