MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Belakangan, satu persatu kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan mulai mencuat. Hal ini terjadi akibat kesadaran para korban untuk berani melapor.
Kendati demikian, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati menyebut kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan masih berupa fenomena gunung es. Artinya, kasus yang tidak terungkap jauh lebih banyak daripada yang terungkap.
Dalam program Dialektika Tvmu, Sabtu (16/7), Rita yang juga kader Persyarikatan itu menilai keberanian untuk melapor itu baik. Meskipun banyak yang belum siap karena resiko stigma, lingkungan, hingga potensi intimidasi.
“Ini membutuhkan kesungguhan luar biasa. Jadi walaupun prevalensi kekerasan terhadap anak, fenomena gunung es ini semakin banyak orang berani melapor dan kami apresiasi,” ujarnya.
Keberanian melapor ini kata dia juga harus didukung oleh lembaga pendidikan, sebab hal itu terkait dengan proses rehabilitasi yang sangat panjang. Sebaliknya, lembaga pendidikan diwanti-wanti untuk tidak berkelit dan justru menyusahkan korban kekerasan seksual demi nama baik lembaga.
“Dukung proses pelaporan dan pidananya seperti apa. Jangan atas nama baik sekolah kemudian justru merugikan korban dan demi kepentingan institusi, kasus itu tidak dilaporkan. Kalau institusi melaporkan korban itu bukan memalukan diri sendiri tapi menegaskan komitmen pada keselamatan anak dan perlindungan korban,” tegasnya.
Terakhir, Rita juga mengungkapkan bahwa hingga kini proses penegakan hukum dan pemidanaan para pelaku pelecehan dan kekerasan seksual itu masih angin-anginan, bahkan banyak yang menguap begitu saja.
“Ini butuh kerja kolaborasi. KPPA melakukan pengawasan dengan kompolnas. Penegakan hukum ini memang tidak mudah. Kita berharap ada proses-proses yang baik di lingkungan pendidikan, dan pencegahan-pencegahan maksimal agar anak merasa nyaman di lingkungan sekolah. Kebijakan keselamatan anak jadi hal yang penting,” pungkasnya. (afn)
No comments yet.