Fikih Zakat Berwawasan Rahmatan Lil Alamin

banner 468x60

BANDUNGMU.COM, Yogyakarta — Dalam QS Al-Anbiya ayat 107 ditegaskan bahwa Islam adalah risalah rahmat bagi seluruh alam. Menurut Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas, rahmah ialah riiqqah taqtadli al-ihsan ila al-marhum, yakni perasaan lembut (cinta) yang mendorong untuk memberikan kebaikan nyata kepada yang dikasihi.

“Berdasarkan pengertian ini maka Islam diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad untuk mewujudkan kebaikan nyata bagi seluruh makhluk Allah,” terang Hamim dalama acara Seminar Internasional antara Jawatankuasa Fatwa Negeri Perlis Malaysia dan Muhammadiyah tentang Pengurusan Zakat dan Wakaf di UAD kampus IV pada Kamis (02/03/2023)

Kebaikan nyata dalam pengertian yang paling luas adalah hidup baik yang dalam QS. an-Nahl ayat 97 disebut hayah thayyibah. Dalam tafsir sahabat, ujar Hamim, hayah thayyibah meliputi 3 kriteria: rezeki halal (Ibnu Abbas dalam satu riwayat), qana’ah/kepuasan (Ali bin Abi Thalib), dan kebahagiaan (Ibnu Abbas dalam riwayat yang lain).

Tafsir sahabat ini sejalan dengan perolehan iman dan amal saleh yang disebutkan dalam Al-Baqarah ayat 62 dan menjadi kriteria hayah thayyibah yang diajarkan Al-Quran: 1) lahum ajruhum ‘inda rabbihim (sejahtera sesejahtera-sejahteranya/ ar-rafahiyyah kulluha); 2) wa la khaufun ‘alaihim (damai sedamai-damainya/as-salamu kulluha); dan 3) wa la hum yahzanun (bahagia sebahagia-bahagianya/as-sa’adatu kulluha) di dunia dan di akhirat.

Zakat dalam Islam

Menurut Hamim, berdasarkan QS. Al Lail ayat 17 dan 18, orang yang paling bertakwa ialah mereka yang membelanjakan hartanya untuk membersihkan dirinya dari sifat-sifat buruk.

Mengutip Ibnu Katsir, arti dari ‘membersihkan’ (yatazakka) maksudnya membayar zakat dengan tujuan menyucikan jiwanya dari perilaku mendustakan agama. Tidak hanya itu, zakat juga menyucikan dunia yang diberikan Allah kepada hambanya.

“Dengan zakat, umat Islam bisa membersihkan agamanya dari kedustaan yang dijelaskan dalam QS Al Maun. sehingga dia memberdayakan anak yatim dan orang-orang miskin,” ujar Hamim.

Aspek dunia ini, kata Hamim, termasuk dengan negara. Dalam Al-Quran, negara yang diidealkan adalah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Mengutip Ibnu Katsir, baldatun thayyibatun ini maknanya tidak hanya mensyaratkan adil dan makmur, tetapi merujuk ke realitas sejarah di negeri Saba, suatu negara yang menurut para ulama ahli sejarah tidak ada lalat dan tidak ada nyamuk.

Maksudnya, bila zakat dapat dioptimalkan dengan baik, maka akan menciptakan tatanan negara yang bersih, baik, makmur, adil, dan bahagia.

“Zakat bisa digunakan untuk membersihkan negara sampai bersih sebersih-bersihnya, berkembang seberkembang-berkembangnya menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” tandas Hamim.***



sumber berita ini dari bandungmu.com

Author